Petrichor (Ekstra Chapter)

47.2K 4.6K 884
                                    

Petrichor adalah aroma alami yang dihasilkan saat hujan jatuh di tanah kering.

.
.
.

Teduh Ekstra Chapter

.
.
.

Semenjak memasuki semester lima ini, Hinata mengalami keadaan dimana dia sering tidak ingat akan hal-hal penting atau sesuatu yang baru dilaluinya.

Singkatnya, Hinata menjadi pelupa.

Entah karena penyakitnya atau apa, yang jelas kelemahan baru Hinata ini berdampak buruk.

Bayangkan saja bila Hinata berangkat ke kampus namun dia lupa membawa tas.

Bukankah ini gawat?

Karena itulah, teman satu fakultasnya, Akaashi, memberinya sebuah saran.

Yaitu membeli sebuah buku catatan. Untuk mencatat beberapa hal penting atau apapun yang mungkin bisa dilupakan.

Dan Hinata mengikuti saran ini. Dia membeli sebuah buku catatan kecil yang mudah dibawa kemana-mana. Biasanya lelaki berambut oranye ini lebih suka menyelipkannya di buku atau novel bacaannya.

"Sepertinya hujan akan turun sebentar lagi." Hinata yang tengah mencatat beberapa rencana rutinitasnya terhenti, dia menatap Akaashi yang tengah membereskan barang-barangnya. Memasukkannya satu persatu kedalam tasnya.

Hinata menatap kearah jendela. Benar saja, awan hitam memayungi langit hari ini.

Dan udaranya terasa cukup dingin.

Lelaki pendek itu bahkan menggigil sedikit karenanya.

"Cepatlah pulang jika tidak ada kelas Hinata."

"Ah iya!"

Perkataan Akaashi menyadarkan si rambut oranye. Dia tersentak kecil dan mulai bangkit membereskan buku-bukunya.

Dia sudah menulis jadwal akan membeli sekotak permen karet hari ini. Karena kotak permen karetnya sudah hampir habis.

"Ngomong-ngomong mau pulang bareng?" Hinata tersenyum. Dia selesai membereskan semua barang-barangnya, memasukkannya rapi didalam tas.

Akaashi menggeleng. "Tidak, aku ada kelas tambahan, jangan khawatir, aku akan pulang bersama Bokuto nanti."

Ah, Hinata mengangguk mengerti.

Dia lalu menggendong tasnya. Tersenyum kepada Akaashi, melambaikan tangan padanya dan setelah lambaian tangannya dibalas, dia berjalan keluar dari kelas itu.

Sambil berjalan kearah gerbang kampusnya, mata cokelat madu yang ditutupi kacamata berbingkai kotak itu menatap keatas langit.

Awan semakin menggelap, dan udara semakin mendingin.

Hujan mungkin akan datang lima belas menit lagi. Ini perkiraannya.

Hinata menghirup nafas panjang. Dan kemudian membuangnya lambat. Bibirnya tersenyum.

Sebenarnya, dia tak sabar menunggu saat seperti ini.

TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang