22

2.6K 244 11
                                    

H-2 ulang tahun Aga.

Ian sibuk mengelilingi toko sepatu dan pakaian. Matanya terus melirik beberapa barang ternama, tapi tak ada satupun yang cocok di matanya. Bukan di matanya, ia merasa tak ada yang cocok buat seorang Aga.

Sampai akhirnya, Aga melihat sebuah hoodie yang sangat bagus. Barangnya juga barang ternama. Warna dan ukurannya juga sepertinya cocok buat Aga. Ian pun menanyakan hoodie tersebut ke pelayan.

"Mba yang hoodie itu berapaan ya?" tanya Ian.

"Oh, yang donker?" tanya mbak-mbak pelayan.

"Iya."

"Itu 750 ribu pak."

Ian hanya mengangguk. Karena harganya juga setara dengan merknya yang sudah terkenal di berbagai negara.

"Ya udah yang itu dua, tapi satunya warna putih ada gak mba? motif lain juga gakpapa."

"Oke pak."

Saat mbak pelayan ingin mengambil hoodie pesanan Ian, Ian langsung memanggil kembali.

"Eh, sepatu itu berapa mbak?" Ian menunjukkan salah satu sepatu casual.

"Yang ini," pelayan melihat label harga di sepatunya. "988ribu pak."

"Oh oke, itu nomor 44 ada?"

"Sebentar ya pak," pelayan itu langsung menuju ke bagian dalam tokonya. Tak berapa lama ia kembali lagi dengan membawa dua kotak sepatu.

"Ada pak, tapi motifnya beda."

"Yaudah, itu mbak, sama satu lagi sepatunya yang itu," Ian menunjuk salah satu sepatu pantofel.

Pelayan itu kembali melihat label harga sepatu tersebut. "1 juta 598 ribu pak."

"Oke, berarti tadi hoodie nya dua, sama sepatu yang saya tunjuk tadi."

"Baik, pak."

"Oh iya, ukuran pantofelnya 42 ya."

"Oh, baik, pak."

Ian menunggu pelayan tersebut membungkus pesanannya. Ia ingin membeli sepatu pantofel karena ia suka dengan sepatu itu. Kebetulan, pantofel merk itu dia belum punya sebelumnya. Jadi dia tertarik untuk membelinya untuk dirinya.

Tak lama kemudian, belanjaan Ian udah selesai dibungkus, Ian langsung melakukan pembayaran. Kemudian balik ke perusahaannya.

Di belahan bumi yang lain, Ara sedang mencari sesuatu yang berhubungan dengan futsal. Dimulai dari sepatu futsal, jersey, dan semua yg berhubungan dengan futsal. Dia mengingat apa yang Ian ucapkan waktu itu. Ditambah lagi, dia juga sering menemani Aga saat sedang bermain futsal.

Setelah semuanya selesai dibeli, Ara kini ingin menuju ke perusahaan Aga. Dia tak perduli akan diusir atau engga, tapi yang pasti, dia ingin bertemu Aga.

Belum sempat masuk perusahaan, Ara dan Aga bertemu di parkiran. Pucuk di cinta, cintanya ada.

"Eh, hai!" sapa Ara. Aga yang melihat keberadaan Ara hanya menatapnya sebentar lalu sudah. Dia lanjut masuk ke perusahaannya.

"Hey, tunggu!" Ara sedikit berlari dan menyamakan jalannya dengan Aga. "Kamu udah siapin acara ulang tahun kamu lusa nanti?"

"Kamu gak ada urusan dengan itu!" ketus Aga.

"Hey!" Ara menghalangi tubuh Aga dengan berdiri di depan pria itu. "Biarpun aku gak kerja di perusahaan ini lagi, aku masih berhak kan peduli sama kamu?"

"Nggak!" Lagi-lagi Aga menjawab dengan tegas.

"Aga!" Ara menatap kedua manik mata Aga. "Bisa tidak kamu sekali aja anggap aku ada? kamu pikir aku ini apa? sampah?"

Ian & Aga [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang