13. Bantuan

24 14 0
                                    

Kami semua terlepas dari ikatan para musuh. Ketinggian dari tempat yang dihancurkan sekitar sepuluh meter. Sisi-sisi dinding cukup keras, berbeda dengan markas Jaxword. Beberapa De Ax yang kaget akan penyerangan tiba-tiba itu perlahan berdiri, menatap musuhnya yang bisa kabur kapan saja.

Kira-kira lima menit untuk salah satu dari kami keluar dari tempat ini, tidak, itu hanya untukku. Varnie bisa bergerak lincah, pasti hanya butuh beberapa detik. Bagaimana dengan Crane? Dia sudah terluka sebelumnya, ditambah menolongku tadi, lukanya pasti semakin parah.

Rubik! Di mana rubikku?

Crane menarik lenganku, memberikan rubikku. Keringat yang sejak tadi keluar dari tubuhnya, kini sudah membanjiri bajunya. Napasnya sejak tadi tidak beraturan, dia tidak setenang seperti sebelumnya. Luka itu benar-benar menyiksanya. Ia bisa mati kekurangan darah jika begini terus.

Jari-jariku kembali memutar rubik, memutarkan bagian kiri ke kanan, kemudian memutar bagian atas ke bawah. Nyangkut, tetapi rubik tiba-tiba terpitar dengan sendirinya, menyisakan warna hijau yang penuh kecuali bagian atas dan bawah yang diisi oleh warna merah dan tengah yang diisi warna putih. Tidak terlalu buruk, setidaknya yang datang adalah bala bantuan. Namun, siapa?

Crane sudah menghilang dari sebelahku, membantu Varnie yang sejak tadi menyerang para bawahan Saxphon. Kami tidak melihat Saxphon di mana-mana. Itu jauh lebih berbahaya. Aku tidak bisa membiarkan mereka dipenuhi luka sekarang, terlalu bahaya.

Aku menghela napas sejenak. "Varnie! Crane! Kita keluar dari sini, sekarang!" Teriakanku cukup mencapai mereka.

Tubuh Varnie bergerak cepat, memanjat sisi dinding tanah. Sedangkan Crane, bergerak, tidak terlalu cepat, tetapi bisa melewati beberapa halangan. Kakiku tidak terlalu buruk, meskipun baru beberapa pergerakan yang aku lakukan, ini sudah cukup membebaniku.

Crane menggapaiku, menarikku hingga jauh lebih di atasnya. Tanganku kembali terulur, menarik Crane dengan tubuhnya yang jauh lebih besar dariku. Itu sudah cukup membantuku bergerak. Kira-kira tiga menit, dengan beberapa De Ax yang sesekali menyerang, kami berhasil keluar dari persembunyian Saxphon, tentunya tidak lepas dari luka.

Varnie menarikku, membawaku berlari menjauh dari persembunyian Saxphon. Saxphon masih tidka terlihat di mana pun. Mataku jelalatan mencari keberadaannya, tapi hasilnya nihil.

Di mana dia? Aku lebih khawatir jika Saxphon mengikuti kami. Sial! Tubuhku yang sudah sempoyongan terus berlari, ditarik oleh Crane ataupun dengan Varnie.

Kami berhenti saat sudah mencapai bagian dalam hutan. Napas yang tersengal, sambil sesekali terbatuk karena rakus terhadap oksigen. Crane mengoyak bajunya, mengikat kain bajunya itu di lukanya, sesekali ia meringis menahan rasa sakit terhadap aktivitas yang ia lakukan sendiri.

Varnie kembali dalam mode siap menyerang, begitu juga dengan Crane, pedang panjang nan besarnya itu sudah bersiap ke depan. Aku masih dalam kondisi yang sama, mengistirahatkan otot-otot dan emosiku.

"Kami tidak bersenjata, jatuhkan senjata kalian." Mata Varnie mengelilingi sisi hutan, kemudian menatap sosok yang muncul dari balik pohon dengan batang yang ramping.

Sosok itu mirip dengan De Ax, bukan dia bukan De Ax. Mereka berdua, yang satunya pendek, dan yang satunya sedikit lebih tinggi. Mereka melepas topeng dengan sebelas lubang. Menampakkan sosok dengan rambut berwarna putih, mata berwarna emas. Telinga mereka panjang, seolah menandakan bahwa mereka dari suku elf.

"Sedang apa para elf ke tempat seperti ini?" Crane menyimpan senjatanya, kemudian mendekati dua orang yang baru muncul. Varnie masih dalam mode siaga meski senjatanya tidak lagi menodong ke depan. Aku yang sejak tiba di dalam hutan duduk, kembali berdiri.

RUBIK [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang