Sapta baru saja menyelesaikan kegiatan 'mengusir' murid bandel yang masih bercengkrama di kelas padahal waktu sudah menunjukkan pukul 07.10.
Hendak menuju depan gerbang. Namun, matanya menangkap seseorang yang dikenalnya sedang mencoba melarikan diri dengan wajah yang sumringah.
Sapta dengan senyum tipis yang terpatri di wajahnya, melangkah menuju seseorang itu yang tidak lain adalah Devinta.
"Ekhm." Sapta sengaja berdehem agar Devinta menoleh ke arahnya. Tapi, ternyata itu tidak dapat menyadarkan Devinta akan kehadirannya.
Tidak ada cara lain yang terbesit di pikirannya selain menarik tas Devinta yang membuat si empunya terkejut.
"Mau kemana?" tanya Sapta.
"Eh, Kak Sapta. Hai Kak, selamat pagi," sapa Devinta dengan polos. Sebenarnya, sok polos aja sih.
"Mau kemana?" Sapta mengulangi kembali pertanyaannya.
"Mau ke kelas hehehe. Bolehkan?" tanya Devinta sambil mengedipkan matanya berulang kali. Devinta sadar ini terlihat cringe. Tapi, ia berharap ini bisa membuat Sapta luluh.
"Yang mengawas di depan sana siapa? Kok bisa kabur?" tanya Sapta lagi tanpa memperdulikan tingkah Devinta.
"Eumm ituu eemm anuu." Devinta menggaruk pipinya yang tiba-tiba terasa gatal, pandangan matanya berkeliaran ke sana kemari.
Sapta bersedekap dada menunggu jawaban Devinta yang tak kunjung diberikan.
"Yaa sudah." Sapta segera memberikan topi yang dikenakannya pada Devinta. Lalu, dengan mudahnya menarik tas Devinta agar terlepas dari punggungnya dan menyembunyikan di balik jas almamater yang melekat pas di tubuhnya.
Sapta merangkul pundak Devinta dan menuntunnya jalan. "Kalau kamu jalannya kayak tadi, bakal ketahuan. Dan juga di depankan sudah dicatat nama yang terlambat. Memang tidak takut dicariin guru BK? Kan yang terlambat habis dikasih hukuman bakal diproses dulu di ruang BK sebelum kembali ke ruang kelas," jelas Sapta memberitahu dan dengan sialnya jantungnya berdetak tidak karuan karena rangkulan dan suara Sapta yang terdengar sangat jelas tepat samping telinganya.
Devinta menghentikan langkahnya, ia jadi teringat sesuatu. Di sekolahnya jika terlambat, setelah diberi hukuman tidak langsung dibiarkan begitu saja kembali ke ruang kelas. Melainkan diproses di ruang BK untuk ditanyai alasan keterlambatan.
"Siapa yang nulis?" tanya Sapta.
"Kak Ayu," cicit Devinta.
Tanpa izin Sapta membuka resleting dan merogoh isi tas Devinta dan mengambil cairan pengoreksi atau biasa dikenal dengan sebutan tipp-ex. "Saya pinjam yah, nanti Saya balikin." Sapta menggoncang tipp-ex yang berada di tangannya.
Sapta kembali merangkul Devinta dan membawanya ke ruang kelas X MIPA 7.
"Kenapa bisa terlambat? Padahal kamu ke sekolah biasanya kepagian. Kadang, embun masih kelihatan," ucap Sapta mencoba mencairkan suasana canggung di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin : Antara Kau Dan Dia 💌
Novela Juvenil[ Warning!!! Banyak jumpscare dan ngik ngik ngok nya ] ... Devinta menyukai kakak kelasnya selama tiga tahun lamanya, yang saat itu ia masih duduk di bangku pertama jenjang SMP. Pertemuan yang sering terjadi di antara keduanya membuat Devinta berad...