Chapter 40

4.5K 573 70
                                    

Vote, follow, baca. Jangan di-skip.









Tetes embun masih membasahi dedaunan di sekitaran desa. Sisa gerimis semalam juga masih terasa, terutama jalanan berdebu yang berubah becek serta licin di beberapa bagian. Meski hanya gerimis namun intensitas yang kerap serta lumayan lama membuat dampaknya tak jauh beda dengan hujan deras.

Nanon yang baru saja kembali dari arah bukit di pinggir desa bersama Ohm, jalan-jalan pagi katanya, harus dikejutkan setelah melihat Abangnya berpakaian rapi bahkan tengah memanaskan mobil.

"Loh, Bang katanya pulangnya besok?" Nanon langsung mendekat pada saudaranya.

Pluem yang tengah memasukkan barangnya ke dalam mobil berdiri menghadap adiknya. "Abang ada urusan penting, dek. Abang harus pulang hari ini juga."

"Nggak bisa ditunda, Pak?" Ohm yang tadi berjalan bersama Nanon ikut bertanya.

Yang paling tua menggeleng. "Nggak, Ohm. Ini menyangkut rumah tangga saya."

Ohm dan Nanon saling berpandangan. Keduanya paham, Pluem sedang ingin berjuang.

"Nanti kamu pulang sama Ohm sekalian aja besok pake bus. Nggak masalah kan?" Tambah Pluem.

Nanon mengangguk.

Kemudian netra Pluem tertuju pada eksistensi Ohm. Pundak si pemuda ditepuknya pelan. "Titip adek saya. Saya tunggu kalian di kota."

"Iya, Pak. Pasti."

Kemudian mobil milik Pluem meninggalkan halaman rumah setelah si pemilik berpamitan pada Omanya.








....









Hari ini harusnya Nanon ikut Ohm lagi mengirim makan siang ke ladang. Namun alam sepertinya sedang tak mendukung. Sejak jam sembilan pagi hujan mengguyur dengan tiada henti. Hanya berkurang intensitas saja, namun sejenak kembali deras tanpa reda.

Panen raya tetap dilakukan, namun tanpa makan siang. Hal sedemikian wajar dilakukan, dengan kompensasi uang makan siang diganti dengan bonus upah lebih dari biasa. Hal itu pula-lah yang membuat Nanon hanya bisa diam di teras seharian memandang hujan. Dan ketika badannya dirasa dingin, si manis akan masuk dan duduk nyaman di ruang tamu sembari tetap memandang hujan lewat kaca bening jendela.

"Adek.." suara sang Oma membuyarkan lamunan Nanon yang ditemani suara gemericik air.

Nanon menoleh, mendapati Oma Wira sudah duduk di sampingnya. "Eh, iya Oma. Kenapa?"

"Udah sore. Ngelamun aja. Nggak capek?" Meski hanya duduk tapi kalau duduknya sejak pagi sampai sore seperti Nanon bukankah tetap akan merasa lelah? Minimal pegal.

Nanon menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. "Gabut. Nanon bingung mau ngapain."

"Bantu Oma mau?"

"Ngapain? Masak? Nggak ah, lagi nggak mood."

"Kalau anter makanan ke rumah pacarmu?"

Nanon langsung duduk tegak. "Mas Ohm?"

Membuat Oma Wira terkekeh akan tingkahnya. "Emang pacar kamu ada lagi selain dia?"

"Ya nggak sih." Lirih Nanon.

"Rantang di meja makan tuh udah disiapin buat Ohm sama Bibi. Kamu anter ya? Kasihan dia seharian kehujanan."

"Siap, Oma." Lalu si manis ke kamarnya sejenak untuk sedikit berbenah. Mau bertemu kekasih, tak bisa ia tetap bertahan dengan wajah bantalnya kan?

Sepuluh menit sampai Nanon menenteng payung ukuran sedang hendak mengambil rantang di atas meja. Namun keningnya mengernyit ketika rantang diangkat. "Kok berat amat Oma?"

KISS OF HEAVEN (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang