CHAPTER 31

154 14 0
                                    


Billy mulai menggerakkan badannya seperti naik kuda, diikuti Devan yang masih bingung dengan jalan pikirannya. Billy membawa setangkai ranting kecil dan memulai dialognya yang aneh. Pasti semua mengerutkan keningnya, apalagi Arvin yang kebagian untuk mengedit kegiatan tak berguna itu. Ita yang tak memiliki pekerjaan memilih meraih ranting yang ada banyak daun dan berada disamping Billy dan Devan lalu memutar rantingnya seakan mereka bisa berjalan beneran.

"Wah Van musuh semakin mendekat, kita harus mempercepat kudanya. Ketoplak ketoplak ketoplak." Billy seakan menyuarakan kaki kuda yang berjalan. "Bersiap," tukas Devan yang tiba-tiba muncul dari mulutnya.

Billy dan Devan menoleh ke belakang sejenak lalu mengarahkan ranting itu ke arah belakang.

"Dor dor citttt bumm bumm," ujar Billy dengan anehnya. Mereka kembali menoleh ke depan dan Billy lagi-lagi berujar, "Bumm bumm ctar darrrr."

"Bentar-bentar, cut cut cut."

"Kenapa sih, padahal udah mau akhir ini."

"Gini deh, tadi itu lo ngomong apaan sih pake bum bam dor gitu gak jelas kaya petasan."

"Gini ya Aldo, kawan-kawanku yang kusayang," ujar Billy manis disertai mualan di belakangnya. "Vin nanti lo tinggal edit aja gue nunggangin kuda terus bawa pistol lah pas bunyi tadi gitu tandanya ada serangan sama bom, gitu aja repot."

"Wah wah wah keren-keren," ujar Dara tak sengaja. "Pikirannya ituloh bisa mengalir sampai jauh anehnya kek lo rasanya otak itu ketinggalan."

"Otak gue beku jadi jangan bilang ketinggalan."

"Dasar!"

Devan mengambil ponsel yang tadinya dibuat rekaman lalu memutar videonya. Dirinya tak bisa menahan tawa apalagi wajah Ita yang lucu dengan manik mata yang fokus pada ranting berjalan dan mulut yang terbuka. Dia tidak duduk di tanah melainkan berjongkok sembari fokus dengan kegiatannya. Begitu juga wajahnya dan Billy yang malah kelihatan gimana gitu meskipun kadar ketampanannya tak kurang, tapi rasanya aneh gitu dengan suara tambahan Billy.

"Ta, muka lo kek kurang asupan gizi." Shila tertawa dengan kencang. "Gue belum makan laper mana belom diriin tenda lagi, berasa puasa gue," ujar Ita dengan wajah lesunya.

"Yaudah tunda dulu kita diriin tenda terus makan," ujar Aldo dan langsung menggandeng Ala. "Makan makan."

Seorang pria berdiri di tengah kerumunan pepohonan yang rimbun sembari memegang sebuah ponsel genggam. Berusaha mencari sinyal agar bisa menghubungi seseorang yang menjadi tujuannya. Beruntung, ia mendapat sinyal secepat kilat saat ponselnya di angkat sedikit ke atas. Segera menelpon dan membIcarakan sedikit hal penting baginya.

"Gimana? Kamu udah musnahin?"

"Belum pak saya minta maaf, tapi secepat mungkin saya pasti akan melakukan itu. Untungnya saya sudah mendapatkan kesempatan yang bagus, jadi tinggal tunggu waktu saja."

"Cepat lakukan, sebelum dia mati kegiatan kita terbatas. Kita hanya bisa menjalankan kasino yang hanya 2 penghasilannya gak cukup."

"Iya pak saya masih berusaha untuk menghilangkan nyawanya, malam ini pasti akan saya lakukan."

"Bagus, jangan sampai ketahuan aatau kamu akan harus memilih membunuh aatau dibunuh karena dia bukan gadis yang biasa."

"Baik saya pasti akan memilih membunuh."

"Cepat lakukan!"

Seseorang itu menutup teleponnya lalu menyeringai tipis. Rencana yang sudah disusun berharap agar berjalan dengan lantar tanpa hambatan sedikitpun. Kalau tidak, pasti dirinya tak termaafkan, tapi itu semua dia tak peduli karena dendam begitu menyelimuti pintu hati. Hari semakin sore, dirinya harus menunggu menit yang menjadi jam dimana ia harus beraksi.

-o0o-

Suasana malam yang indah dengan api unggun yang berada di tengah-tengah semua Ala dkk. Membakar marshmellow dan sosis yang sudah dibawa sejak pagi tadi. Keadaan nyaman mengelilingi mereka karena kebersamaan yang tiada harganya sungguh mengesankan. Diabadikan melalui ponsel dan camera yang disediakan oleh masing-masing anak.

Mereka bersenandung ria sembari melempar canda tawa bersama. Keadaan yangmengesankan dan tak akan dilupa. Kadang random, nyebelin dan lain sebagainya. Hingga tengah malam mereka pun hendak beranjak tidur.

"Udah malem mendingan pada tidur," ujar Arvin dingin dan masih memeluk gitarnya.

"Iya, yuk Al bobo gue ngantuk," ujar Shila dan langsung menarik tangan Ala untuk pergi ke tenda.

Ala mau tak mau harus mengikuti satu curut itu dan pergi ke tenda segera mungkin. Diikuti yang lain mulai membereskan kekacauan bungkus makanan dan mulai tidur. Ala di dalam dengan santai dan berbaring di samping Shila yang hingga tertidur pulas. 

Althais [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang