Janji Kupu-Kupu Ungu

42K 5.2K 2K
                                    

Kageyama kurang fokus hari ini. Setelah dia membeli buku, dia bergegas ke kampus.

Agak telat.

Dia bahkan melewati satu kelas. Setelah semua kelas berakhir, Kageyama buru-buru membawa tasnya pergi. Dia tak membalas sapaan Ushiwaka yang mengajaknya pulang bersama, atau Kunimi yang bertanya apakah ada latihan voli.

Tujuan Kageyama saat itu hanyalah satu, yaitu perpustakaan.

Dengan langkah terburu, Kageyama mendekati ruang yang sepi dan penuh buku itu.

Dan ketika sampai disana, Hinata ada.

Dia duduk seperti biasa, di kursi yang sama, dengan tumpukan buku yang sama banyak.

"Kageyama!" Hinata tersenyum melihat Kageyama mendekatinya dia melambai dengan ceria.

Kageyama menarik kursi seperti biasa, dia duduk dihadapan Hinata.

Namun, ekspresinya begitu suram hari ini.

Hinata menyadari ada yang tidak beres, dia bertanya, "ada apa Kageyama?"

Kageyama hanya diam, dia membuka tasnya, memberikan sebuah bungkusan pada lelaki oranye.

"Ini untukmu."

Hinata menatap bingkisan itu dengan mata berbinar.

"Untukku?! woah terimakasih!" Hinata langsung menerimanya dengan senang, dia membukanya dan menemukan buku novel berjudul 'Robbin Hood' disana.

"Novel?"

"Maaf aku memang payah dalam memilih sesuatu." Kageyama memalingkan wajah.

"Tak apa! aku menang sudah nonton filmnya, tapi belum baca novelnya kok." Hinata tersenyum bahagia, dia memeluk novel itu.

"Syukurlah kalau kau suka." Kageyama tersenyum tipis. Namun, ekspresi wajahnya masih suram dan menunduk.

Hinata menyadari ini. Wajahnya mendekat, menatap Kageyama.

"Kage, ada apa?" tanyanya.

Kageyama terdiam cukup lama.

"Apakah... Hinata-san sakit?"

Beberapa saat, Hinata tak menjawab. Kageyama masih menunduk, dia tak tahu ekspresi wajah Hinata seperti apa ketika dia bertanya.

"Kau tahu?" tanyanya kemudian.

Kageyama memalingkan wajah. Dia masih tak mau menatap Hinata.

"Di toko buku, ketika aku membeli buku itu, Bokuto-san memberitahuku." Kageyama mengepalkan tangannya.

Hinata masih menatapnya.

"Siapa?"

"Teman Akaashi-san, yang satu fakultas denganmu." Suara Kageyama memberat.

Hinata terdiam lagi. Dia menghela nafas dan menarik wajahnya. Dengan masih memeluk novel pemberian Kageyama, dia berdiri didepan wajah Kageyama, menyingkirkan rambutnya, sehingga kini, mata mereka bertatapan.

Hinata tersenyum.

Kageyama kesal, bibirnya bergetar menatap senyum dan mata cerah itu.

"Kalau itu benar kenapa kau masih tersenyum?" tanya Kageyama, nadanya bergetar seperti bahunya.

Dia kesal pada lelaki ini.

Kenapa dia tersenyum?

Harusnya tidak begitu.

Bukankah orang sakit tidak banyak tersenyum?

Kenapa dia dapat tersenyum tulus?

"Memangnya orang sakit tidak boleh tersenyum?" Hinata memiringkan kepalanya. Kageyama terdiam. Dia memalingkan wajahnya lagi. Enggan menatap wajah cerah itu.

"Katanya kau pernah di operasi, apakah itu benar juga?"

Hinata masih tersenyum disana.

"Ya, benar, operasi ginjal, karena itulah aku tidak boleh lelah dan akhirnya keluar dari voli." Hinata kembali duduk ditempatnya.

"Jadi kau memiliki penyakit ginjal?" tanya Kageyama lagi. Posisinya masih sama, tak mau menatap Hinata.

Hinata menggeleng.

"Bukan."

Jantung Kageyama mendadak berhenti.

"Lalu apa?"

Kali ini, Kageyama menatap Hinata. Lelaki oranye itu masih tersenyum, menyangga dagu dengan tangan kanannya.

"Penyakitku ini punya nama yang sangat indah."

Kageyama mendengus. Dia tak suka ini.

Kenapa Hinata selalu memberi teka-teki?

"Namanya penyakit kupu-kupu ungu."

Kageyama tersenyum miring. Dia mendengus lagi.

"Apa-apaan itu?"

Hinata hanya tersenyum.

"Jadi? kau ingin mejauhiku mulai dari sekarang karena aku sakit dan mungkin akan mati?"

Kageyama menggeleng, dia tersenyum yang mungkin agak menyeramkan.

"Pemikiran macam apa itu?"

Hinata tertawa. "Mungkin saja kan? aku juga tak masalah tentang itu."

Kageyama menatapnya tajam.

"Hentikan pemikiranmu boke, apalagi kau mengatakan itu sambil tersenyum, itu mengerikan."

"Hey ngaca saja, wajahmu saat ini yang paling mengerikan." Hinata menunjuk wajah Kageyama sambil cemberut.

"Wajahku memang sudah seperti ini sejak lahir boke!" Kageyama kesal, sementara Hinata tertawa geli.

"Aku tidak akan meninggalkanmu." Tawa Hinata mereda. Dia menatap Kageyama dengan masih memegang perutnya yang pegal sehabis tertawa.

"Bahkan jika sebentar lagi aku mati?"

"Justru bagus bukan? aku hanya perlu menemanimu sebentar saja." Kageyama tersenyum.

Hinata menatapnya dengan mata memincing. "Kalau begitu tetaplah bersamaku sampai aku mati ya, aku janji hanya untuk waktu yang sebentar." Hinata mengacungkan jari kelingkingnya.

Kageyama mendengus. "Harusnya kau tidak perlu berjanji seperti itu," Kageyama menautkan jari kelingking mereka.

"Aku lebih suka jika bisa menemanimu lebih lama." Ditatapnya wajah Hinata dengan senyuman paling tulus yang pernah dia miliki.

"Sayang sekali aku akan mati sebentar lagi." Hinata tertawa lagi, jari mereka masih bertaut.

"Setidaknya kau harus mengubah janjimu tadi."

"Seperti apa?" Tanya Hinata, mata bulat dibalik kacamatanya menatap langsung mata biru Kageyama.

"Seperti misalnya, kau akan membuatku kerepotan lebih lama."

Hinata tertawa.

"Baiklah, tolong berjanjilah tak akan meninggalkan orang sakit ini sehingga dia merepotkanmu untuk waktu yang lama."  Jari mereka semakin bertaut.

"Aku berjanji tak akan meninggalkanmu."

TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang