Beberapa orang berlalu-lalang di dalam rumah, mengangkat barang yang akan diletakkan di rumah baru Dewo dan Arumi. Semua orang terlihat sibuk, tak terkecuali Arumi yang juga ikut mengangkut kardus kecil untuk dibawa ke kamarnya.
"Eh...!" Panggil Dewo-yang tadi tengah memainkan ponselnya-kepada Arumi.
Arumi menoleh, dengan tangan yang mengangkat kardus berukuran besar, bertulis di permukaannya 'Dewo'.
"Itu punya gue, kan?"
Arumi membeku. Ini pertama kali Dewo berbicara dengannya. "Ya." Ucapnya lirih sambil mengangguk pelan.
Dewo menghampirinya, mengambil alih kardus dari tangan Arumi dan menggendongnya. "Gue yang bawa."
Dewo mulai berjalan menaiki tangga dengan Arumi yang mengikutinya di belakang. Arumi terlihat salah tingkah dengan pipi yang memerah.
"Mas,"
Dewo menoleh. "Hm?"
"Kamar kita di sebelah sini." Arumi menunjuk pintu berpelitur cokelat tua dengan senyum masih merekah.
Dewo terlihat tersenyum sinis. "Gue gak mau tidur sama lo."
Bagai dihujam anak panah beribu kali, mendengarnya membuat Arumi membeku dan terdiam cukup lama. Senyumnya sudah menghilang, hatinya terasa sangat sakit.
"Kita gak saling cinta, bahkan gak saling kenal. Jadi gue rasa kita bisa tidur pisah kamar." Dewo mulai menyentuh gagang pintu kamar di sebelah kamar Arumi. "Gue yakin lo juga maunya gitu kan?"
Arumi tersenyum paksa. Kepalanya perlahan mengangguk, menyetujui yang dibicarakan Dewo kepadanya.
"Selamat istirahat." Sebagai penutup. Selanjutnya Dewo pergi memasuki kamarnya.
°
°
°
Sudah malam, Arumi sedang menyiapkan makan malam untuknya dan juga Dewo. Makan malam pertamanya bersama sang suami. Ada sebesit rasa senang dalam dirinya, membuat gadis itu tak berhenti tersenyum sambil tangannya repot menyajikan hidangan.
Seharian ini Arumi tidak mendapati Dewo keluar dari kamarnya, entah apa yang lelaki itu lakukan. Sampai akhirnya terdengar suara pintu terbuka dari lantai atas, membuat Arumi mendongak. "Mas?"
Dewo mulai menuruni tangga dengan menggunakan hoodie kuning pucatnya. Mungkin dia habis bangun tidur, karena wajahnya terlihat seperti itu. Ia menghampiri Arumi, dan duduk di meja makan.
Arumi mulai mengambilkan nasi untuk Dewo. "Ini, Mas." Kemudian tangannya mulai menuangkan sayur ke permukaan piring suaminya itu.
"Gue gak suka sayur."
Arumi berhenti. Tangannya mulai mengurungkan niat untuk menuangkan sayur, dan menggantinya dengan ikan goreng yang dimasaknya. "Ikan suka dong."
Dewo mulai mengambil sendoknya dan memakan masakan Arumi.
"Enak, Mas?"Arumi meminta pendapat.
Dewo berpikir, "b aja. Gak beda sama ikan goreng di warteg."
Mendengar itu, Arumi hanya tersenyum.
"Nanti gue mau pergi, lo boleh tidur duluan. Kunci pintunya, gue ada cadangan." Ucapnya masih sambil mengunyah.
"Pergi? Kemana?"
Dewo menghentikan aktivitasnya. "Bukan urusan lo."
"Tapi jangan pulang malam-malam ya, Mas." Sahut Arumi dengan suara yang terdengar khawatir.
"Hmm."
°
°
°
Pukul 01:45 dini hari.
Arumi menyesap kopinya lagi, sambil tangannya tidak berhenti mengetuk permukaan meja makan. Dia tidak memiliki nomor telepon Dewo, jadi dia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi dengan suaminya itu.
Pintu utama terbuka. Dewo muncul dari luar dan menutupnya kembali. Membuat Arumi sontak langsung berdiri dan menghampiri Dewo. "Mas." Ucapnya sangat lirih.
"Kenapa gak dikunci? Terus kenapa gak tidur?"
"A-aku tungguin kamu, Mas."
Dewo tidak menghiraukan ucapan Arumi, lelaki itu langsung melewati istrinya dan menaiki anak tangga, kemudian masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Arumi hanya memperhatikan dan membuang napas lega.
°
°
°
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life | Yoon Dowoon
Fanfiction[slow...] Katanya menikah adalah menghabiskan sisa hidup bersama pasangan yang kita cintai. Namun, bagaimana jika menikah dan menghabiskan sisa hidup bersama seseorang yang tidak kita cintai? Bahkan tidak mengenalnya? ©dadancow