Siang membawa terik yang membanggakan sinar mentari. Angin sepoi dan rindang pepohonan seolah tak mampu menahan suhunya. Panas, membuat keringat muncul menghias tubuh.
Begitu halnya Nanon. Si lelaki dengan senyum manis itu tengah duduk di ruang tamu rumah sang Oma dengan undangan bekas di tangan yang dialih fungsikan sebagai kipas. Bukan hanya panas, namun Nanon juga merasa lelah. Pasalnya baru satu jam yang lalu ia kembali ke rumah setelah mengikuti Ohm ke ladang untuk mengirim makanan bersama Mac.
"Oma mau kemana?" Tanya Nanon heran saat sang Oma keluar rumah melewatinya dengan pakaian yang sudah rapi.
Sang Oma menoleh. "Mau ke kota beli bibit sama pupuk padi buat besok."
Nanon mulai bangkit dari duduk nyamannya. "Sama siapa? Naik angkot?"
"Sama Nak Ohm, biasa."
"Lah, Mas Ohm-nya mana?"
"Tuh, lagi ngeluarin motor dari garasi."
Mendengar penjelasan sang Oma Nanon sontak melongokkan kepala ke arah garasi di samping rumah. Benar saja tampak Ohm yang tengah menuntun motor Vario hitam ke luar halaman.
Nanon merasa sulit berkedip sejenak. Ohm Pawat yang dilihatnya kini berbeda dengan Ohm Pawat yang dilihatnya tadi pagi. Pakaian lusuh seragam dinas ke kebunnya sudah berganti menjadi kemeja pendek yang sederhana namun pas dikenakannya. Begitu pula tatanan rambut klimis yang dinaikkan ke atas menampakkan dahi mulusnya. Nanon yakin Ohm memakai gel rambut kali ini.
Mengikuti langkah Oma Wira yang keluar lebih dulu, Nanon menemukan satu eksistensi lagi menunggu di kursi teras. Mac, si bocah kecil favoritnya.
"Eh, Mac mau ikut juga ya?" Sapa Oma Wira ramah pada si kecil.
Namun Mac menggeleng. Rautnya mendadak lesu menatap mainan mobil-mobilan di tangannya.
Ohm yang baru saja selesai memanaskan motor ikut mendekat. "Kalau Mac saya titip di sini aja boleh nggak Bu? Biar main sama Bibi."
"Kok sama Bibi? Kan ada aku, sama aku aja deh Mas." Pekikan semangat dari Nanon mengundang atensi ketiga lainnya.
Mac yang jadi topik utama sudah mengulas senyum kemenangannya.
"Takut ngerepotin kamu nanti, Non." Segan Ohm.
"Loh kenapa? Nggak ngerepotin kok, aku malah seneng main sama Mac. Iya kan Mac?"
Si bocah mengangguk semangat.
"Udah lah Ohm, biarin Mac dijaga Nanon aja. Lagian nanti kalau kita sampe sore kan si Bibi udah pulang juga." Saran Oma Wira.
Ohm mau tak mau menyetujui dengan anggukan. Apalagi melihat antusiasme sang anak yang sedang menatap Nanon. Ohm tersenyum dibuatnya.
Mac tipe anak yang sulit berbaur dengan orang asing. Bahkan dengan tetangganya saja ia masih sering takut bila disapa. Namun dengan Nanon berbeda. Si lelaki manis nampaknya mampu menyusup di ruang hati sang bocah.
"Kalau gitu ayo berangkat, Ohm. Nanti kesorean kalau nggak buru-buru." Ajak Oma Wira.
"Iya, Bu."
Tak langsung menuju tunggangannya, Ohm sempatkan berpamitan pada sang anak.
"Jangan nakal, ya. Nggak boleh rewel nurut sama Kak Nanon. Ayah sebentar doang kok." Rembut tebal Mac diusap sayang.
"Iya, Yah, tenang aja. Ayah nggak boleh khawatir sama aku."
Lalu beralih menatap Nanon dengan senyuman. "Nitip Mac ya, Non. Kalau nakal dijewer aja."
"Iya, Mas. Mas juga hati-hati di jalan, ya. Nggak usah ngebut. Titip Oma."
KAMU SEDANG MEMBACA
KISS OF HEAVEN (OhmNanon)
FanfictionTakdir membawa tajuk hubungan mereka dalam satu garis yang tak disangka-sangka. Namun bisakah mereka tetap bertahan jika rasa bersalah datang jadi dalang utama? Kisah seorang mantan artis yang terjebak situasi bersama seorang duda. Berhias bimbang...