Pukul 19:35. Ian masih berkutat di depan laptopnya. Seluruh karyawannya sudah pada berpulangan. Beberapa diantara mereka juga masih ada yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Termasuk Rain. Orang yang menjadi kepercayaan Ian selama di perusahaan. Bisa dibilang, Rain adalah tangan kanannya Ian.
"Pak, udah tengah 8, bapak gak pulang?" tanya Rain sambil memberikan kopi yang baru saja ia seduh.
"Bentar lagi, ini masih ada yang belum kelar."
"Oh gitu, ini diminum, gak enak kalo dingin."
Ian melirik secangkir kopi yang terletak di atas mejanya.
"Thank's," Tanpa aba-aba, Ian langsung menyeruput kopinya.
"Untuk perusahaan yang ingin kerja sama itu, gimana pak? dengar-dengar, direktur perusahaannya udah ganti."
"Belum tau, kita masih fokus ke projek yang bakal launching beberapa minggu lagi."
"Tapi, kemaren mereka udah ngirim proposal, bapak belum baca?"
"Mana?"
"Itu," Rain menunjukkan proposal yang bertumpuk di atas meja kerja Ian. "Kemarin Tika mau ngasih ke bapak, eh bapak gak ada, yaudah saya yang buat ke situ."
Ian tak menggubrisnya. Ia masih menyeruput kopinya sambil menatap layar komputernya. Investasi perusahaannya sedikit menurun dan itu adalah hal buruk dalam sejarah perusahaan. Yang mana setiap tahunnya investasi perusahaan tak pernah menurun.
"Rain!" panggil Ian.
"Ya pak?"
"Kita udah gak bisa main-main lagi, investasi perusahaan kita udah menurun 5%, dan ini jadi masalah."
"Siap pak."
Ian meletakkan kopinya kemudian lanjut mengecek kekurangan yang membuat investasi mereka menurun. Ini sudah menjadi masalah. Walaupun cuma 5% tapi itu sangat berefek di kemudian hari.
***
Ian membuka kode apartemennya. Setelah kodenya berhasil, ia langsung masuk. Suasana sangat gelap dan sunyi. Lampu menyala dengan otomatis. Ian langsung menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Dengan menghembuskan nafasnya kasar. Hari ini adalah hari tersibuknya. Setelah beberapa bulan hanya santai-santai saja.
Coat abu-abu yang bertengger di badannya ia lepas dan meletakkannya sembarang. Ian mengurut pelan batang hidungnya.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Menunjukkan pemberitahuan. Ian langsung merogoh sakunya lalu melihat notifikasi nya. Ternyata dari orang yang sama.
@3agarp
lo gak kangen gue?Isi pesan itu membuat capek Ian terasa hilang. Dia tanpa sadar langsung membalas pesan itu.
@andri.ian
tolol!!!!!!Tak tau mengapa, kata itu yang terlintas di pikiran Ian. Dia langsung melemparkan ponselnya ke atas sofa. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk mandi dan tidur.
Di belahan bumi yang lain, ada Aga yang tersenyum melihat respon dari sahabatnya itu. Hanya dengan satu kata saja membuat dia merasa gak ada yang berubah dari si tukang nyusahin itu.
12 tahun yang lalu....
Ian duduk di atas kursi panjang sambil menunggu Aga yang sedang bermain futsal. Suatu rutinitas mereka satu sama lain. Menunggu kalau salah satu dari mereka sedang melakukan ekskul masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ian & Aga [end]
Fiksi RemajaTentang sebuah rasa yang sulit diungkapkan. Juga tentang kerinduan yang tak kunjung tersampaikan. Copyright © 2020