Jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Ian terbangun dari tidurnya. Nafasnya memburu. Baru saja dia mimpi akan suatu hal yang membuat dia merasakan kehilangan yang kesekian kalinya.
Setelah melihat jam, Ian beranjak dari kasurnya. Kamarnya yang remang-remang membuat Ian sedikit tidak bisa memerhatikan langkahnya. Langkahnya seret sampai akhirnya dia berhasil membuka pintu kamarnya.
Tujuan utama Ian saat ini adalah dapur. Suatu kebiasaan yang membuat Ian merasakan haus saat tengah malam. Biasanya dia akan bawa minum ke kamar, tapi kali ini dia benar-benar lupa.
Setelah selesai minum, Ian kembali ke kamar. Pandangannya kini beralih ke Aga yang sedang tertidur di atas sofa dengan pakaian kantornya. Pria itu terlihat tenang.
Ian mendekat dan menatap Aga yang masih berada di mimpinya itu. Nafasnya yang tenang dan wajah tampannya membuat Ian tak merasa bosan melihat wajah pria itu saat tidur. Sejak dulu sampai sekarang, setiap Ian melihat Aga tidur, hal yang dia lakukan adalah menatap wajah pria itu sampai akhirnya ia tertidur kembali.
Ian mengusap kening Aga. Saat itu juga Ian terkaget dan langsung menggenggam tangannya. Setelah itu, Aga beralih ke lehernya. Tubuh Aga sangat panas.
"Aga," panggil Ian.
Aga sama sekali tak merespon. Pria itu hanya mengerang. Tangannya seketika menggenggam tangan Ian erat.
"Astaga, dia demam," ucap Ian.
Saat Ian ingin beranjak, tangannya tak bisa lepas. Genggaman tangan Aga sangat kuat menahan Ian. Ian tak tau harus berbuat apa. Ia kembali memegang kening Aga dan mengelusnya.
"Aku mau ambil air dulu, biar dikompres," ucap Ian. Barulah tangan Aga mulai melemah. Ian langsung beranjak dan mengambil air serta handuk bersih. Dia juga mengambil air hangat.
Setelah semuanya berhasil didapatkan, Ian langsung kembali ke ruang tengah dan mulai mengompres panas di tubuh Aga. Aga membuka tangannya. Seolah-olah meminta sesuatu.
"Apa?" tanya Ian. Mata Aga masih tertutup. Tapi tangannya masih terbuka.
Saat Ian meletakkan tangannya ke atas tangan Aga, Aga langsung menggenggamnya erat. Sementara tangan Aga yang satunya mengompres kening dan leher Aga.
Ian membuka kemeja Aga. Menyisakan kaos polosnya. Agar suhu Aga gak terlalu panas karena bajunya yang double. Kemudian, tangan mereka kembali saling menggenggam.
***
Cahaya pagi menyapa ruang tengah. Aga terbangun karena marasa silau oleh cahaya mentari pagi. Dia baru menyadari ada sebuah handuk kecil yang dilipat di keningnya. Dia juga melihat Ian yang tertidur pulas di atas perutnya, dengan tangan mereka yang saling menggenggam.
Pemandangan yang sangat dirindukan Aga.
Wajah imut sekaligus tampan Ian membuat Aga semakin menyukai pria itu.
Karena ingin melihatnya lebih lama, Aga tak membuat pergerakan yang membuat Ian terbangun. Karena, kalau Ian bangun, ia tak akan bisa melihat wajahnya sejuk itu lagi. Padahal dia ingin melihat wajah sahabatnya itu lebih lama.
Belum puas dengan pemandangannya, Ian terbangun. Mata mereka saling menatap dan saat itu juga Ian langsung bangkit. Dengan gugup, Ian langsung melepaskan genggamannya dari tangan Aga. Sementara Aga hanya tersenyum puas.
"Udah jam berapa?" tanya Ian seolah tak terjadi apa-apa.
"Gak tau, aku aja baru bangun," jawab Aga sambil menatap Ian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ian & Aga [end]
Fiksi RemajaTentang sebuah rasa yang sulit diungkapkan. Juga tentang kerinduan yang tak kunjung tersampaikan. Copyright © 2020