02. Dunia Lain

131 34 1
                                    

Tubuhku menangkap jiwa yang sempat hilang beberapa waktu lalu. Mataku menatap hutan-hutan yang sangat lebat, dengan aroma tanah menyambut hidungku. Setelah mengumpulkan niat sekejap, aku mulai menggerakkan tubuhku. Kepalaku masih terasa sakit, mungkin akibat benturan karena aku terjatuh tadi. Mataku mulai menjelajahi hal di sekitarku, tidak ada bahaya.

Sudah dua tahun aku berada di laboratorium dokter Jimmy, meskipun bebas keluar masuk, tetapi aku yakin jika laboratorium ini tidak ada hutan di sekitarnya. Bukan, jika pun ada, aku tadi seharusnya tertimpa reruntuhan, tetapi kenapa sekarang tubuhku tidak ada luka, segores pun tidak ada. Meskipun tubuhku terasa sedikit nyeri, ini terasa aneh.

Rubik peninggalan ayahku—yang sebelum aku kehilangan kesadaran bercahaya sangat menyilaukan—masih berada dalam genggaman tanganku. Menunjukkan warna hijau lurus di tengah dengan warna merah di tengah bagian bawah. Aku menatap ke depan, tanah kosong menyapaku. Sisi-sisi pohon yang lebat menghiasi jalanan ini. Tidak terlihat menakutkan sedikit pun. Jika rubikku menyuruh ke arah sana, aku akan ke sana.

Apa ini petunjuk arah? Namun, seharusnya warna hijau semua. Apa yang harus kulakukan sekarang? Kalimat terakhir yang kudengar sebelum kehilangan kesadaran adalah gunakan petunjukku selama ini. selama ini? Aku hanya bergantung pada dokter Jimmy.

Rubik?

AKu menatap rubik yang ada pada genggamanku. Sejak awal rubikku adalah penunjukku. Menetap di laboratorium dokter Jimmy juga petunjuk dari rubikku. Dokter Jimmy yang merupakan sahabat ayah, dia lebih tahu pasti apa yang terjadi padaku. Kakiku berdiri tegak dari tempatku, berjalan pelan menuju arah yang ditunjukkan tadi. Aku tidak peduli lagi, ini yang ditunjukkan rubikku, lebih baik berjalan saja. Aku pasti akan baik-baik saja selama mengikuti instruksi dari rubikku.

Lima menit berjalan dan aku mulai merasaka keanehan. Ini adalah hutan, siapa pun pasti tahu hal itu jika melihatnya secara langsung. Pohon membentang di mana-mana, serangga-serangga sejak tadi berkeliaran mengeluarkan suara khas milik mereka, atau bahkan ada kelinci yang melompat-lompat sejak tadi. Aneh, tidak ada suara burung. Meskipun sejak tadi serangga berlalu lalang, tetapi suasana ini adalah yang paling sunyi daripada hutan biasanya. Tidak mungkin semua burung di sini melakukan migrasi.

Aku kembali mengotak-atik rubikku, memutarnya secara aksen, kemudian memutar bagian atas ke kiri. Aksi singkat itu membuat rubikku memutar dengan sendirinya, lantas dalam tiga kali putaran, rubikku berhenti, lantas menghasilkan warna merah yang berbentuk vertikal di tengah, dan horizontal di bagian atasnya. Meskipun tidak ada maknanya, tapi aku yakin warna merah itu pertanda buruk.

Tidak jauh dariku, suara entakan kaki sangat keras mulai menuju ke arahku. Aku menyingkir dari jalanan, bersembunyi di antara semak-semak. Suara entakan kaki itu semakin keras, hingga akhirnya kaki-kakiku itu mencapai titik mataku bisa melihatnya. Kaki itu terlihat lebar, dengan warna coklat kehijauan ditambah kuku-kuku yang panjang. Suara napas yang keluar sangat keras, sesekali air liur berjatuhan di tanah. Aku berusaha menahan napasku supaya tidak mengeluarkan suara yang berlebihan karena panic. Aku bergerak pelan ingin menjauhi mahkluk itu. ini terlalu bahaya!

Hanya saja, sepertinya dewi Fortuna tidak ingin menolongku. Tiba-tiba saja leherku dicekik oleh tangan yang sangat panjang. Kuku-kukunya yang tajam seperti pisau hampir menggores kulitku. Ia menarikku keluar dari semak-semak, menatapku dengan belasan mata di kepalanya. Telinganya sangat panjang, jauh lebih panjang dari elf atau kurcaci di buku dongeng, panjangnya hampir menyamai ukuran pundaknya sendiri. Lehernya juga sangat panjang, tubuhnya jauh lebih besar dari yang kupikirkan. Layaknya sosok troll.

Cekikannya semakin erat, membuatku kehilangan banyak oksigen untuk bernapas. Tanganku tidak bisa diam sejak tadi, berusaha mencakar tangan yang mencekikku. Namun, cakaranku mungkin hanya terasa seperti gigitan semut pada kulit gajah. Jika ia terus mencekikku, aku akan mati.

RUBIK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang