Chapter 33

3.9K 589 126
                                    

Vote dulu kali ah ;)











Detak jarum jam di dinding yang merangkak menuju pagi tak membuat Nanon nyaman dalam lelapnya. Sejak empat jam lalu berniat tidur, sampai sekarang matanya tak bisa diajak kompromi. Ia gelisah. Satu atensi mengganggu di kepalanya.

Maka di sini-lah si manis sekarang. Berdiri kaku di depan kamar Ohm yang tertutup rapat. Tangan kanannya diangkat, mengepal di udara. Bermaksud mengetuk, namun ragu merasuk mengacau pilihannya.

Beberapa detik terlewat dalam posisi yang sama. Hampir Nanon menurunkan jemarinya ketika suara knop pintu yang dibuka dari dalam membuat tubuhnya sedikit terlonjak ke kebelakang.

"Loh, Nanon?" Suara serak si pemilik kamar tak kalah kaget mendapati Nanon berdiri di depan kamarnya.

"E..eh, Mas. Aku... mau ambil minum. Iya, mau ke bawah ambil minum." Jawab Nanon gugup dengan garukan kecil di pelipis kanan.

Lelaki di hadapannya mengulas senyum tampan. "Kebetulan dong, saya juga mau minum ke bawah."

Si manis berkedip polos. Mengikuti Ohm di belakangnya setelah mendapat kode lambaian tangan dari si tampan. Sama-sama berjalan pelan ke arah dapur.

"Malem-malem jangan minum dingin." Suara Nanon menghentikan gerakan Ohm yang sudah akan membuka pintu kulkas.

"Aku buatin teh aja ya? Mas duduk dulu." Lanjut Nanon menyalakan kompor setelah menempatkan panci kecil berisi air di atasnya.

Sedangkan Ohm hanya menurut saja. Duduk menunggu di meja makan dengan raut agak keheranan dengan sikap Nanon. Bukannya biasanya jika orang terbangun tengah malam dan merasa haus maka air putih adalah pilihan utama? Kenapa harus teh segala? Entahlah, Nanon.

Hanya mendidihkan kurang lebih 500 ml air, tak butuh waktu lama sampai Nanon menyusul ke meja makan dengan dua cangkir teh yang masih mengepul asap hangat.

"Diminum, Mas."

"Makasih, ya."

"Hm." Nanon mengangguk sembari menyesap tehnya. "Oh iya, Mas kok kebangun kenapa? Cuma haus aja?"

Yang ditanya meletakkan cangkir tehnya sebelum menjawab. "Saya belum tidur dari tadi sebenernya."

"Loh, kenapa?"

"Beres-beres barang saya yang mau saya bawa besok, sekalian beresin kamar. Nggak enak kalau ninggalin kamar berantakan."

Nanon sempat diam sepersekian detik. Kebingungan mencari kata untuk mengungkapkan isi hatinya. Hal yang membuatnya terjaga juga, sama tak memejamkan mata.

"Non? Kok ngelamun? Ngantuk ya?" Tanya Ohm menggoyangkan tangan di depan wajah Nanon.

Yang lebih kecil menggeleng. "Eh, nggak Mas. Aku cuma ...... kepikiran."

"Kepikiran apa?"

"Mas apa nggak bisa nggak usah nurutin Oma pulang ke desa?" Nanon merutuk dalam hati atas kalimatnya yang terkesan mengekang, padahal bukan siapa-siapa.

Kata siapa? Nanon majikannya Ohm kan? Pantas kalau Nanon tak ingin Ohm pulang kan? Karena Nanon yang menggajinya? Bukankah wajar?

"Kasihan Bu Wira, Non. Beliau lagi butuh banget bantuan saya."

"Kan ada Om Sasin??"

"Pak Sasin nggak pernah berhubungan langsung sama tengkulak yang beli hasil panen lahan."

"Oma?"

"Bu Wira kan sakit."

Tak sadar bibir Nanon sudah dimajukan, gestur andalan si manis ketika merajuk. Membuahkan senyum tipis di wajah yang lebih tua.

KISS OF HEAVEN (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang