Sekali Lagi

34.8K 4.3K 576
                                    

Kageyama mendorong pintu gimnasium terdekat.

Sebenarnya tadi dia ingin menggunakan gimnasium universitas. Namun sayangnya terkunci.

"Ingat hanya satu kali," ulang Kageyama. Hinata mengangguk mengerti. Dia melepaskan topinya beserta jaket tebalnya.

Sehingga saat ini, Hinata hanya menggunakan sweater cokelat susu dengan celana jeans, serta kacamata yang setia bertengger di hidungnya.

"Siap?" tanya Kageyama. Dia bersiap dengan satu bola ditangannya.

Hinata mengangguk, dia berjalan kebelakang.

"Yosh!"

Setelah itu, Hinata berlari ke arah nett, Kageyama melempar bola padanya, namun gagal karena lompatan Hinata terlalu cepat.

Kageyama tak memperkirakan ini.

Dia terkaget melihat betapa tinggi dan cepatnya Hinata melompat.

"Apa-apaan tos lambatmu itu Kageyama-kun," Hinata mencak-mencak. "kau benar-benar pemain inti bukan sih?"

Kageyama yang mendengarnya kesal. Dia berdecih.

"Kalau begitu sekali lagi!"

Hinata tersenyum lebar. Dia mengangkat tangannya.

"Yosha!"

Kageyama meruntuk dalam hati. Dia akan menunjukan kemampuannya yang sesungguhnya.

Menutup mata sejenak, ketika dia merasakan langkah mendekat, Kageyama membuka matanya, melempar bola dengan sangat cepat dan dengan cepat pula Hinata memukulnya.

Bola yang dipukul itu jatuh ke tengah lapangan, melalui nett, menimbulkan suara berdembam di ruangan kosong itu.

Kageyama terkesima.

Dia belum pernah merasakan ini.

Kenapa Hinata bisa memukul tos terbaiknya yang tidak pernah bisa orang lain lakukan.

Kenapa lelaki sakit seperti Hinata bisa memukul bolanya dengan sempurna?

"Nice toss kageya--"

"Bagaimana bisa kau memukul itu?!" Kageyama langsung bertanya. Hinata kebingungan.

"Apanya?"

"Itu adalah tos paling susah kau tahu? tidak ada yang bisa memukul bola yang tadi!" Kageyama memegang kedua pundak seniornya.

Hinata tertawa.

"Yang benar saja? itu adalah tos paling mengagumkan Kageyama! cepat sekali, aku baru pernah mendapat bola seperti tadi!" Hinata berujar senang. Dia mengabaikan pertanyaan Kageyama.

Kageyama tak mengerti.

Lompatannya sangat tinggi, tadi bukan lompatan tempo satu, dua atau tiga.

Tadi adalah lompatan tempo nol!

"Hinata-san, maaf apakah kau kuat?" tanya Kageyama lagi.

Hinata berkedip kemudian dia tersenyum lebar.

"Tentu!"

"Sekali lagi!"

Dan mereka beberapa kali melakukan kombinasi.

Ada beberapa yang gagal.

Namun, yang terbanyak adalah berhasil.

Kageyama tak dapat menahan rasa bahagia berdebar di jantungnya.

Rasanya begitu nikmat sekali.

Setelah sekian lama, ada yang bisa memukul tos-nya yang sesungguhnya.

Kageyama berhenti ketika Hinata terlihat mulai kelelahan. Lelaki itu bernafas tak beraturan.

"Hinata-san?" Kageyama mendekat dengan khawatir ketika lelaki mungil itu jatuh duduk dilantai gimnansium.

Hinata mengusap keringatnya. Dia menggeleng pada Kageyama.

"Sekali lagi..." ucapnya dengan nafas tersengal.

Kageyama berdecih tak suka.

Jelas-jelas keadaannya begini, kenapa begitu memaksakan diri?!

"Tidak Hinata-san, kita harus pulang!" Kageyama membentak. Dia mengambil jaket Hinata, memakaikannya dan membantunya berdiri.

"Sekali lagi Kageyama..." Hinata meremas tangan Kageyama.

Kageyama memejamkan matanya. Kemudian dia mendengus.

"Jika kita lakukan lebih dari ini, kau akan mati."

Hinata menggigit bibirnya.

"Ulang tahunku masih jauh, aku tidak akan membiarkanmu mati sebelum itu."

Hinata memalingkan wajahnya.

Hari semakin sore. Kageyama masih menuntun lelaki itu hingga halte bus.

Ini salahnya karena meminta Hinata melompat berkali-kali.

Padahal, Kageyama yang paling keras memaksa Hinata agar hanya melakukannya sekali.

"Maaf, karena badanku yang rusak ini, aku tidak bisa menerima tos-mu lebih banyak." Hinata meremas jaket Kageyama ketika mereka kini terduduk di halte.

"Tidak, ini salahku yang memintamu melompat tadi." Kageyama memeluk punggung lelaki mungil itu yang bergetar.

"Bukan, aku... aku yang memaksamu, ini salahku." Hinata terisak. Dia menangis di dada Kageyama, meremas jaketnya sambil bergetar hebat.

Kageyama tak dapat berkata apa-apa. Dia hanya memeluk lelaki itu erat. Mencoba menenangkannya sebisa mungkin.

Akhirnya Hinata mengeluarkan sisi lemahnya.

TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang