Kasur

31.9K 4.3K 1K
                                    

Setelah perbincangan antara Kageyama dan Kenma berakhir, mereka bertiga pamit untuk pulang.

Sebelum ketiganya bernar-benar pergi, Kuroo menepuk bahu Kageyama,

"Bisakah aku meminta email punyamu?"

Kageyama sebenarnya tidak ingin memberikan alamat email kepada orang asing seperti dia. Apalagi wajah Kuroo tidak seperti orang baik, namun fakta bahwa Hinata berteman dan mengobrol baik dengannya, Kageyama membuka ponselnya, memberi alamat emailnya dan mendapat senyum lebar dari lelaki rambut pantat ayam.

"Yosh, terimakasih Kageyama-kun, aku akan menghubungimu nanti."

Kageyama mengangguk, ketiga orang itu pergi. Hari sudah mulai menggelap.

Kageyama berjalan, menyalakan lampu. Hinata menatapnya bingung.

"Kau tidak pulang?" tanyanya.

Sebuah gelengan kepala dilakukan Kageyama. "Aku menginap saja, besok bolos tak masalah." kaki-kakinya kemudian berjalan lagi dan duduk di kursi samping ranjang.

"Kau hobi sekali bolos, padahal besok hari terakhir sebelum libur musim dingin." Hinata menepuk keningnya. Kageyama mendengus datar.

Mata biru dongker Kageyama melirik Hinata. Lelaki itu kini melanjutkan merajut, hampir jadi. Syal birunya hampir jadi.

"Apakah salju sudah turun?" pertanyaan Hinata menyadarkan lamunan Kageyama. Lelaki itu tampak kikuk. "Kemarin saljunya turun, tidak terlalu lebat," jawabnya kemudian.

"Berarti salju turun lebih awal?"

Kageyama mengangguk. "Kenapa kau begitu bersemangat membahas ini? kau suka bermain salju?" tanya heran Kageyama.

Hinata hanya tersenyum. Dia masih merajut bagian akhir dari syalnya.

"Aku suka semua musim."

Kageyama hanya terdiam. Hinata menuntaskan rajutannya. Dia tampak bangga dengan itu.

"Yosha!"

Kageyama tersenyum. Hinata melipat syal itu rapi, menaruhnya dimeja tepat disamping buku pemberian Kageyama.

"Kenapa tidak langsung dipakai?" tanya Kageyama.

Hinata menatapnya, "aku tidak merasa kedinginan." Kageyama merespon oh singkat.

Hinata tampak melepas kacamatanya, dia mengusap lensa itu dengan kain.

"Ngomong-ngomong, sejak kapan kau memakai kacamata itu?" ya, Kageyama sudah penasaran sejak lama sejak kapan lelaki pendek ini memakai kacamata.

"Tahun terakhir di SMA." Setelah mengusap kedua lensa itu, Hinata memakainya kembali.

"Minus atau plus?"

Hinata hanya tersenyum.

"Sebenarnya penyakitku ini pertama kali menyerang syaraf otak dan pengelihatanku menjadi yang pertama. Pandanganku kabur saat itu, kupikir karena mataku memang minus saja tapi ternyata adalah awal dari semua ini."

Hinata menghela. Kageyama menyesal bertanya.

"Ya setelah mataku, penyakit ini menyerang ginjal kananku, kau tahu cerita selanjutnya."

Kageyama mengangguk.

Ya, tidak perlu dijelaskan Kageyama tahu lanjutannya. Lanjutan kisah dari Hinata Shoyo dan kupu-kupu ungunya.

Tak ada yang membuka percakapan.

"Kau mau tidur?" Hinata berbaring di kasurnya ketika waktu hampir larut. Dia melepas kacamatanya.

"Ya, sebentar lagi." Kageyama masih berkutat dengan ponselnya. Beberapa email masuk dari sekolah.

"Kemarilah." Hinata menggeser tubuhnya, menyisakan ruang di ranjang sempit itu.

Kageyama berdecak. "Jangan bercanda, itu ranjang untuk satu orang."

Hinata cemberut, dia menepuk-nepuk kasurnya, memaksa agar Kageyama berbaring disana. "Tubuhku kecil, aku yakin kasur ini cukup untuk dua orang."

Kageyama menghela. Hinata jelas-jelas ingin keinginannya terpenuhi.

Dilepasnya sepatu dan mulai berbaring disana. Jarak mereka begitu dekat, masing-masing dari mereka bahkan bisa merasakan nafas satu sama lainnya.

Kageyama tak bisa mundur, jika dia mundur dia akan terjatuh. Kasur itu begitu kecil untuk mereka berdua, bahkan sedikit badan Kageyama hampir jatuh.

Hinata membagi selimutnya. Padahal Kageyama dapat merasakan kulit itu dingin.

"Untukmu saja," tolak Kageyama. Hinata menggeleng. "Tidak, kau nanti kedinginan." Kageyama menghela. Melihat bibir Hinata bergetar menahan dingin membuatnya tak tega.

Ditariknya kepala Hinata didadanya. Membiarkan nafas orang sakit itu berhembus didadanya.

Kageyama memeluk Hinata. Dia tidak menyingkirkan bagian selimut yang ada ditubuhnya. Mereka berbagi selimut. Namun tubuh Hinata tak dingin.

"Boke, yang sakit itu kau."

Hinata menunduk dia membenamkan wajahnya di dada bidang Kageyama. Membuatnya bertambah hangat.

"Dengan begini, kita tidak akan kedinginan meski berbagi selimut."

Tak ada balasan. Hinata sudah mendengkur pelan disana. Kageyama meliriknya. Dia memeluk lelaki itu semakin erat. Dan Hinata tak merasa terganggu atas hal itu.

TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang