Ayah dan putri itu tengah duduk bersebrangan dimeja makan dengan masing-masing satu cangkir teh panas dihadapan keduanya. Tadi saat masuk kedalam rumah seojoon sudah mendapati jimin yang berdiri tidak jauh dari pintu utama.
"Maaf appa tidak membiarkan jungkook masuk tadi karena appa ingin kau dan seoyoon memiliki waktu sendiri"
Jimin tersenyum mengerti "gwenchana appa, lagipula akupun masih belum siap berhadapan dengannya saat ini" katanya.
"Pagi ini dia akan segera pergi ke kanada"
Pergerakan tangan jimin yang akan menyeruput kembali teh hangat miliknya terhenti karena perkataan sang ayah kemudian menaruh kembali cangkirnya ke meja dan menatap lurus kedepan.
Terbesit kesedihan dalam hatinya mengingat sebelum jungkook tega mengkhianatinya mereka seringkali enggan meninggalkan satu sama lain pergi keluar kota atapun keluar negeri karena pekerjaan masing-masing. Maka salah satu dari mereka akan mengosongkan waktu untuk menemani ketujuan. Mereka sulit sekali dipisahkan.
Akan tetapi semua itu hanya sebuah kenangan manis dimasa lalu. Karena pada akhirnya sebuah pengkhianatan menghancurkan ikatan suci pernikahannya dan memisah paksa keduanya.
Wajah putrinya yang masih sedikit terlihat sembab sekarang ditambah menjadi murung membuat hati seojoon sakit seperti ditusuk ujung jarum berkali-kali.
"Ah begitu ya appa" jawab jimin mencoba untuk acuh. Tapi seojoon tau itu hanya topeng yang ditunjukan putrinya.
"Nak!" Seojoon memegang tangan jimin membuat putrinya itu menatap kearahnya "appa tidak akan mendesakmu untuk segera menyelesaikan masalahmu ini. Tenangkan dirimu sepuasnya sampai kau bisa memutuskan keputusan apa yang harus kau ambil dengan pikiran yang dingin. Agar kelak keputusan yang kau ambil itu tidak akan menyakiti siapapun termasuk dirimu sendiri" kata seojoon memberi penjelasan walaupun terlihat perkataanya menyimpang dari topik sebelumnya.
Jimin menundukkan kepalanya "appa apa aku akan baik-baik saja?" Tanyanya setengah berbisik. Seojoon yang mengerti maksud dari pertanyaan jimin menatap prihatin akan nasib putrinya ini.
"Kau akan baik-baik saja, putri appa kan kuat. Kau bisa melewati ini semua. Kau juga masih memiliki appa dan eomma terutama seoyoon. Jadi jangan khawatir kami akan selalu bersamamu apapun yang terjadi nanti"
Tangan mungilnya segera mengusap air matanya yang tiba-tiba saja terjatuh. Ia ingin menangis sejadi-jadinya lagi tapi ia mencoba untuk tetap tegar dihadapan ayahnya. Tapi usapan pada punggung tangannya kembali terasa.
"Tak apa menangislah jika itu memang bisa membuatmu merasa lebih baik"
Tepat setelah mendengar perkataan ayahnya jimin kembali menangis dengan isakan yang memenuhi ruang makan rumah orang tuanya.
Patah hati terbesar seorang ayah adalah melihat putri yang ia besarkan penuh kasih sayang kini rapuh dan terpuruk. Itulah yang dipikiran seojoon. Pria paruh baya itupun ikut menitikan air mata tanpa sepengetahuan jimin. Sedih akan nasib buruk yang menimpa putrinya. Siapa yang tidak akan hancur jika dihadapkan dengan sebuah pengkhianatan.
****
"Darimana kau?" Tanya yoongi seraya bersidekap tak jauh dari jungkook yang baru saja datang dari pintu utama. Jungkook tak menjawab ia hanya melewati saja kakaknya itu moodnya buruk sekarang.
"Aku bertanya padamu jeon jungkook!" Teriak yoongi yang kesal karena dilewati begitu saja. Jungkook menghentikan langkahnya, kedua tangannya terkepal dengan erat.
"Dari rumah mertuaku" jawabnya ketus dengan posisi yang memunggungi yoongi.
"Biar kutebak! Kau datang kesana untuk menemui jimin dan seoyoon, akan tetapi ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, tuan park tidak mengizinkanmu menemui keduanya dan Kedua, jimin sendirilah yang menolak menemuimu" yoongi berucap dengan nada mengejeknya ibu muda itu bisa mendengar adiknya mendengus kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
EQUANIMITY
FanfictionAngst (kookmin - gs) Ketika kesabaran jimin harus diuji. Meski terasa sangat menyakitkan namun harus tetap bertahan dalam ikatan yang menyakitkan.