Selamat Membaca
****
Suasana di tempat pemakaman hari ini tampak ramai, karena jenazah yang baru saja selesai dikuburkan. Berkali-kali pernyataan belasungkawa diterima oleh Arga dan Devi dari orang-orang yang datang bertakziah di pemakaman putranya. Kepergian Dewa membuat orang-orang yang mengenalnya merasa kehilangan untuk selama-lamanya. Termasuk Cakra, Gara dan Vyo begitupun kedua orang tua Dewa yang kehilangan anak semata wayangnya, begitu terpukul melihat kepergian Dewa yang ternyata mendahului mereka.
"Kami turut berdukacita ya Tante, atas kepergian Bang Dewa. Semoga Bang Dewa tenang di sana," ucap Ali turut sedih atas kepergian Dewa. Dan juga para anggota Laskar yang lainnya.
"Terima kasih Nak," balas Devi dengan senyum yang dipaksa. Hati wanita paruh baya itu masih belum bisa menerima kepergian sang putra.
Setelah selesai menghadiri acara pemakaman Dewa, satu persatu mereka pergi dari sana. Termasuk kedua orang tua Dewa yang memilih untuk kembali ke rumah, dan berusaha mengikhlaskan kepergian anaknya. Meskipun itu sangat berat bagi mereka. Hanya tersisa beberapa orang yang berada di makam Dewa, yaitu Cakra yang masih berdiri tegap di samping gadis yang berjongkok. Sembari mengelus-elus nisan yang bertuliskan nama 'Sadewa Abimanyu Bin Arga Abimanyu' di sana. Dan juga ada Gara yang masih terdiam sembari berjongkok di seberang mereka berdua.
"Gue janji bakal jagain Cakra, dan nggak akan musuhan sama dia Wa. Apapun yang terjadi," ucap Gara yang dapat di dengar oleh Vyo dan juga Cakra yang masih ada di sana.
"Jadi lo harus tenang di sana," lanjut Gara. Sedangkan Vyo masih diam dan mengelus-elus nisan tersebut dengan wajah yang terlihat sedikit pucat.
"Gue antar lo pulang Vy," ujar Cakra tiba-tiba. Vyo bangun dan menatap Cakra datar.
"Nggak usah gue bisa pulang sendiri," tolak Vyo. Cakra menghela nafas pelan.
"Gue juga masih pengen di sini," lanjut Vyo lalu mengalihkan pandangannya kembali ke arah makam mendiang Dewa.
"Biarin Bang Dewa istirahat di sini. Sekarang lo pulang, istirahat. Muka lo pucat Vy," ujar Cakra lagi. Gadis itu menoleh ke arah Cakra lalu kembali berjongkok dan mengelus nisan milik mendiang Dewa.
"Gue pamit Wa, nanti gue datang lagi ke sini." Vyo berdiri dan berbalik menghadap Cakra yang sedang menunggunya, gadis itu menatap wajah Cakra datar. Pemuda yang ditatap pun langsung meraih tangan Vyo lalu mengajaknya untuk pulang. Dan gadis itupun hanya menurut serta mengikuti Cakra dari belakang. Tak lama kemudian Gara pun ikut menyusul pergi dari sana.
Motor Cakra berhenti tepat di depan kediaman keluarga Adijaya. Vyo langsung turun dari motor Cakra, dan berdiri tepat di hadapannya.
"Makasih," ucap Vyo kepada Cakra. Tidak seperti reaksi biasanya dari seorang Cakra yang sangat senang sekali berbasa-basi dengan Vyo, kali ini pemuda itu hanya mengangguk sebagai balasan. Lalu kembali menjalankan motornya dan pergi dari kediaman keluarga Adijaya.
***
Cakra memarkirkan motornya di basemant. Pemuda itu mewurungkan niatnya untuk pulang ke rumah dan bertemu dengan sang Kakak, yaitu Sisca. Cakra merasa emosinya kini sedang tidak stabil, dan berakhir memilih kembali ke apartemen untuk menenangkan diri. Pemuda itu masuk ke dalam apartemennya dan langsung pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai pemuda itu langsung mengenakan pakaiannya, dan berjalan menuju balkon dengan membawa sekotak nikotin yang masih utuh beserta pematik api yang sepertinya terlihat baru. Cakra mendudukkan dirinya pada kursi yang ada di sana, dan mulai mengapit sebatang nikotin di antara kedua jarinya. Cakra meraih sebuah pematik api dan langsung menyalakannya. Tak lama kemudian, terlihatlah kepulan asap putih yang keluar dari mulut pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAKRA [On Going]
Fiksi RemajaCakra Buana ketua geng motor LASKAR, dengan berbagai cerita dan tragedi yang dialami, sehingga mengancam sampai bahkan merenggut nyawa. Cerita yang cukup manis dan menyenangkan karena dibumbui kisah asmara anak remaja, dan juga dengan berbagai leluc...