24. Rubx

29 8 0
                                    

Meski tubuhku sudah kembali pulih karena penyembuhan dari Zhroo, ini semua tidak apa-apa. Hanya saja, pikiranku tetap saja kacau. Rasanya tidak habis pikir, bagaimana mungkin Varnie bisa seperti ini? Dia terkihat aneh sejak kami berjalan mencari Dixcard. Seharusnya aku memang curiga sejak awal.

Maaf Asheera, kami belum bisa melakukan perpisahan denganmu secara benar. Aku berjanji akan melakukannya dengan benar setelah semua ini berakhir.

"Hari ke berapa, Harvel? Ah iya, memasuki minggu kedua di dunia ini. Cukup lama juga. Mungkin jika aku tidak memberikan celah untuk si pewaris suku elf itu, sampai sekarang kalian pasti masih melawan Dixcard." Varnie bergerak, berjalan pelan ke arahku.

Kakiku mundur selangkah demi selangkah, mengitari lapisan barier berwarna hitam. Diameternya sekitar lima belas meter, cukup luas, tapi bisa dimanfaatkan. Sekarang masalahnya hanya satu, aku tanpa senjata, tanpa penyembuh, itu yang akan mempersulitku.

Varnie berhenti, kemudian menghela napas pelan. Tangannya terangkat ke atas lebar-lebar. "INILAH YANG KAU TUNGGU-TUNGGU HARVEL! TUAN RUBX PERKASA--"

Gadis berambut jamur itu berhenti berbicara. Cahaya keluar dari tubuh Varnie, sangat menyilaukan. Di tengah-tengah tubuhnya terdapat permata berwarna-warni, ada warna kuning, oranye dan merah. Warna merah itu seperti baru ditarik dari arah luar, dari rubik yang tersisa dari tubuh Dixcard.

Cahaya itu semakin menjadi-jadi, kemudian meledak, menyisakan suara nyaring dengan cahaya putih menyilaukan. Aku menutup mata dan telingaku selama sepuluh detik hingga akhirnya suara nyaring itu menghilang.

Lapisan barier hitam berganti warna menjadi putih layaknya ruangan kosong. Tidak ada hutan luas, tidak bisa melihat apa pun sejauh mata memandang. Udara ringan menyapu kulitku, sambil sesekali suara langkah kaki terdengar. Aku tidak bisa menemukan Crane dan Zhroo di tempat ini.

Satu menit berlalu tanpa terjadi apa-apa. Suara nyaring mengelilingi ruangan ini, cahaya putih itu bersinar lagi, kali ini semakin terang, hingga akhirnya suara letupan terdengar. Hanya sebuah suara, tanpa terjadi apa pun pada tubuhku.

Cahaya itu kembali sirna, menjatuhkan kembali tubuh Varnie. Permata yang ada di tengah tubuh Varnie, menghilang. Gadis itu lantas terbangun, lalu melenguh panjang, dan memaki-maki. Varnie berubah, tubuhnya dipenuhi banyak tato ditambah rambutnya yang sekarang seperti laki-laki bukan jamur.

"Rubx sialan! Aku datang dengan damai, tapi kau malah merasukiku? Kalau sampai ayahku tahu--"

"Kalau sampai kepala keluarga Delux tahu, memangnya kenapa?"

Suara berat melintasi telingaku, asalnya tidak tahu dari mana. Ruangan putih ini mulai berubah secara perlahan, berwarna warni seperti rubik. Aku memperhatikan sekelilingku, warna merah adalah dominan, oleh karena itu, di tempat ini pasti sangat berbahaya.

"Hei, kau! Hah, sial!" Dia bukan Varnie yang selama ini berkelana denganku. Dia adalah Varnie yang sebenarnya.

Ia menghela napas kasar, kemudian berjalan cepat mendekatiku. "Kau buta?"

Aku mengalihkan pandanganku, menatap arah yang ditunjukkan oleh Varnie. Dalam satu kedipan, angin kencang menghembus wajahkuku, mengeluarkan aroma-aroma petrikor, dan asap yang mengerikan. Memutar ulang kejadian selama dua tahun ini.

"Harvel? Kamu tak apa, Nak?"

Aku menggeleng pelan, napasku tertahan. "Ibu?"

"Ibu memang bilang membahas hal lain, tapi bukan berarti tidur, loh!"

"Loh? Jadi dari tadi Harvel tidur?"

Ibu menepuk jidatnya, menatapku tidak percaya. "Sebentar lagi bahkan kita hampir sampai di tujuan." Ayah menyaut.

"Astaga! Ayah dan ibu tidak akan percaya ini! Harvel tadi berkelana di hutan dipenuhi monster-monster aneh! Ada yang bermata sebelas, ada yang besar seperti dinosaurus! Ada yang--"

"Harvel, kita tidak berada dalam perjalanan selama dua atau tiga hari, bagaimana mungkin kamu bermimpi sebanyak itu?"

Loh?

Wajah ibu terlihat aneh. Matanya dipenuhi kabut hitam, begitu juga dengan ayah. Suara mereka perlahan menjadi nyaring. Tempat ini? Ah, tempat yang sama saat kecelakaan itu terjadi.

"Ayah, awas!"

BRAK!

Kecelakaan itu terjadi lagi. Kali ini aku menjadi korbannya. Napasku menderu kencang, tubuhku terbang cepat, dan turun menuju hutan dengan ratusan ranting tajam. Di sisi jalanan, sopir truk sudah menatap ke bawah mobil kami yang meledak.

"Kau buta?"

Aku menegakkan kepalaku. Suara Varnie menggema di kepalaku. Ilusi, itu semua ilusi. Ayah dan ibu sudah meninggal dua tahun lalu dalam kecelakaan. Mobil kami jatuh ke dalam jurang, jasad ayah dan ibu tidak ditemukan. Dalam enam bulan pencarian, para polisi menyatakan jasad kedua orang tuaku terbakar dalam ledakan mobil itu. Mereka mana mungkin hidup kembali.

Aku tersadarkan sekarang. Aku dengan cepat bergerak menuju Varnie. "Kau, selama ini berkhianat?" Aku menarik kerah baju Varnie, menatapnya kesal.

Varnie tidak mau kalah, ia juga menarik bajuku, dan mendengkus kesal. "Aku tidak akan pernah bekerja sama dengan siapa pun."

Baiklah, berarti Rubx ada di sekitar kami.

Aku melepaskan Varnie, begitu juga dengannya. Ruangan ini akan berubah dalam dua puluh detik. Dalam jangka waktu seperti itu, bisa saja Rubx akan mengeluarkan ilusi lagi.

"Jika kau mau hidup, kau harus mendengarkanku." Aku kembali membuka suara setelah bolak-balik memutari ruangan warna-warni ini.

"Hah? Tidak akan pernah!"

"Kau akan melakukannya." Aku melepaskan satu pukulan, menghantam tubuh Varnie.

Varnie berteriak keras, turut melepaskan pukulan yang lain. Kakinya tidak tinggal diam, beberapa kali berusaha menendang perutku. "Di mana Rubx?"

"Mana aku tau, sialan! Lepaskan aku!"

Satu pukulan lepas lagi, mengenai tepat di hidung Varnie. Dalam waktu yang sama, tendangan Varnie membuatku terpelanting jauh. Ini masih kurang. Varnie yang ini tetap sama dengan Varnie selama ini, mereka sama saja bodohnya.

Aku lengah. Varnie menarik tubuhku, melemparku ke sana kemari. Ia terus mengumpat, berteriak memanggil Rubx. Sisi atas, hal itu tidak bisa dicapai begitu saja. Aku tidak bisa menghitung berapa tingginya.

Bagaikan tersalurkan listrik, tubuhku kembali berdiri tegak, setelah Varnie mencampakkanku untuk kesekian kalinya. Cahaya hangat mulai menyelimuti tubuhku. Di punggungku, terdapat tali cahaya yang sudah terjulur jauh melewati sela-sela dinding berwarna-warni yang telah bertukar warna lagi.

"Kau dengar aku, Harvel?"

Bagaikan telepati, suara berat Zhroo kembali terdengar. "Ya, aku dengar."

"Bagus. Saat ini, Rubx sedang melawan Crane. Butuh waktu agar bisa mencapaimu dengan tali kehidupan ini. Oh, dan juga, Varnie bersama kami."

Apa? Bagaimana? Bagaimana bisa? Varnie bersama mereka?

Aku kembali terlempar jauh. Varnie yang ada di hadapanku kini tersenyum lebar. Kepalanya mulai mengeluarkan asap, sesekali cairan hitam keluar dari matanya.

Bagaimana mungkin? Semua ini terlalu janggal! Sial!

"Harvel, Rubx menggunakan ilusi. Terlalu sulit mempercayai siapa pun, begitu juga denganku. Ingat apa yang pernah kukatakan dahulu, kau itu genius. Aku yakin kau bisa melewati semua ini. Berusahalah, kami di luar sini juga akan berusaha keras untuk mengeluarkanmu. Oleh karena itu--"

Tali cahaya itu putus saat Varnie berada di belakangku. Dia bukan lagi Varnie. Rambutnya hilang, tubuhnya menjadi lebih kecil dari sebelumnya. Bola matanya kosong layaknya telah kehilangan organnya. Cairan hitam tak henti-hentinya keluar.

Sekarang, bagaimana keluar dari tempat ini? Bagaimana melawan mahkluk aneh ini? Mari berpikir, Harvel.

***

To Be Continued....

RUBIK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang