Chapter 39

4.2K 564 105
                                    

Vote dulu boleh nggak??? (≧▽≦)










Berkali meremas jemarinya sendiri. Mengabaikan keringat yang membuat kulit telapaknya semakin licin. Ohm Pawat tak pernah segugup ini. Bahkan ketika dulu ia bersama Chimon di hadapan Tuhan mengikat janji.

Setelah tadi siang mengukuhkan Nanon dalam ikatan resmi hubungan, malam ini Ohm bertandang ke rumah Oma Wira dengan maksud meminta izin mencintai sang cucu kesayangan. Rintik gerimis tak jadi penghalang, si tampan datang dengan rambut setengah basah yang dikibaskan.

"Silahkan diminum, Ohm." Oma Wira menunjuk cangkir berisi teh hangat yang baru saja disajikan Bibi Nam, asisten rumah tangganya.

Ohm mengangguk berucap terimakasih. Menyatukan telapak dinginnya pada dinding cangkir yang begitu hangat. Cukup menenangkan sejenak baginya. Apalagi melihat Nanon serta Pluem yang juga sama-sama ada di sana, duduk bersma di ruang tamu dengannya. Keduanya melempar pandangan sama, mencoba meyakinkannya jika semua akan baik-baik saja.

Oma Wira, sosok wanita baya yang begitu Ohm hormati dan segani karena kebaikan hatinya selama ini. Semenjak Ohm berpindah ke desa ini, mencari pekerjaan bukan-lah hal yang mudah. Apalagi saat itu ia membawa Mac yang tak bisa ditinggal sendiri di rumah. Tapi sang janda membiarkannya bekerja. Tak jarang juga malah membantu menjaga Mac yang beruntungnya mau bersama si wanita. Bahkan Ohm sampai di posisi tangan kanannya.

Sebegitu banyak rasa terimakasih Ohm, dianggapnya belum bisa membalas kebaikan demi kebaikan Oma Wira yang melimpah padanya. Pun sampai bertemu Nanon, cinta sejatinya juga berkat tangan Oma Wira. Meski secara tak langsung.

Dan kini ia harus mengakui kelancangannya di depan sang majikan. Kelancangannya menaruh hati, bahkan saling mencintai dan menjalin hubungan dengan cucu bungsunya. Bukankah Ohm terlihat tak tahu diri?

"Jadi tadi panennya gimana, Ohm? Udah selesai semua?" Si wanita mulai obrolan mereka. Ia sangka Ohm datang hendak melapor tentang panen yang berlangsung seharian tadi.

"Belum, Bu. Masih ada beberapa petak sisa yang belum dipanen. Besok mungkin bisa selesai semua." Jelas Ohm. Padahal dalam hati sedang menahan gugup.

"Oh, yang di bagian timur ya? Sisi sana memang jalannya agak terjal. Besok jangan lupa yang kerja diperingatin ya, bahaya."

"Iya, Bu."

"Oma, Mas Ohm sama Nanon mau ngasih tau sesuatu." Ujar Nanon tiba-tiba membuat Oma Wira mengernyit dahi menatapnya.

Apalagi selanjutnya Nanon yang awalnya duduk di samping Pluem kini berpindah duduk tepat di sebelah Ohm.

Si tampan menoleh polos. Mendapati Nanon yang juga tengah mengarah mata padanya sambil tersenyum yakin. Keduanya saling mengangguk.

"Tentang apa? Kok kayaknya serius banget?" Bingung sang Oma.

Baik Ohm maupun Nanon sama-sama mengalih pandang pada si wanita di hadapan mereka. Sedang di sisi lain, Pluem hanya jadi penonton saja. Duduk santai menikmati cerita yang alurnya bisa ia tebak di luar kepala.

Ohm berdehem kecil, coba membuang rasa gugupnya. "Sebelumnya saya mau berterimakasih sama Ibu. Ibu sudah banyak sekali membantu saya dan mendiang putra saya. Saya nggak tau harus dengan apa lagi saya membalas kebaikan Bu Wira." Jeda sejenak. Terdengar Ohm menarik nafasnya. "Tapi maaf, Bu saya telah berbuat lancang. Saya mencintai Nanon, cucu Ibu."

Jakun Ohm bergerak naik turun, pertanda si tampan menelan ludahnya berkali. Tatapan datar wanita baya di depannya beberapa detik mengisi topik tanpa suara. Bahkan Nanon di sisinya sudah menahan nafas menanti respon sang Oma.

"Bukan salah Mas Ohm aja, Oma. Nanon juga cinta sama Mas Ohm. Kami saling mencintai. Apa salah kalau kami berdua saling mencintai, Oma? Apa nggak boleh?"

KISS OF HEAVEN (OhmNanon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang