[22] Fitnahan dan murka

60 25 1
                                    

Wajar! Jika manusia melakukan kesalahan. Manusia itu makhluk biasa, bukan Malaikat apalagi Tuhan. Manusia itu tidak luput dari kesalahan, entah itu karena ceroboh, lupa ataupun khilaf.
'*'

Pukul 09.00 pagi Syallief terbangun, karena Bundanya menyuruh untuk makan. Tubuhnya masih lemah, tetapi kepalanya sudah tidak terlalu pusing.

"Kamu mau makan di sini aja, biar Bunda suapin. Nanti Bunda ambilin dulu," ucap Amara yang diangguki oleh Syallief.

Syallief duduk sambil menyenderkan kepalanya di ranjang kasur, menunggu Bundanya mengambil makanan.

"Syal, nih kamu makan dulu. Biar aku suapin ya," ucap Syaila sambil membawa semangkuk Bubur, ia juga duduk di sebelah Syallief.

Kenapa malah Kakaknya yang lagi-lagi datang? Perasaan ia menunggu Bundanya. Kalo Kakaknya yang datang, rasanya ia ingin tidur lagi saja.

"Bunda kemana Ka?" tanya Syallief.

"Ko malah nanya Bunda? Bunda lagi ngurusin Kaila, lagian kamu mau ngerepotin Bunda terus emang? Masih untung ada aku yang mau ngurusin kamu pas lagi sakit, tapi kamu gak pernah hargain sama sekali."

"Syal gak ada niatan buat ngerepotin Bunda sama Ka Syaila, Syal juga gak bermaksud buat gak ngerhargain Kakak, tadi Syal cuman nanya aja."

"Ya udah lah, sekarang kamu makan. Terus minum obatnya," suruh Syaila. Dan Syallief hanya bisa pasrah, ia tidak ingin berdebat dengan Kakaknya.

Setelah makan dan minum obat, Syallief tidak kembali tidur walaupun Kakaknya sudah menyuruhnya untuk tidur. Ia teringat jika ia ada janji dengan Zita, tetapi kondisinya masih sangat lemah.

"Kalo gue gak ketemu Zita, pasti Zita ngambek. Tapi kalo pergi, apa Bunda bakalan ngizinin?" tanya Syallief kepada dirinya sendiri.

Ia lalu berjalan keluar dari kamarnya, berniat mencari Bundanya.

"Bunda, sama Kaila mau kemana?" tanya Syallief.

"Kamu udah gak papa?" tanya Amara sambil mengelus puncak kepala putranya.

"Bunda mau ke kantor Ayah, soalnya Ayah nyuruh Bunda sama Kaila ke sana. Kamu gak papa kan sama Ka Syaila dulu?" lanjutnya.

"Syal udah mendingan ko Bun, niatnya Syal juga mau pergi, soalnya Syal ada urusan."

"Loh kamu beneran udah sehat? Muka kamu masih pucet itu, kamu jangan pergi-pergi dulu ya. Bunda takut kamu kenapa-napa." Syallief sudah menduga pasti Bundanya melarangnya untuk pergi, tapi jika di rumah hanya berdua saja dengan Kakaknya, ia lebih baik pergi untuk bertemu Zita.

"Tapi Bun, Syal beneran udah gak papa ko. Badan Syal juga udah gak panas," bujuk Syallief.

"Jangan izinin Syal pergi Bun," sahut Syaila sambil berjalan menghampiri Syallief dan juga Amara.

"Katanya kamu kecapean, bukannya istirahat kenapa malah mau pergi?" lanjutnya.

"Bener apa kata Kakak kamu Syal, kamu istirahat dulu, jangan banyak aktifitas. Nanti kamu sakit lagi," ucap Amara.

"Bunda kalo mau pergi, pergi aja. Pasti Ayah udah nungguin Bunda, biar Syal aku yang urus," suruh Syaila yang diangguki oleh Amara.

Izinkan Aku Menggapai Dunia Ku [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang