CHAPTER 15

260 26 1
                                    

Ala menyusuri taman yang berada tak jauh dari rumahnya, berjalan bersama Elvin yang berada digandengannya. Lampu-lampu taman pun terhias rapi nan indah di tepi-tepi pepohonan. Melingkar indah dengan warna warni yang menyala terang. Mereka bersenandung kecil, sembari bergurau dengan balon air yang mereka tiup secara bersama.

Mereka sudah seperti anak dan ibu yang sangat dekat, tawanya lepas seakan tak ada beban yang berada di dalam tubuhnya. Melepaskan penat yang sudah Ala lewati hari ini, ia berlarian menangkap Elvin yang tertawa bebas. Taman yang awalnya sunyi karena alunan jangkrik kini tersamarkan karena tawa mereka.

"Mom El seneng banget deh, balu peltama ini El kesini," ujar Elvin menciumi kening sang bunda. "Makasih mom, El bisa punya mommy kayak mom Al. El sayang mom."

Ala tersenyum sayu, ia memeluk putranya dengan erat. "Mom juga sayang sama El."

Saling terjerumus dalam pelukan hangat dari satu sama lain, melepaskan dekapannya dengan pelan. Ala menciumi kening putranya dengan kasih sayang. Tak lama Satya menghampiri mereka, ikut membuat suasana menjadi hangat kembali. Silih bertukar cerita dan tawaan.

"Om main ail yuk," ajak Elvin menarik ujung baju Satya.

"Jangan nanti basah terus sakit."

"Yahh mommy gak asik, boleh ya?"

Satya menggendong Elvin dengan reflek. "Udah biar sama gue aja, tenang ada babang Satya yang menjaga."

Ala akhirnya mengangguk pasrah, melihat pergerakan Satya yang semakin menjauhi dirinya. Memandang tawa mereka yang saling melontar air dari dalam pistol air. Ia tersenyum samar-samar menikmati pemandangan yang membuat hatinya sedikit tenang, bunga masih bermekaran di langit yang sudah gelap.

Terduduk manis di kursi yang tersedia di taman ini. Menatap langit yang dipenuhi dengan bintang-bintang bertebaran, ia kembali menunduk. Pikirannya beralih pada sosok masa lalunya, masa yang indah dan sulit untuk diulang. Menghampiri bunga-bunga yang bermekaran memetik setangkai bunga yang berwarna kuning. Ala tersenyum hambar menatap sendu bunga yang berbeda sendiri dari yang lainnya, sama seperti dirinya. Ia sering dipandang rendah meski dengan orang terdekatnya apalagi orang yang tak mengerti siapa dirinya dan bagaimana hatinya. Bunga itu juga sama, serasa dikucilkan oleh bunga lain karena berbeda sendiri, namun dipandang indah karena memiliki warna tersendiri.

"Entah kenapa gue kangen lo," gumam Ala sendu.

Menghembuskan napasnya pelan, untuk membiarkan dirinya tak lagi berpikiran tentang siapa-siapa lagi. Sekarang bukan waktunya memikirkan itu, ia kembali duduk dengan tangkai bunga yang masih berada ditangannya. Melirik 2 orang yang berada di seberangnya, Ala menghampiri Satya dan Elvin dengan wajah yang datar.

"El pulang yuk," ajak Ala merasa lelah meski masih sebentar.

"El masih seneng disini, banyak anak kecil juga," ujar Elvin mengerucutkan bibirnya.

Satya mengelus pundak Ala pelan. "Sabar, sama anak kecil gak boleh emosi."

Ala mengangguk, melirik sekitarnya untuk mencari makanan, matanya terpanah pada warung pecel lele yang berada diseberang taman. Memanggil kedua orang tersebut untuk makan malam di pinggir jalan terlebih dahulu. Mereka berjalan beriringan dengan Elvin yang berada dalam gendongan abangnya.

Menyebrang jalan yang bisa dibilang cukup ramai, memasuki warung yang ditutupi spanduk di bagian samping dan depannya. Memesan 3 porsi pecel lele lengkap dengan minumannya. Mereka memakannya dengan lahap begitupun Ala, ia juga menyuapi putranya dengan tangannya tanpa menggunakan sendok agar makannya lebih terasa. Tak percuma, makanan yang harusnya buat Elvin tak ada yang memakannya karena mereka cukup kenyang. Elvin makan bersama dengan Ala sesekali disuapi oleh Satya yang tiba-tiba mau menyuapi anak kecil itu. Ala membungkus seporsi pecel lele yang beralaskan kertas minyak, menentengnya keluar warung setelah membayar.

"Mom aku mau itu," ujar Elvin merengek menunjuk orang yang tengah berjualan mainan kincir angin.

"Ayok mom gendong," ujar Ala merentangkan tangannya namun Elvin menggeleng.

"El bisa jalan sendili, kan Elvin gak mau buat mom kebelatan."

"Pinter banget ponakan om," ujar Satya mengacak asal rambut Elvin, membuat sang empu mencebikkan bibirnya.

Satya menggandeng tangan Elvin agar tak berlarian kesana-kemari, berhenti di pedagang kincir angin tradisional dengan bak yang didepannya. Ala segera memilihkan kincir dengan warna kesukaan putranya, memberikan 2 buah sekaligus. Elvin tersenyum bahagia dengan melompat-lompat dan berputar agar kincir itu bisa berputar. Mereka dan abang pedagang pun ikut terkekeh melihat tingkah gemas putra tunggalnya.

"Mom El suka banget, makasih mommy," ujar Elvin mencium pipi Ala.

"Iya sayang."

"Jadi berapa bang?"

"20 ribu saja," ujar abang itu dengan senyum merekahnya.

Ala hendak mengeluarkan uangnya namun ditepis oleh Satya. "Biar gue aja Al."

Ala hanya mengangguk, memandang kincir angin yang masih banyak dibak hitam. Ia meringis melihat orang yang jauh lebih dibawahnya, sangat bersyukur kala hidupnya bisa terjamin. Begitupun pedagang itu, bajunya juga terlihat kusam seperti warnanya sudah luntur akibat tak pernah ganti.

"Abang jual ginian sudah lama?"

Pedagang itu menatap bola mata Ala sejenak. "Iya neng, saya harus menghidupi keluarga saya."

Ala mengangguk sekilas saat Satya menyodorkan beberapa uang untuk pedagang itu.

"Mas ini kebanyakan," ujar pedagang itu seraya menolak.

"Sudah ambil saja, itu rezeki kamu."

"Iya pak, lezeki itu gak boleh di tolak," ujar Elvin bijak matanya pun masih fokus pada kincir anginnya.

"Terima kasih banyak mas," ujar pedagang itu bahagia.

"Saya permisi dulu," ujar Satya lalu menggendong Elvin. Diikuti Ala yang berjalan dibelakang mereka.

Pedagang itu menatap sendu keluarga kecil itu. Perlahan mereka memasuki mobil mewahnya yang terparkir dikiri jalan. Menyunggingkan senyum sayu, tak lama air matanya jatuh begitu saja. Bukan karena merasa iri namun dirinya seakan merasakan ikatan yang begitu dekat dengan orang itu.

"Al... Alisha? Aku kangen kamu," gumam pedagang.

-o0o-

TBC

3 Juni 2021

Althais [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang