《17》Pecundang

43 32 9
                                    

Selamat Membaca

****

Cakra membelah jalan raya yang cukup ramai dengan mengendarai motornya. Waktu menunjukkan pukul setengah sembilan malam, pemuda itu tengah bergegas menuju rumah sakit Citra Damai untuk melihat keadaan Arjuna. Cakra baru kembali dari kantor polisi sekitar pukul empat sore tadi, setelah itu ia pulang untuk membersihkan diri dan beristirahat sejenak. Sembari terus memikirkan apa yang sudah terjadi di sekolah.

Pemuda itu berjalan menuju ruang rawat Arjuna. Ali sudah memberitahu Cakra lewat pesan yang dikirim pada ponselnya. Cakra langsung menghampiri Ali, Aleno dan Bima yang ada di sana. Atensi ketiga pemuda itupun langsung teralihkan kepada Cakra yang baru saja datang.

"Nih, gue tahu kalian belum pada makan." Cakra memberikan sekantong tiga porsi nasi goreng, dan langsung diterima oleh Bima. Cakra mendudukkan dirinya di sebelah Ali.

"Gimana keadaan Arjuna?" tanya Cakra, pemuda itu tidak bisa berhenti memikirkan Arjuna karena khawatir.

"Pas gue sama Gara baru dateng, Arjuna langsung dibawa ke IGD buat dapat penanganan darurat. Dua jam kemudian dokter keluar dan bilang kalau luka tusukan di perut Arjuna itu membuat pendarahan yang lumayan banyak, jadi kata dokter Arjuna butuh donor darah. Untungnya pas itu bu Friska udah dateng ke sini, dan golongan darah mereka sama. Jadi tanpa pikir panjang bu Friska langsung mendonorkan darahnya buat Arjuna," jelas Aleno panjang. Cakra hanya diam fokus mendengarkan.

"Terus gimana keadaan Arjuna sekarang?" tanya Cakra lagi.

"Kata dokter udah lebih baik, kita tinggal nunggu Arjuna sadar aja." Aleno sedikit menundukkan kepalanya. Ali yang ada di sebelah Aleno menepuk pelan pundak pemuda itu untuk memberikan kekuatan.

"Jadi Arjuna masih belum sadar sampai sekarang?" Aleno mengangguk sebagai jawaban. Cakra menghela nafas berat, semoga temannya itu cepat tersadar.

"Terus sekarang bu Friska ke mana?"

"Kita suruh pulang buat istirahat, besok bakalan ke sini lagi." Itu Ali yang menjawabnya. Cakra mengangguk mengerti.

"Raymond sama Gara?" tanya Cakra lagi, karena dari tadi pemuda itu belum melihat keberadaan mereka berdua.

"Ray nganterin Zee pulang. Soalnya tadi Zee sempet ke sini sendiri," jawab Ali.

"Kalau Gara kita nggak tahu, dia tiba-tiba ngilang pas Arjuna lagi di IGD." Aleno menjelaskan. Cakra menautkan kedua alisnya, kemana pemuda itu? Tiba-tiba menghilang.

"Nggak ngasih kabar?" tanya Cakra. Aleno menggeleng.

"Nggak, chat gue aja masih belum dibales. Gue telpon juga nggak diangkat," kata Aleno. Cakra menaikkan sebelah alisnya.

"Tumben banget, tiba-tiba ngilang begitu aja." Aleno mengangkat kedua bahunya acuh saat mendengar penuturan Cakra.

"Gue tadi dibawa ke kantor polisi," ujar Cakra tiba-tiba mengganti topik pembicaraan. Dan berhasil mendapat tatapan tajam dari mereka, tentu saja ketiga pemuda itu terkejut mendengarnya. Apa Cakra telah melakukan suatu kesalahan sampai dibawa ke kantor kepolisian? Pertanyaan itu terngiang-ngiang di ketiga kepala pemuda tersebut.

"Ngapain?" tanya Bima sedikit panik.

"Buat jadi saksi kejadian tadi pagi di sekolah," jelas Cakra. Ketiga pemuda itupun langsung bernafas lega.

"Besok polisi juga bakal ke sini buat lihat keadaan Arjuna sebagai korban. Polisi juga udah ngamanin pisau yang Kevin pakai buat nusuk Arjuna waktu itu, sebagai barang bukti."

"Terus anak-anak BIP sama Avior yang terlibat gimana?" tanya Bima.

"Mereka masih di kantor polisi untuk sementara waktu. Tapi, mereka semua bakal dibebasin lagi kecuali Kevin. Polisi udah mutusin buat nahan Kevin di penjara karena terbukti bersalah. Sedangkan Bara, dia sama kayak anak-anak yang lain. Polisi bakalan mengembalikan mereka ke sekolahnya," jelas Cakra.

CAKRA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang