[ 🌟 💬 kalau suka. maaciw ]
Hal yang paling tidak disukai Zahra adalah menunggu. Apalagi menunggu yang tidak pasti.
Sudah terhitung sepuluh menit berlalu sejak ia memanggil-manggil nama Devinta dengan sekuat tenaga. Namun, yang dipanggil tak kunjung keluar dari sarangnya.
Zahra memasang tampang asam, manis, kecut, dan pahit. Semua ekspresi ia borong lantaran rasa kesal yang muncul dari semalam hingga pagi ini belum kunjung reda.
Zahra menurunkan standar motornya, lalu membuka helmnya yang sedari tadi masih membungkus kepalanya. Kemudian menatap nanar rumah Devinta. Tumben sekali Devinta keluar selama ini. Biasanya, walaupun Zahra masih di depan gang, Devinta yang mengenal akrab suara motor Zahra langsung buru-buru keluar untuk menyambut Zahra.
Zahra mulai menerka-nerka apa Devinta masih tidur. Dichat pun, Devinta hanya centang satu. Atau tidak, apa Devinta sedang menghindarinya?
Zahra memerhatikan orang yang berjalan dari arah utara menuju selatan. Segera ia melompat untuk menghadang orang itu sambil merentangkan kedua tangannya.
"Kak, stop stop stop," perintah Zahra.
Spontan orang itu berhenti karena Zahra yang melompat secara tiba-tiba di hadapannya.
"Kak, boleh minta tolong nggak?" pinta Zahra memohon. Orang itu mengangguk sambil menggaruk telinganya.
"Boleh teriak 'misi paket' nggak?" tanya Zahra.
Orang itu memiringkan kepalanya empat puluh lima derajat seperti kurang mengerti dengan ucapan Zahra.
"Lo teriak 'permisi paket' di rumah itu," jelas Zahra mengulangi perintahnya sambil menunjuk rumah Devinta.
Zahra tersenyum lebar ketika orang itu menganggukkan kepalanya yang menandakan ia sudah mengerti.
Orang itu berjalan mendekat ke pagar, sebelum berteriak ia menoleh terlebih dulu pada Zahra.
"Buruan weh. Nanti gue kasih permen deh," ucap Zahra dengan sedikit kesal.
Orang itu lagi-lagi mengangguk. "Mhisi faket!" seru orang itu dengan nada rendah.
"Pfffttt." Zahra mencoba menahan tawanya. Apa orang itu sedang tipes? Kenapa lemas sekali.
Dan benar saja. Tidak berselang lama, sesuai dugaan Zahra. Ia mendengar sahutan Devinta dari dalam rumah. "Iya mas, bentar."
Setelah pintu terbuka, Devinta menatap datar temannya yang sedang menyengir lebar. Ia juga melihat kakak-kakak yang sedang memakan permen Jagoan Meong menunduk sopan, lalu pamit sambil menjilati permen itu.
"Hayoo, lo pesan apa? Gue aduin mak lo," ancam Zahra dengan setengah bercanda.
Dengan muka tidak bersahabat, Devinta menghampiri Zahra. "Nggak usah cepu deh lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin : Antara Kau Dan Dia 💌
Teen Fiction[ Warning!!! Banyak jumpscare dan ngik ngik ngok nya ] ... Devinta menyukai kakak kelasnya selama tiga tahun lamanya, yang saat itu ia masih duduk di bangku pertama jenjang SMP. Pertemuan yang sering terjadi di antara keduanya membuat Devinta berad...