Dewo menyetir mobil dengan keadaan hati yang masih resah. Pasalnya saat acara makan malam tadi Bundanya-Regita, membicarakan hal-hal yang membuat suasana antara Dewo dan Arumi menjadi tidak nyaman.
Benar, mereka telah berada dalam perjalanan pulang. Setelah makan malam dan membantu membereskan alat makan mereka langsung pamit pulang. Tentunya dengan alasan 'rapat pagi di studio'.
Lelaki itu melirik ke arah Arumi yang menatap lesu ke luar jendela, dengan tangan di pangkuan yang bermain resah. "Jangan dipikirin, ya omongan Bunda."
Arumi tersentak, kemudian menatap sekilas ke arah Dewo. "Gak apa-apa kok, Mas. Justru Mas Dewo yang seharusnya ditanya gitu." Arumi menatap nanar ke arah depan. Kemudian melanjutkan perkataannya, "Mas gak apa-apa sama omongan Bunda tadi?"
Dewo membeku. "Hhm..., Gak, gue gak apa-apa, sih. B aja, kok."
-flashback on-
Dewo duduk menatap Bunda nya yang tak berhenti berbicara, padahal sebentar lagi acara makan bersama akan segera dimulai.
"Sudah, sudah, makanannya keburu nangis nunggu Bunda selesai bicara." Ayah Dewo memotong, membuat Bunda terdiam sambil memanyunkan bibirnya.
Ketenangan tidak berlangsung lama, pasalnya Bunda lagi-lagi membicarakan hal yang tidak terduga.
"Cucunya lucu banget, Yah."
Ya, membicarakan mengenai anak dihadapan Dewo dan Arumi. Arumi yang mendengar terdiam lama, sambil matanya sesekali melirik ke arah Dewo.
"Bunda ngeliatnya jadi pengen juga punya cucu." Bunda mulai curi-curi pandang kepada kedua insan di hadapannya. "Kapan ya, Bunda bisa punya cucu?"
Arumi terdiam, begitu juga dengan Dewo. Linda yang melihat itu, seketika berinisiatif mencairkan suasana lagi. Namun Regita menyela, "Arumi bakalan kasih Bunda cucu, kan?"
"I-iya, Bun."
"Bunda apaan sih, nanya nya. Kayak gak ada bahasan lain aja." Dewo memperingati.
"Terus mau bahas apa? Bunda udah kepengen banget punya cucu."
"Git, pernikahan mereka masih berusia muda, gak perlu terlalu buru-buru untuk punya anaknya." Nasihat Linda.
"Kamu memangnya gak mau, Lin, gendong cucu? Lagipula pernikahan satu bulan juga udah bisa hamil, kok."
"Bunda." Panggil Dewo dengan nada rendahnya yang sangat menakutkan. Tatapannya juga membuat Bunda mengalah dan tidak membahas hal itu lagi.
Arumi menatap Dewo, suasana menjadi canggung, semua orang terdiam memfokuskan diri pada hidangan masing-masing.
-flashback off-
.
..
.
Arumi menatap Dewo yang tengah berjalan ke arah pintu depan. Tangannya menggenggam kunci mobil bersiap untuk pergi meninggalkan rumah.
Hari sudah malam, tetapi saat ini sekitar pukul sembilan Dewo terburu-buru keluar dari rumah sambil membawa kunci mobil. "Mau kemana, Mas?" Panggil Arumi.
Dewo menoleh, langkahnya terhenti. "Mau ke studio. Kalo gue gak balik, gak perlu tungguin. Tidur aja langsung."
"Tapi, Mas—"
"Kalo gue gak balik sampai jam sepuluh, berarti gue gak pulang malam ini." Dewo menatap mata Arumi, terlihat kilat kekecewaan di sana. Tapi Dewo tidak terlalu mempedulikannya dan kembali berjalan keluar rumah.
Arumi yang melihat kepergian sang suami hanya bisa terdiam, tanpa mengucap sepatah kata akhir. Melanjutkan aktivitasnya membuat susu hangatnya.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life | Yoon Dowoon
Fanfiction[slow...] Katanya menikah adalah menghabiskan sisa hidup bersama pasangan yang kita cintai. Namun, bagaimana jika menikah dan menghabiskan sisa hidup bersama seseorang yang tidak kita cintai? Bahkan tidak mengenalnya? ©dadancow