Arumi POV
Mas Dewo turun dari mobil, kemudian memutar berniat untuk membukakan pintu untukku. Benar-benar tidak sadar sesaat setelah Mas Dewo menegurku yang masih terdiam memandangi tempat yang katanya biasa tapi luar biasa ini.
Rumah sakit. Jiwa.
Iya, karena di halaman itu aku melihat banyaknya pasien yang berjalan seperti biasa. Namun ada juga yang memberontak marah. Satu-satunya yang ada dipikiranku hanya, aku sekarang berada di rumah sakit jiwa.
"Kaget, ya?" Tanya Mas Dewo.
Aku mengangguk. "Siapa yang dirawat di sini, Mas?"
Terdiam, Mas Dewo langsung menggenggam tanganku dan mengajakku untuk masuk. Membuat banyak pertanyaan bermunculan saat itu juga.
Saking banyaknya pertanyaan itu, aku sampai tidak sadar akan perilaku Mas Dewo yang tiada angin atau hujan langsung menggandeng tanganku.
"Mas-nya?"
Aku menoleh ke sumber suara. Seorang suster dengan senyum ramahnya menghampiri kami. Siapa suster ini?
"Eh, iya, Sus."
"Mau jenguk, ya?" Tanya si suster sambil tersenyum. "Tapi tadi saya liat Mbak Anne lagi di kantin, Mas."
Mas Dewo mengangguk sambil melirik ke arahku. "Oke, Sus. Kalo gitu saya ke kantin dulu."
Suster itu mengangguk lalu menundukkan kepalanya. Sempat juga sang suster tersenyum kecil kepadaku.
Kenapa ada Anne? Sebenarnya siapa yang sakit? Dan kenapa Anne?
Aku benar-benar tidak ingin berpikir yang buruk tentang Mas Dewo. Tapi setiap kali mendengar kata Anne, hati kecilku selalu saja tidak senang. Aku merasa cemburu. Wajar, bukan?
Sampai di kantin Mas Dewo langsung menarikku untuk duduk di meja yang tidak terlalu belakang, namun berada di pojok. Di sanalah Anne tengah duduk sambil menikmati makan siangnya.
"Wo!" Panggil Anne senang.
Situasi apa ini?? Mas Dewo bukan ingin meminta izin untuk berpoligami bukan?
Haduh, pikiran burukku....
"Pada akhirnya lo gak bisa bohong ke Arumi." Ujar Anne sambil tersenyum jahil ke Mas Dewo. "Hai, Rumi!" Sapanya kemudian yang kubalas juga dengan senyuman getir.
"Lo mau makan apa? Biar gue pesenin."
"Nggak, Mas. Aku masih belum laper. Justru kalau kamu laper, aku pesenin." Ucapku. "Kamu mau makan apa?"
"Ketoprak aja kali, ya."
Aku mengangguk dan langsung pergi untuk memesan makanan.
Sedangkan Mas Dewo langsung duduk di hadapan Anne. Kemudian keduanya sambil berbicara dengan raut wajah serius. Aku hanya melihat dari jarak jauh, hingga mataku bertemu pandang dengan Anne yang tiba-tiba menatap juga ke arahku.
Reflek aku kaget dam menghindari pandangan itu. Entah bagaimana aku hanya takut... Takut apa yang aku pikirkan benar-benar terjadi.
Selesai aku memesan, aku kembali ke meja dan duduk di samping Mas Dewo. Kulihat di piring Anne, hanya ada sayur-sayuran saja. Mungkin Anne sedang diet.
"Baru balik photo shoot?" Tanya Mas Dewo kepada Anne.
Anne mengangguk. "Jenguk nyokap dulu, baru pulang." Anne melirik ke arahku. "Arumi, gue mau jujur sama lo."
Aku sedikit terkejut dan takut. Bagaimana jika yang aku pikirkan benar?
Aku mengepalkan tanganku.
"Ini pesanannya. "
Dewo menyahut, "oh, iya terimakasih, Bu."
Suara-suara samar terdengar, aku hanya terfokus pada satu pikiranku yang lagi-lagi ingin ku tepis.
Apa benar seperti ini kisah pernikahanku? Apa ini benar-benar nasib rumah tanggaku?
"Rum, gue gak mau lo berpikir yang nggak-nggak antara gue sama Dewo. Jadi gue mutusin untuk ceritain semuanya ke lo." Jeda Anne sesaat. "Nyokap gue sakit, Rum."
Bahuku melemas mendengar kalimat itu keluar dari mulut Anne. Ternyata yang dirawat di rumah sakit ini adalah ibunya.
Tapi apa hubungannya dengan Mas Dewo? Dan aku?
"Dan Dewo satu-satunya yang tahu hal ini. Dia yang bantuin gue urusin mama." Aku Anne dengan sedih. "Gak boleh ada yang tahu hal ini, makanya Dewo selalu pergi tanpa bilang ke orang lain. Satu-satunya yang percaya sama gue cuma Dewo, sama kayak waktu kuliah dulu."
Sampai di kalimat terakhir aku menjadi bingung kembali. 'sama kayak waktu kuliah dulu'? Jadi ada hal buruk yang menimpa Anne? Dan satu-satunya orang yang ada di sisi Anne saat itu hanya Dewo?
Lalu, kejadian apa yang menimpanya?
Aku tidak berani bertanya. Hanya mendengarkan, tapi akhirnya aku mengerti kalau hal ini membuat Mas Dewo menjadi sulit untuk terbuka.
"Gue mohon lo percaya sama Dewo dan gue, Rum." Pinta Anne. "Dan juga, tolong jangan bilang hal ini ke siapa-siapa."
.
..
Arumi terdiam lama, begitu juga dengan Dewo di sampingnya yang fokus menyetir. Dalam ingatannya, dengan jelas Arumi mengingat saat ibu Anne memanggilnya dengan nama almarhum kakak Anne. Membuat Arumi lagi-lagi terenyuh, ia benar-benar tidak bisa membayangkan perasaan Anne.
"Mau langsung pulang?"
Arumi tidak menanggapi. Bahkan tambahan cerita dari Dewo tentang kejadian sepeninggalan kakaknya Anne. Arumi menjadi tidak enak karena sudah curiga berlebihan kepada Anne.
Kemudian kehangatan menyelimuti tangan Arumi, memberikan kehangatan dan kenyamanan bersama sekaligus.
"Jangan terlalu dipikirin." Dewo mengelus tangan Arumi pelan. "Karena sekarang lo udah tau, gue jadi lega. Setidaknya ada alasan kenapa gue bersikap seperti sebelumnya."
Arumi kemudian menatap ke arah Dewo yang sedang asik menyetir. Satu pikiran terlintas di benak Arumi, kenapa Mas Dewo benar-benar berbeda dari sebelumnya?
"Kenapa?" Tanya Dewo, sadar akan tatapan Arumi padanya.
Walaupun penasaran dengan sekelibat pikiran itu, Arumi malah menanyakan hal lainnya, "apa Anne telah berdamai dengan masa lalunya?"
"Lagi proses. Kita sama-sama bantu dia, ya." Jawab Dewo dewasa. "Karena sekarang ada lo, jadi gue gak perlu bingung lagi untuk bantu tenangin Anne. Kalau dia lagi serangan panik tuh bisa sampai nyakitin diri sendiri."
Arumi mengerti, dan mendengarkan suaminya bercerita.
"Apalagi sekarang dia tinggal di apartemen sendirian. Gue takut hal yang gak diinginkan terjadi." Jujur Dewo dengan nada prihatin.
Ternyata sesulit itu kehidupan Anne, pikir Arumi.
Arumi menunduk, menatapi tangannya yang ditengkup oleh telapak tangan Dewo. Arumi pun membalas menggenggam tangan itu lebih erat lagi. Entah bagaimana Mas Dewo bisa begitu berbeda, tapi aku senang.
Aku senang kalau Mas Dewo sudah ingin membuka hatinya untukku.
Tanpa Arumi ketahui, jauh di dalam tubuh Dewo hatinya berdegup cepat. Tetapi apa yang bisa Dewo lakukan. Tidak mungkin dia langsung menjauhkan tangannya dari genggaman hangat dari Arumi. Jadi Dewo hanya lebih memfokuskan pikiran pada jalan di depannya.
Walaupun hatinya berdetak tak keruan.
.
..
[...>]Uhuk... Uhuk.... Batuk, nich 😏
Tugas belakangan, update sekarang!! Wkwkwk. canda
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life | Yoon Dowoon
Fanfiction[slow...] Katanya menikah adalah menghabiskan sisa hidup bersama pasangan yang kita cintai. Namun, bagaimana jika menikah dan menghabiskan sisa hidup bersama seseorang yang tidak kita cintai? Bahkan tidak mengenalnya? ©dadancow