Selamat Membaca
****
"Maaf," ucap Cakra sangat lembut. Cakra melepaskan pelukan tersebut dan berpindah posisi menjadi berjongkok di hadapan sang gadis yang lebih tua, kemudian langsung menggenggam kedua tangannya.
Cakra menatap setiap inci wajah wanita yang ada di depannya dengan teliti. Bibir pucat dan mata yang sayu, namun tetap terlihat sangat cantik di mata Cakra Buana. Pemuda itu mengelus pipi wanita yang ada di hadapannya dengan penuh kasih sayang.
"Maaf baru sempet ke sini," ucap Cakra. Lalu menyelipkan anak rambut wanita tersebut ke belakang telinganya.
"Kakak kira kamu nggak baca pesan yang Kakak kirim waktu itu. Atau emang nggak dibaca?" tanya wanita itu. Cakra tersenyum melihat wajah wanita itu yang sedikit muram.
"Dibaca kok, mau main ludo sekarang?" tawar Cakra mengingat pesan yang kemarin dikirim melalui ponselnya.
"Nanti deh, Kakak mau makan sambil disuapin Adik kesayangan yang paling tampan dulu." Cakra tersenyum mendengar perkataan itu, hatinya sedikit menghangat.
"Boleh, let's go kita makan!"
Fransisca Buana putri sulung dari Geonino dan Ana. Kakak kandung dari Cakra Buana, yang mengidap penyakit kanker paru-paru sejak kecil. Seiring berjalannya waktu, kini penyakit yang diidapnya sudah sampai stadium empat. Dengan kondisinya yang sudah sangat parah, Sisca menyadari hidupnya tidak akan lama lagi. Wanita itu sama sekali tidak takut untuk mati, yang dia takutkan adalah meninggalkan Cakra bersama ibu kandungnya.
Sisca masih menjalankan pengobatan kemoterapi hingga kini. Tapi dengan begitu bukan berarti dirinya akan sembuh total, itu tidak mungkin terjadi. Ana merawat Sisca dengan baik, dan selalu menemaninya setiap menjalani pemeriksaan dan pengobatan. Sementara Geo, beliau yang menanggung semua biaya tersebut.
"Kak Sisca kangen deh sama Papa," ucapnya disela kegiatan makannya. Cakra tersenyum hampa.
"Cakra juga, mau telpon Papa?" tawar Cakra dan Sisca langsung menggeleng.
"Jangan, tadi sebelum kamu dateng. Kak Sisca habis telponan sama Papa," jelas Sisca.
"Papa yang menelpon?" Sisca menganggukkan kepalanya.
"Iya, Papa nanyain kondisi Kakak kayak biasa." Pasalnya Geo masih sering menghubungi kedua anaknya, entah Sisca ataupun Cakra. Walaupun hanya sekedar lewat telepon suara namun itu sangatlah penting dan sangat berharga bagi Geo, untuk mengetahui bagaimana keadaan darah dagingnya.
"Tadi pas Mama pergi katanya pulang agak malam," tutur Sisca. Cakra hanya diam tanpa berekspresi.
Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, kini jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Cakra beranjak dari duduknya dan melihat Sisca yang sudah terlelap di atas ranjang empuknya, wanita itu tertidur setelah menghabiskan waktu bersama Cakra dengan mengobrol dan bermain ludo seperti apa yang dia inginkan. Cakra meraih jaket dan langsung memakainya, kemudian mengecup kening sang Kakak lama dan beranjak pergi dari sana.
"Mau pergi kemana lagi kamu putra Buana?" tanya Ana tiba-tiba saat Cakra ingin keluar dari pintu utama rumah tersebut. Ternyata Ibunya sudah pulang, Cakra membalikkan badannya.
"Bukan urusanmu," jawab Cakra.
"Sudah malam Cakra, sebaiknya kamu kembali ke kamar." Seorang pria paruh baya datang menghampiri mereka berdua. Cakra menatapnya datar.
"Jangan mengaturku kau bukan siapa-siapa," jawab Cakra dengan wajah datar kepada suami kedua ibu kandungnya tersebut.
"Cakra dia Ayahmu!" bentak Ana marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRA [On Going]
Teen FictionCakra Buana ketua geng motor LASKAR, dengan berbagai cerita dan tragedi yang dialami, sehingga mengancam sampai bahkan merenggut nyawa. Cerita yang cukup manis dan menyenangkan karena dibumbui kisah asmara anak remaja, dan juga dengan berbagai leluc...