CHAPTER 51

134 13 0
                                    


Ala membawa secangkir cokelat panas hendak menuju kamarnya dan berpapasan dengan Devan yang membuatnya merasa bersalah. Apalagi wajah datar Devan tak menampilkan ekspresi apa-apa. Dirinya mencoba memanggil dengan senyum tipis yang mengukir.

"Bang, lagi apa?" Ala bertanya pelan. Tapi Devan hanya mengabaikan dan berlalu ke kamarnya.

Ala mengukir senyum kecut, "Separah itu ya kesalahan gue?"

Ala lebih memilih pergi ke kamarnya membawa cangkirnya dengan malas, moodnya kini sudah menurun. Untung saja tak ada orang tua angkatnya, jika saja dan mood mereka turun sudah pasti habislah dirinya. Ala merebahkan tubuhnya memainkan ponsel menghilangkan rasa jenuh. Bahkan dirinya hanya bisa memandang aplikasi hijau yang sudah tak menjadi salah satu member grup bersama sahabatnya.

"Padahal gue udah coba minta maaf tapi malah di keluarin," ujar Ala lesu.

Lagi-lagi Ala hanya bisa membaca pesan singkat dengan sahabatnya begitu juga kakak dan pacarnya. Hubungannya kian hari semakin renggang sejak ada Cherry masuk ke kehidupannya. Ditambah masalah kemarin yang membuat semakin kacau. Jemarinya mencoba memberi pesan singkat pada Shila setelah membaca pesan dari Aldo yang membuat sakit mata dan hati.

Alisha: Shil, gue bener-bener minta maaf. Tolong maafin gue, bales chat gue.

Tak ada jawaban meskipun tulisan online terpampang jelas pada layar ponselnya.

Alisha: Gue mohon Shila, seharusnya gue bisa lihat keadaan. Begitu juga bokap lo memang salah Shil, gue minta maaf. Kita bisa perbaiki ini semua.

Ala benar-benar tak mau disalahkan dalam arti besar di sini. Ini semua bukan kesalahannya 100% jadi seharusnya ini semua tak terjadi. Baginya ayah Shila lah yang membuat semuanya hancur apalagi hubungan mereka kian memudar.

Shila typing....

Ala mengukir senyumnya seketika, menunggu sekian detik.

Shila: Percuma!! Lo gak bakal bisa lepasin bokap gue.

Shila memblokir nomornya saat itu juga. Betapa hancur lebur perasaannya senyumnya melengkung ke bawah tersenyum kecut.

"Kenapa Shil? Kenapa lo malah blok gue? Gue memang gak bisa bebasin bokap lo, tapi lo juga seharusnya seneng dengan apa yang terjadi, bokap lo gak pernah nafkahi keluarga," ujar Ala sendu.

Drrttt... Drttt...

Misteriusku: Kadang sedih membuat kita tenang, kadang juga sedih malah membuat kita semakin terpuruk. Maka janganlah kamu bersedih yang berlebihan.

Ala tak menghiraukan pesan dari pria yang biasanya menjadi semangatnya, hatinya tengah sakit kali ini. Ponselnya kini semakin menyatu dengan jemari dan sepersekian detik terlempar menabrak tembok hingga retak. Ala mengerang kesal dan memukul kasur tebalnya. Perasaan kesal, sedih, benci menjadi satu menumpah ruahkan air mata yang tadinya dibendung.

Ala berteriak diselingi sesenggukan, "Kenapa gue bodoh Tuhan?! Gue memang gak pantas disebut sahabat apalagi punya sahabat yang baik sedangkan gue malah selalu memperburuk keadaan.... Gue memang pantas sendiri, gak ada siapa-siapa lagi yang mau deket sama gue bahkan keluarga gue semuanya hilang sejak dulu."

-o0o-

Hari-hari Ala lalui, mencoba beraktivitas sebagaimana yang harus dilaksanakan seperti sebelumnya. Namun yang berbeda hanyalah tak ada sahabatnya lagi di dekatnya, hanya Arvin yang sesekali masih mengobrol dengannya meski tak pernah ada mood untuk bIcara. Saat sekolah dirinya tak lagi sebangku bersama Shila, sendiri di sudut ruangan. Mendengarkan guru pun tak pernah, dirinya hanya bisa melamun membodohi dirinya sendiri. Di kantin dirinya selalu sendiri tanpa siapa-siapa senyumnya tak pernah ditampakkan dan aura gelapnya semakin diruahkan.

Althais [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang