05. Kota Para De Ax

51 27 3
                                    

Kami keluar dari rumah Xrov saat matahari telah berdiri tinggi di atas kepala. Perjalanan kami lanjutkan, dengan diriku yang berusaha beradaptasi lebih cepat di dunia asing ini. Tidak peduli apa pun yang terjadi, aku akan mempercayai kalimat Xrov sekalipun kalimatnya terdengar tidak masuk akal. Pertama-tama, aku harus mencari seseorang yang mempunyai dendam yang sama terhadap Rubx.

Jalan setapak yang masih terlihat normal menjadi satu-satunya bagian yang bisa kupercaya. Tanaman atau binatang yang aneh pun sudah terbiasa kulihat. Bebeapa suara burung menjadi teman perjalanan kami berdua.

Berdua.

"Kau bisa berpisah denganku," ujarku pelan saat menyadari bahwa Varnie masih mengikutiku.

"Tidak, karena tujuan kita sama. Sama-sama menuju kota dan sama-sama membunuh Rubx."

Kakiku terhenti. Udara dingin menyapu tengkukku. Kuperhatikan hutan-hutan di arah sana yang sangat sunyi lantas tatapanku kembali memperhatikan Varnie yang sudah serius menatapku. "Jika kau tak keberatan aku menjadi beban, silahkan saja. Aku tidak memaksa."

Varnie mengangguk mantap. "Tak apa. Tenang saja, aku jauh lebih kuat dari yang kau kira."

Sejujurnya, aku masih ragu. Ini masih awal, aku bisa mundur sekarang, tapi jika mundur apa yang harus aku lakukan? Ini bukanlah dunia yang saling berdampingan, tidak ada cara menghancurkan ruang dan waktu ini sendiri, aku tidak punya kekuatan supernatural seperti itu. Akan tetapi, jika menghancurkan Rubx itu mungkin bisa membuatku kembali ke duniaku, maka hanya itu satu-satunya cara. Selain memikirkan rencana untuk melawan para pendiri itu, aku juga harus memikirkan cara mencari anggota yang mau melawan Rubx.

Kira-kira tiga jam perjalanan, kami kembali beristirahat di tepian sungai sembari mengisi kembali persediaan minuman. Sedangkan untuk makan, Varnie akan memburu hewan yang terlihat normal. Tanganku tidak henti-hentinya memutar rubik, Berusaha menyusunnya seperti semula, berurutan dengan warnanya. Anehnya, tetap tidak bisa. Segala rumus kugunakan, tetap tidak bisa. Jika aku sudah hampir menyelesaikannya, rubik akan terputar dengan sendirinya, lantas kembali teracak.

Setelah cukup mengistirahatkan tubuh, kami kembali melanjutkan perjalanan. Padang rumput luas menyambut kami. Dengan jarak hutan kira-kira seratus meter dari kami. Varnie sudah mengeluarkan pisaunya, kemudian tetap berjalan dia sangat berhati-hati, begitu juga denganku.

Hanya saja, perjalanan tidak semulus itu. Kami dikejutkan dengan babi hutan berkepala dua, dengan empat tanduknya. Aku mengeluarkan tongkat pendek dengan ujungnya yang cukup tajam dan sisi-sisinya yang dihiasi besi seperti mata pisau, layaknya sebuah tombak. Dengan kuda-kuda biasa, aku bersiap di sebelah Varnie, berusaha tidak menghalanginya sedikit pun.

"Babi Sus Duo Merco."

Bahasa latin? Apa percakapan mereka tadi juga bahasa latin? Bukan, meskipun aku kurang tahu bahasa latin, kedengarannya bukan seperti itu. Penulisan di kertas lapuk yang ada di rumah Xrov juga berbeda. tidak terlihat seperti bahasa latin, terlalu banyak garis-garis yang ada di kalimatnya.

"Hati-hati. Dia menyerang dengan gigi-giginya, berhati-hati juga dengan air liurnya, dia bisa melumpuhkanmu. Serang badannya, itu sudah cukup untuk membunuhnya." Varnie melanjutkan ucapannya, membuatku tersadar bahwa ada musuh di hadapanku.

Membunuh? Benar juga, bahkan jika ingin keluar dari sini aku harus membunuh Rubx. Apa itu normal? Mereka hanya ingin hidup, kan? Memakan manusia. Akan tetapi, apa itu benar? Bukan, apa yang harus aku lakukan? Membunuh? Tapi jika tidak membunuh, aku hanya akan dibunuh. Apa yang harus kulakukan? Kenapa sekarang aku ragu? Aku hanya ingin kembali. Itu bukan urusanku jika mereka mati. Mereka juga membunuh manusia. Tidak. Apa yang harus aku lakukan?

RUBIK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang