03. Xrov

85 26 2
                                    

Aku kembali memutar rubikku saat Varnie berhenti di antara dua cabang jalan. Tidak ada petunjuk khusus seperti peta. Baik aku ataupun Varnie, tidak ada di antara kami yang memegangnya. Saat bagian rubik terakhir terputar dengan sendirinya, mata Varnie beralih menuju hutan. Rubikku menunjukkan warna biru vertikal di bagian tengah dengan bagian sebelah kanan berwarna merah.

Ini pertaruhan. Tiga sisi berkata tidak apa, tapi pada dua sisi berbahaya. Jadi bisa saja jalannya memang ini, tetapi aka nada bahaya yang menghampiri kami.

"Varnie, ke arah sini," ujarku pelan setelah berpikir cukup matang atas keputusanku. Mataku tertuju pada Varnie yang masih awas dengan sekitar hutan. Mungkin, karena dirinya sudah mengenal dunia ini, ia tahu akan apa aja yang mungkin menyerang kami.

Varnie menatapku bingung. "Kau yakin?"

Aku mengangguk mantap. Varnie sedikit ragu, tetapi akhirnya ia mulai bejalan menuju arah kiri jalan. Ia cukup banyak berceloteh sejak tadi, tapi tidak ada satu pun dari kalimatnya yang masuk kepikiranku. Maksudku, manusia yang terisolasi di laboratorium dan hanya berbicara pada beberapa orang saja akan memerlukan waktu beradaptasi dengan orang baru.

"Harvel, seperti apa dunia tempatmu berasal?" tanya Varnie tanpa menatapku. Tatapannya fokus ke depan. Ia terlihat seperti manusia yang memiliki indra tajam dan bisa menyadari dari mana musuh akan datang.

Aku menatapnya sebentar, lantas mengalihkan pandanganku pada pepohonan besar. "Aku tidak tahu cara menjelaskannya padamu. Namun, satu hal yang pasti, dunia itu adalah tempat yang luar biasa, dengan teknologi yang cukup maju."

"Teknologi? Apa itu?"

Tanganku menggaruk bagian kepala belakangku. Mataku fokus menatap punggung Varnie yang terlihat kecil. "Aku tidak bisa menjelaskannya."

Varnie menatapku sebentar, lalu mengalihkan pandangannya. "Begitu."

Percakapannya tidak pernah jelas tertuju pada apa ataupun berlandaskan apa. Ia akan bertanya, kemudian menjelaskan hal lain tentang dunia ini. Padahal dunia ini tidak berada di zaman moderen. Jika benar, Varnie pasti akan menggunakan ponsel untuk keluar dari tempat ini, atau kompas sederhana. Tapi tidak ada satu pun barang moderen yang keluar darinya sejak tadi. Katanya, peta ada di dunia ini, tetapi kebetulan ia tidak membawanya.

"Harvel, setelah kau tau semua ini, apa yang akan kau lakukan di sini?"

Kakiku berhenti bergerak, begitu juga dengan Varnie. Ia membalikkan badannya, kemudian menatapku penuh dengan rasa penasaran. Rambutnya berulang kali tertiup angin kecil, mungkin sedikit menghalau penglihatannya, tetapi tatapannya itu tetap tertuju padaku.

"Jika aku tidak bertemu denganmu beberapa jam yang lalu, aku akan menjawab tidak tau. Tapi sekarang, aku akan menjawabnya, bahwa aku akan mencari tahu siapa penyebab aku bisa berada di tempat ini dan menghancurkannya supaya aku bisa kembali." Aku menatap gadis itu dengan yakin. Meskipun aku serba kekurangan, stamina dan informasi, aku akan berusaha keras untuk keluar dari tempat ini dan kembali menemuai dokter Jimmy, perawat Arsela dan orang-orang yang ada di laboratorium. Semoga mereka baik-baik saja.

Varnie terdiam mendengar jawabanku kemudian memalingkan pandangannya. "Rubx adalah De Ax terkuat dari semua De Ax. Dia yang pasti memicu keretakan antar dunia itu. Aku akan membantumu."

De Ax? Aku belum bertanya padnaya tentang sosok berjenis De Ax.

Angin kencang menyapu wajah kami, sesekali suara gesekan air menghantam batu menyambut telinga kami. Mau seperti apa pun percakpannya, kami tetap berada di dalam hutan. Nyanyian burung terus menjadi penanda bagi kami bahwa semua sedang baik-baik saja.

Hanya saja, kenapa gadis bernama Varnie ini bisa seyakin itu jika Rubx atau apa pun itulah namanya yang melakukannya?

Aku menelan ludahku. "Membantu?"

RUBIK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang