Devinta tiba di rumah sudah pukul delapan malam. Tadi dia dan Rio sempat keliling sebentar mencari akang cilok.
Dirinya sengaja menciptakan suara-suara yang cukup berisik agar orang di rumahnya mau menampakan diri.
Namun, satu menit enam belas detik berlalu tidak seorang pun menunjukkan batang hidungnya.
Sudah cukup cari perhatiannya. Devinta melangkah menuju kamar mamanya yang berada di ujung lorong lantai dua. Dengan perlahan ia membuka pintu itu, satu matanya berusaha melihat isi kamar.
Pintu ia buka lebar setelah mendapati tante Sarah yang sedang tertidur. Oke. Agenda mengobrol ditunda esok hari saja. Sekarang ia berbalik badan dan masuk ke dalam kamarnya.
Yang dilihatnya pertama kali setelah berhasil membuka pintu kamarnya adalah Jasmine yang sedang memeluk kotak yang berisikan surat-surat yang diterimanya.
"Lo ngapain pegang-pegang kotak itu?!" bentak Devinta sambil mengambil ahli kotak itu.
"Jasmine lagi nyapu. Kotak itu nggak sengaja kesapu."
"Alasan." Devinta mengambil masing-masing satu bantal kepala dan bantal guling serta kotak itu ke kamar tamu. "Gue mau tidur di kamar bawah."
"Kalau Jasmine salah, Jasmine minta maaf. Tolong, jangan tidur di bawah. Ini kamarmu." Jasmine mencegal lengan Devinta yang hendak pergi.
"Jangan bantah gue, ngerti? Lo tidur di sini aja. Mimpi yang indah." Setelah mengucapkan itu. Devinta berlari menuju kamar tamu.
Dibuangnya bantal-bantal serta kotak itu ke sembarang tempat hingga membuat isinya berserahkan di lantai kamar. Devinta membanting tubuhnya di atas tempat tidur. Lalu beranjak menempelkan tubuhnya di dinding seperti gaya sikap lilin.
"Kira-kira dia lihat isinya nggak yaa?"
"Nggak mungkin sih dia lihat. Dia kan anak baik-baik serta menjunjung tinggi tata krama."
"Tapi, bisa aja dia udah baca."
"Argh gue benar-benar malu."
"Kalau dia ngasih tau mama?"
"Nggak mungkin sih dia ngasih tau. Dia kan anak baik-baik serta menjunjung tinggi menjaga rahasia."
"Tapi, bisa aja dia udah ngasih tau."
"Argh bodo amatlah. Besok aja gue tanyain. Kalau dia belum ngasih tau, gue traktir nasi goreng kali."
"Eh, jangan deh. Nanti, nasi goreng di kantin jadi minder. Kan, nasi goreng buatannya lebih enak."
"Bye the way, ucapan gue tadi kasar nggak yaa?"
"Kasar kali yaa?"
"Ih, kasar."
"Gue jadi nggak enak."
"Jas. Gue minta maap ye. Soalnya gue udah kepalang panik lo baca surat-surat itu. Gue malu tau nggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin : Antara Kau Dan Dia 💌
Ficção Adolescente[ Warning!!! Banyak jumpscare dan ngik ngik ngok nya ] ... Devinta menyukai kakak kelasnya selama tiga tahun lamanya, yang saat itu ia masih duduk di bangku pertama jenjang SMP. Pertemuan yang sering terjadi di antara keduanya membuat Devinta berad...