Tepat saat tengah malam, di mana semuanya tengah terlelap dan hanya beberapa yang berjaga, penginapan atau markas kami diserang. Awalnya tidak ada yang menyangka, karena di luar sana sangat tenang. Namun, semuanya tersadar saat api penjaga mati.
Api penjaga adalah sumbu sihir api yang dibuat oleh Grava sehingga mengetahui bahwa di luar sana sedang aman atau tidak. Grava membangunkan kami semua, membuat kami terjaga dan segera mengemasi barang-barang yang penting.
Tanganku kembali mengotak-atik rubik sembari berlari mengikuti lorong bawah tanah dengan Grava yang memimpin. Aku tidak bisa berlari lebih lama lagi, ini terlalu melelahkan. Mataku mendapati rubikku yang berputar sendiri sebanyak tiga kali dan menghasilkan warna merah dengan sudut kanan berwarna hijau. Ini sangat gawat. Apapun yang kami lakukan, pasti yang menyerang kami akan menangkap kami. Aku menatap Crane, menggeleng kuat.
"Grava, segera bersembunyi. Kau tidak berhak terkena masalah seperti ini," ujar Crane, berhenti dari larinya. Napasnya menderu kencang, begitu juga dengan Grava, Varnie dan aku.
"Tenang saja, kau sekutu kami, akan kami pastikan kau aman. Segeralah bersembunyi," tambah Varnie.
Setelah beberapa keyakinan lagi, Grava berlari sangat cepat meninggalkan kami, bahunya menghilang saat berbelok tajam ke kiri. Crane menyiapkan senjatanya, begitu juga dengan Varnie. Napasku menderu kencang, menunggu sosok yang muncul dari balik belokan.
Hany saja, kami yang sudah bersiap, sangat tidak beruntung. Satu pukulan mendarat di tubuh Varnie. Tidak ada yang bisa menebak dari mana asal serangan itu. Crane tumbang setelah itu. Aku menjaga tengkuk belakangku, sembari memperhatikan siapa yang menyerang.
Aneh, saat serangan itu terlepas, seperti tidak ada tubuh yang mendekat ke kami. Aneh saja, meskipun sangat cepat, seharusnya kami bisa melihat serangan atau orang yang melakukan serangan itu. Di mana?
Tepat saat tersisa aku di antara kami bertiga, sosok yang menyerang itu muncul. Kakinya panjang sekali, pundaknya terlihat membungkuk. Keempat matanya yang sipit menatapku tajam, dengan telinga yang mirip dengan telinga elf. Mulutnya kembali terbuka, mengeluarkan bahasa asing. Aku tidak paham dengan bahasa itu, tapi yang pasti itu adalah-
"Majaiasteru."
BRUK!
***
Napasku menderu kencang saat terbangun, detakan jantungku tidak teratur. Kami disambut dengan para De Ax yang sudah menjaga kami satu persatu. Senjata mereka mengacung pada kami. Di sebelahku Varnie sudah menatap ke depan dengan rasa kesal, itu sudah tabiat dia sejak dulu. Sedangkan Crane, terus menutup matanya, tetap tenang. Mereka dalam kondisi seperti biasa.
Tangan kami tergantung ke atas, menyisakan bagian bawah yang terbebas. Jika aku, pasti tidak bisa melepaskan ikatan ini, tapi lain cerita dengan Varnie dan Crane. Mereka pasti sudah memikirkannya, Bukan, Crane pasti sudah memikirkannya. Kami di sarang musuh, tidak bisa bergerak sembarang. Kami tidak tahu ada berapa jumlah bawahan De Ax yang dimiliki Saxphon.
"Aku tidak menyangka ada yang bisa menghalangi seranganku. Sepertinya sisa-sisa Jaxword mengatakan kebenarannya, bangkitnya sang mulut manis." Sosok De Ax tinggi yang kulihat terakhir kali sebelum kehilangan kesadaran, kini muncul di hadapan kami. Dia jauh lebih tinggi jika dilihat lebih dekat seperti ini. Ia tidak mengeluarkan aroma aneh, ia tanpa aroma.
Crane di sebelahku tertawa pelan. "Kita semua tahu ramalan itu. Tidak akan ada pewaris sang mulut manis-"
Satu benda tajam nyaris melukai Crane, bukan, tipis mengenai Crane. Sedikit darah mengalir dari pipinya. Itu bukan benda tajam, melainkan tangan Saxphon. Tangan yang mirip sekali dengan milik Xrov. Hanya ada dua, namun dua tangan itu bisa berpecah belah lagi menjadi tentakel.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUBIK [TAMAT]
Fantasi⚠Mengandung Kata Kasar dan Kekerasan⚠ Kehidupan itu singkat, sesingkat saat aku menyadari jika aku telah ditinggalkan oleh banyak orang. Suatu hari, terjadi keretakan di seluruh dunia. Tidak hanya ruang, namun juga waktu, membawaku ke dunia yang ant...