𓅄 [ dua delapan ↳ ͙♡₊˚

374 84 57
                                    

- ', [happy reading] ꒱ ↷🖇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

- ', [happy reading] ꒱ ↷🖇

─────────────────
┊      ┊     ┊⋆。  ┊     ┊    ┊    ┊
┊ ⋆。 ┊     ┊      ┊     ┊⋆。┊   ༊*·˚
┊      ┊     ┊      ┊     ┊    ┊
┊      ‧₊ ༉   ┊     ˚✩     ┊    ๑՞.
┊             ₊˚.༄             ┊
✩₊̣̇.                               ੈ♡˳
✧.*ೃ༄

Sore itu, hujan kembali turun membasahi Ibu Kota.

Devinta menatap bulir-bulir hujan yang sedikit demi sedikit melekat di permukaan kaca mobil. Sesekali jari telunjuknya membentuk pola hati di kaca yang berembun akibat udara luar lebih dingin dibandingkan udara dalam mobil.

Setelah hampir setengah jam menunggu kedatangan Revan, Devinta memutuskan menghubungi mamanya untuk ke sekolah menjemputnya dan Jasmine.

Tidak berselang lama sejak ia ke parkiran, Jasmine memang datang untuk menemaninya. Devinta juga tidak banyak bertanya kenapa Jasmine bisa tahu keberadaannya.

"Mama perhatiin dari tadi kamu kayak murung gitu. Kenapa Devinta? Ada masalah di sekolah?" tanya Sarah selaku mama Devinta. Tangannya terulur menyalakan AC mobil, kaca yang berembun tadi perlahan memudar bersamaan pola hati yang Devinta bentuk.

Jasmine tadinya berdiam diri menyenderkan punggungnya di kursi penumpang, kini mencondongkan badannya ke depan. "Iya, Tan! Tau nggak? Masa temennya Devinta nyuruh aku jauhin Devinta. Kan aneh," celutuk Jasmine dengan heboh.

Devinta yang termenung pada kaca mobil dengan secepat kilat menatap tajam Jasmine. Tidak lupa ia merendahkan sedikit tangannya, agar mamanya tidak melihat pergerakan tangannya yang mengepal sebagai ancaman untuk Jasmine.

Sadar diri, Jasmine segera bergerak mundur bersamaan menempatkan jari telunjuk dan ibu jarinya dari ujung ke ujung bibirnya, menandakan dia akan diam dan menutup mulut.

"Teman kamu yang mana?" tanya Sarah, pandangannya masih fokus menatap ke arah jalanan yang cukup padat. "Jasmine bilang kalian berdua jarang main bareng di sekolah. Terus kenapa dia nyuruh Jasmine jauhi kamu?"

Devinta memutar mata malas. Sudah berapa banyak anak itu bercerita kepada mamanya. "Nggak tau juga, Ma. Jasmine sok tau banget jadi orang," dusta Devinta. Ia sedikit memiringkan badan menghadap luar.

Sarah yang masih fokus menyetir memilih untuk diam. Ia tahu, kalau anaknya itu tidak ingin berbagi masalah yang sedang dialaminya.

Mereka baru sampai di rumah saat langit sudah mulai gelap. Pertanda malam akan tiba.

Devinta bergegas masuk ke dalam rumah dan menaiki tangga menuju kamarnya untuk segera menyegarkan diri. Setelah lima belas menit berada dalam kamar mandi. Ia keluar, kemudian menghempaskan tubuhnya di atas karpet.

Klandestin : Antara Kau Dan Dia 💌Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang