Prolog

13K 1K 133
                                    

Jingga di langit mengisi sore mengganti terik mentari yang sedari tadi memegang kuasa. Ramai riuh terminal bus kota jadi pemandangan tak biasa bagi Nanon yang masih memandang kebingungan.

Nanon, pemuda manis yang dikenal masyarakat luas sebagai seorang artis terkenal dengan berbagai film serta sinetron yang piawai dimainkannya kini tengah kebingungan mencari bus dengan tujuan yang tertera pada tiket di tangannya. Menggunakan hoodie cokelat tua dan masker serta pad snap back panjang menutup muka, Nanon berharap tak ada yang mengenalinya kali ini.

"Nih kaca mata lo. Pake yang bener biar nggak ketauan." Seseorang mengulurkan kaca mata berwarna hitam pada si pemuda manis.

Nanon dengan cepat mengambil dan memakainya. "Thanks, Mon."

"Hm. Udah ketemu bus-nya?"

Nanon menggeleng. "Kayaknya yang itu deh." Tunjuknya pada salah satu bus yang terparkir di dekat pintu keluar.

"Non, lo yakin sama keputusan lo ini?"

Nanon sempat terkesiap. Meski yakin jika keputusannya kali ini adalah yang paling tepat, namun tak dipungkiri ragu juga sempat membebat.

"Gue nggak tau, Mon. Tapi untuk saat ini gue pikir iya." Jawab Nanon akhirnya.

"Lo nggak pengen ngelanjutin project yang sama Prim? Bang Aof udah sreg sama lo banget, Non. Atau mau ambil tawaran web series kemaren yang sama Jane?"

Nanon masih tak menjawab.

"Kalau film Y yang sama Joss gimana? Apa lu maunya yang genre kaya gitu?"

Nanon berdecak dan menggeleng keras. "Nggak, Mon. Nggak. Gue nggak mau ambil apa-apa. Gue mau berhenti dari semuanya. Lagi pula gue juga udah sepakat sama Pak Tha kok buat nggak memperpanjang kontrak."

"Bukannya kalau kaya gini kesannya malah lo lari dari masalah, huh?"

Nanon mendengus. "Masalah yang mana? Kontrak? Udah selesai kan? Tenang aja kita nggak akan kena denda gara-gara itu. Atau masalah sama Prim? Gue udah klarifikasi semuanya, Mon. Capek gue harus ngejalanin hubungan settingan gini cuma demi ketenaran doang."

"Doang kata lo? Kalau bukan karena relationship settingan lo sama Prim lo pikir film lo bakal laku jadi box office kaya gini??"

"Itu masalahnya, Mon !!! Gue nggak mau dilihat gara-gara sensasi gue !! Gue mau mereka liat acting gue, prestasi gue !!"

Suara keduanya lirih, namun penuh penekanan di setiap suku katanya. Mereka masih berpikir dua kali untuk marah-marah teriak di tengah ramai terminal begini. Kalau diliput infotainment bisa bahaya.

"Sorry, Non. Gue cuma nggak mau lo dipandang jelek di masyarakat setelah ini."

Nanon tersenyum dari balik maskernya. "Makanya gue lari ke kampung Oma Wira, kan?" Lalu terkekeh sebentar.

"Non. Sampai kapan? Apa gue harus nemenin lo juga di sana?"

Nanon menggeleng. "Santai, Mon. Anggep aja masa hiatus gue sebagai libur panjang buat lo. Lo jadi bisa honeymoon kan sama abang gue?"

Mon, atau Chimon. Adalah manager Nanon selama tiga tahun belakangan. Pria manis yang beberapa minggu lalu baru dipersunting Pluem, kakak tertua Nanon itu adalah orang yang mengatur penuh jadwal serta pekerjaan Nanon sehari-harinya.

"Tapi tanggung jawab gue..."

"Tanggung jawab lo kan waktu gue jadi artis aja. Dan setelah ini gue mau jadi orang biasa dulu. Nggak usah pikirin tanggung jawab lo sama gue." Nanon memotong kalimat Chimon begitu saja.

"Udahlah, gue duluan ya. Busnya udah mau berangkat kayanya, gue mau nyari kursi dulu." Pamit Nanon akhirnya.

Chimon mengangguk pasrah. Dibawanya sosok yang lebih tua dalam pelukan erat. Bagaimanapun sebelum sah sebagai adik ipar, Nanon sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

KISS OF HEAVEN (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang