15. Tidak Bekerja

23 10 0
                                        

Aku menangkap nyawaku yang sempat hilang sebelumnya. Napasku menderu kencang karenanya. Di sekitarku sangat berisik, bukan karena dipenuhi para De Ax, itu hanya sebuah suara dari Saxphon. Aku mengenal dengan jelas suara itu.

Aroma busuk mulai tersebar, sangat busuk. Di bawahku mayat tergeletak, di antaranya para De Ax dan anggota kelompok Asheera. Terlalu mengerikan. Kepala mereka putus, organ tubuh keluar dari jalurnya.

Aku tidak ingin melihatnya, itu mengganggu isi pikiranku. Rasanya seperti ada yang mau keluar dari perutku. Tidak terlalu lama dalam pikiranku, isi perutku keluar, makanan yang kuhabiskan tadi malam keluar semua. Antara rasa jijik dan kesal, semuanya bercampur. Aku kesal, terlalu kesal sampai-sampai aku tidak bisa berpikir jernih.

Di sebelahku, Varnie, Crane, dan Rhema masih terikat tangan di atas. Tidak ada Asheera. Mereka semua terlelap.

Aku mengalihkan pandanganku, menatap satu De Ax yang sudah terkejut melihatku, ia bergerak cepat, menuju sisi dinding dan menghilang. Aku yakin tempat ini sama dengan sebelumnya, hanya ruangannya yang berbeda. Saxphon tahu, jika tangan tidak ditahan, musuhnya bisa menyerang kapan saja. Terutama Varnie, Crane dan Rhema.

Apa yang harus kulakukan? Ini terlalu beresiko, baru beberapa menit yang lalu kami keluar dari tempat ini, tapi sudah kembali lagi. Asheera pasti ke tempat ini, pasti untuk menyelamatkan Rhema. Hanya saja, bagaimana caraku menahan Saxphon?

De Ax tadi kembali, ia menurunkanku, kemudian bergerak cepat, menyeretku ke sana kemari. Belok kanan, kemudian turun ke bawah tanah. Tubuhku dicampakkan setelah itu. Di hadapanku, Saxphon sudah berdiri dengan tekanan di sekitarnya. Emosinya bagaikan memuncak saat menatapku.

Satu tendangan lepas dari kakinya yang panjang, mengenai kepalaku, membuat pembengkakakkan pada pipiku. Tidak berhenti di sana, Saxphon bergerak lagi, menghantam tubuhku dengan tendangannya, sesekali pukulan juga lepas. Ia sedang melepaskan amarahnya padaku.

Fisikku tidak sebagus Crane, ini sudah melewati batasku.

"Kenapa kau bisa memiliki kekuatan sang mulut manis? Bertahun-tahun kami mempercayai bahwa tidak akan ada keturunan dari sang mulut manis." Saxphon berhenti menendangku, kemudian menatapku dengan rasa kebencian yang tinggi.

Aku mengeluarkan cairan merah dari mulutku, kemudian tersenyum cengir menatap Saxphon. "Siapa yang bilang bahwa aku keturunan sang mulut manis?" Satu tendangan lepas, mengenai ubun-ubunku. Kepalaku terasa mau pecah, semuanya menjadi seperti pudding,bergoyang-goyang tidak jelas.

Ini bukan tentang menjawab pertanyaan Saxphon supaya selamat, ini tentang bagaimana aku bisa aman dari permainan pikirannya. Satu yang kuyakinkan, Saxphon sudah menggunakan kekuatannya, dan itu berefek padaku. Entahlah, rasanya terlalu banyak yang bermain di otakku.

"Kenapa? Kenapa kau bisa memiliki kekuatan sang mulut manis? Kenapa? Kenapa?" teriaknya tidak terima. Suaranya terlalu nyaring, jauh lebih nyaring dari suara Xrov saat meminta diizinkan untuk masuk ke dalam rumahnya.

Kenapa dia sangat ingin tahu? Apa hubungannya dengan sang mulut manis? Memangnya salah jika ada yang memiliki kekuatan sang mulut manis? Karena inilah, aku memerlukan banyak informasi.

Aneh.

"Tidak bisakah kau mati saja, Saxphon?" Saxphon berhenti menendangku, ia menatapku, kali ini jauh lebih mematikan. Saat menatap matanya, seperti ada lubang hitam yang siap menghisapku, membuat udara sekitar terasa sangat.

"Jika saja Jaxword bodoh itu menyadari posisinya, mungkin kau sudah berada di tangan tuan Rubx!" teriaknya cepat.

Aku terbatuk pelan. "Lantas, kenapa kau tidak memberikanku kepada Rubx? Ayolah, berikan saja aku pada Rubx."

"Tidak akan!"

Saxphon, dia mirip seperti seorang anak kecil yang sedang diambil mainannya. Namun, ia sudah mengambil mainan orang lain dan tidak mau mengembalikannya.

Tidak akan? Apa karena dia tahu jika aku memiliki kekuatan sang mulut manis? Kenapa dia sangat ingin tahu? Tunggu...kekuatan sang mulut manis tidak bekerja?

"Saxphon, matilah." Aku kembali bersuara, tapi lagi-lagi tidak ada yang terjadi padanya. Ucapanku hanya memancing ketegangan di antara kami. Suasana semakin berat di sekitarku.

Satu hal yang pasti, kekuatan sang mulut manis tidak bisa digunakan. Apa karena sebelumnya sudah kugunakan untuk meminta bantuan? Apakah itu berarti kekuatan sang mulut manis hanya bisa digunakan sekali dalam satu hari?

Saxphon bergerak, ia menarik bajuku, menyeretku hingga sampai di tempat aku ditahan sebelumnya. Crane dan Rhema sudah tersadar. Hanya saja, Crane dalam keadaan cukup buruk, ia sudah pucat, dengan darah yang terus menetes dari tubuhnya. Dia akan mati jika tidak segera diobati.

"Kami tidak apa-apa, Harvel." Satu kalimat itu sudah cukup. Perlahan, aku memperhatikan mereka dengan jelas, Rhema sedang menyembuhkan Crane.

Hanya saja, di mana Varnie? Dia tidak ada di bawah sini, di atas sana tergantung juga tidak. Varnie bergerak? Dasar bodoh! Seharusnya dia mengerti situasi! Inilah kenapa aku ingin Crane baik-baik saja.

Di mana rubikku? Kenapa semuanya menghilang begitu saja? Pertama kekuatan sang mulut manis, lalu Varnie, sekarang rubikku? Persetan dengan kekuatan, aku lebih membutuhkan rubikku.

"Ah, sialan kau, Saxphon." Aku menarik tubuhku, menjauh dari Saxphon. Tangannya yang lain sudah memegang rubikku. Darah lengket tertempel di sana dengan genggaman kuat yang bisa mengahancurkan rubikku kapan saja.

Aku berdiri dari tempatku, menatapnya dengan rasa muak. Sudah cukup dengan hal ini, aku tidak tahan jika rubikku hancur. Semua kenanganku akan hilang. "Aku tidak akan memaafkanmu jika benda itu hancur. Akan kubunuh kau."

Tubuhku bergerak cepat, mendekati Saxphon dengan emosi yang memuncak. Satu pukulanku lepas, mengenai perut Saxphon, tidak berpengaruh. Aku tahu itu dengan jelas. Kekuatanku tidak setara dengan siapa-siapa, tapi aku tidak akan tahu jika tidak mencobanya. Saxphon menendangku, mengenai telak perutku.

Aku mengeluarkan cairan merah dari mulutku. Tanganku mulai menyeka sisi bibir. Aku menatapnya penuh amarah. Dan ini adalah satu-satunya hal buruk yang terjadi.

Hah, menjengkelkan. Jika saja dua tahun itu berulang kembali, akan kupastikan berolahraga dengan rajin. Harusnya kudengarkan dokter Jimmy lebih cepat. Sekarang aku menyesal sendiri karena terjebak di dunia seperti ini.

Tubuhku bergerak lagi, memukul Saxphon secara babi buta. Aku tidak peduli teknik, aku hanya ingin memukulnya hingga rubikku dikembalikan.

"Mengambil barang orang lain tanpa izin itu tidak sopan, Saxphon."

Sejak awal Saxphon bisa menghindari seranganku, dan melepas satu tendangan. Ia tidak meremehkanku, ia masih bersiaga atas kekuatan sang mulut manis.

Namun, kenapa dia hanya melakukan tendangan? Aku memperhatikannya lebih jeli, dengan satu tanganku yang terus menekan perutku untuk menahan rasa sakit.

Luka? Karena apa? Oh, tentu saja Asheera. Pasti sebelumnya terjadi pertempuran sengit hingga dia bisa terluka seperti itu. Berarti dia hanya bisa menyerang dengan kaki, hanya kaki, aku harus bisa menahan kakinya. Bagaimana caranya? Meskipun hanya menyerang, aku memerlukan senjata.

Sial! Tidak akan ada senjata, serang saja.

Kakiku bergerak lagi dengan cepat, sikuku menekan paha Saxphon yang hendak menendangku lagi. Sebenarnya pertarungan ini tidak sengit. Bahkan jika hanya dilihat sesaat pemenanganya sudah jelas kelihatan. Namun, Saxphon tidak menggunakan kekuatan mulutnya untuk menyerangku.

Kenapa? Kenapa, kenapa dia begitu diam? Sejak tadi dia berisik menanyakan tentang kekuatan sang mulut manis. Kenapa sekarang sangat senyap?

"Kenapa kau sejak tadi tidak berbicara, Saxphon? Apa batas kekuatanmu hanya itu?"

Satu tendangan kembali lepas, jauh lebih kuat dari sebelumnya. Tendangannya mampu membuatku menjauh hingga sekat dinding yang lainnya. Dia gila!

"Apa yang harus dikorbankan selama mantra itu diucapkan, Saxphon?"

Dengan darah yang terus keluar dari dalam mulutku, aku sudah memikirkan rencana gila yang sama dengan cara melawan Jaxword sebelumnya.

***

To Be Continued...

RUBIK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang