Arumi memeriksa tasnya lagi sebelum akhirnya mengunci pintu rumah. Meletakkan kunci di pot samping dengan menutupinya di sela-sela batang tanaman. Setelah itu pergi menuju taksi online pesanannya di luar gerbang.
Hari ini Arumi berencana untuk mengunjungi rumah ibunya. Semenjak kepulangan ibunya dari rumah sakit, Arumi belum pernah lagi berkunjung. Hari ini ia berencana untuk menghabiskan waktu berdua, mungkin satu atau dua hari baru akan kembali pulang.
Di dalam mobil tidak lupa Arumi memberi kabar tentang rencananya ini kepada suaminya.
Mas
Aku pergi ke rumah mama. Rencananya
mau nginep. Lusa baru aku pulang
Kunci ku taruh di pot, tepatnya
di sela-sela batangLama tidak ada jawaban. Hingga Arumi menutup ponselnya. Menikmati perjalanan yang sangat ia rindukan. Sesampainya di depan gerbang rumah, Arumi disambut dengan senyuman hangat dari ibunya. Dengan pelan berjalan untuk membuka gerbang dan memeluk anak semata wayangnya itu.
"Ma, Rumi kangen." Ucapnya sesaat setelah berada di pelukan sang ibu.
"Mama juga. Rumah jadi sepi karena gak ada kamu."
"Terimakasih, ya, Pak." Sahut Arumi kepada supir yang mengantarnya. Kemudian keduanya berjalan saling merangkul memasuki pekarangan rumah.
Tring...
Mas Dewo: ok
Mas Dewo: udah sampe?Udah, Mas.
Mas Dewo: kay.
Oh iya, di kulkas ada telur, ayam,
wortel, bayam, kentang, dll.
Juga di kabinet atas ada indomie.
Jangan lupa makan, ya, Mas.Mas Dewo: iya. Makasih
"Anak Mama kenapa, nih, tumben?"
Arumi menaruh ponselnya. Alisnya berkerut. "Jelas ketemu Mama, dong. Arumi kangen banget, emang Mama nggak?"
"Siapa yang gak kangen sama anak cantiknya Mama? Jelas Mama juga kangen, lah." dielusnya dengan lembut rambut Arumi sambil tersenyum. "Dewo kenapa nggak ikut?"
"Sibuk, Ma."
"Mama minta maaf, ya, kalau kamu harus tinggal sama orang yang gak cinta sama kamu."
"Ngomong apa sih, Ma? Siapa bilang aku tinggal sama orang yang gak cinta sama aku?" Arumi mengernyitkan dahi, "semuanya baik-baik aja kok, Ma. Kalau Mas Dewo gak cinta sama aku pasti aku udah diusir dari rumah."
Ibunya tertawa melihat candaan anaknya itu. "Mama punya feeling kalau gak lama Dewo bakal jatuh cinta sama kamu."
Arumi terdiam, tidak tau harus merespon apa.
"Gak percaya?"
Arumi tetap diam saja, tidak menjawab. Sampai Linda mengelus tangan Arumi lembut, "hidup adalah proses. Selagi kamu masih ingin menunggu dan berjuang, pasti akan ada saatnya dimana Dewo akhirnya melihat ke arah kamu."
.
..
.
"Thanks, ya, Wo udah mau anterin balik."
"Dengan senang hati." Dewo tersenyum menatap Anne yang sudah berancang-ancang untuk membuka pintu mobil. "Oh ya, Anne." Panggilnya.
Anne menoleh.
Dewo seketika menjadi agak malu saat Anne menatap intens matanya menunggu lanjutan dari perkataannya. "Hm, siaran besok jam sepuluh pagi, hm ... Mau gue jemput gak?"
"Waah, boleh tuh. Irit ongkos juga."
Dewo sedikit tertawa. "Sampe mobil lo selesai servis lo boleh banget kok minta anter-jemput sama gue." Tawarnya.
Mobil Anne memang sedang dalam perbaikan yang belakangan ini membuat ia jadi sulit untuk pergi bekerja.
"Oke, boleh deh. Kalo lo gak repot, berarti boleh gue ganggu." Setelahnya Anne tertawa, "udah ah, gue masuk dulu ya. Thanks, bye!"
"Hm, bye." Setelah Anne benar-benar keluar Dewo mendadak senang dan sedikit bersemangat untuk siaran besok. Senyumnya itu tidak hilang sampai dia tiba di rumah.
"Loh dikunci?" Dewo mendorong pintu yang terkunci itu beberapa kali. Setelahnya mengingat bahwa Arumi sedang tidak ada di rumah. Dia berjongkok, mencari kunci pada sela-sela tumbuhan dan menemukannya.
Setelah pintu dibuka ia langsung tergeletak di sofa, meregangkan tubuhnya. "Gila, pegel banget."
Beberapa lama memejamkan mata sambil berbaring di sofa. Tiba-tiba suara perut Dewo memecahkan keheningan. "Laper." Lelaki itu bergegas pergi ke dapur dan memilih bahan yang akan dia pakai untuk membuat makan malamnya. "Ayam," Dewo meraih ayam dari kulkas. "Telur." Kemudian telur diraihnya.
Menyalakan kompor, memasukan minyak dan mulai menggoreng ayam yang telah dibumbui oleh Arumi.
"AAKH!" Jeritnya. "ANJIR INI! AW! ADOOH! SAKIT!" Minyak meloncat ke segala arah. Menyebabkan meja dan lantai menjadi licin, juga luka bakar kecil yang berbekas di bagian lengan Dewo. Dewo mematikan kompornya. "Aduh berantakan banget. Dahlah masak telor aja."
Ganti menu. Dewo langsung membereskan bekas ia menggoreng minyak. Mengocok telur pada mangkuk, menuang minyak sedikit. Telurnya sudah mulai digoreng. Dewo terlihat percaya diri dengan hasil telurnya nanti. Saat akan membalik, tak disangka bagian bawah telur tergoreng dengan sangat sempurna.
"KOK ITEM?!!"
Dewo pasrah. Ia mematikan kompor dan menyudahi acara masak-memasak. Ponsel ia keluarkan dan mulai memesan makanan.
Dan akhirnya ia makan dengan hati yang setengah-setengah. Ditambah lagi dapur berantakan itu belum ia bersihkan kembali, sampai ia tertidur di sofa dengan keadaan bungkus makanan tergeletak tak beraturan di meja.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life | Yoon Dowoon
Fanfiction[slow...] Katanya menikah adalah menghabiskan sisa hidup bersama pasangan yang kita cintai. Namun, bagaimana jika menikah dan menghabiskan sisa hidup bersama seseorang yang tidak kita cintai? Bahkan tidak mengenalnya? ©dadancow