[12] Masalah

56 40 22
                                    

Terlalu baik itu hal wajar, karena memang itu sifatnya. Cuman kalo udah dibaikin malah manfaatin, itu namanya gak tau diri.
'^'

Syallief sudah sampai rumahnya, mimik wajahnya terlihat sangat bahagia. Sudah bisa ditebak, pasti karena Zita.

"Lama-lama gue jadi orang gila, gara-gara jatuh cinta," gumam Syallief sambil menghempaskan bokongnya di sofa. Ia tersenyum kecil, saat mengingat momen bersama Zita.

Syaila yang melihat Adiknya sedang duduk di sofa, lalu menghampiri dan duduk di sebelah Syallief.

"Dari mana aja kamu Syal?" tanya Syaila yang membuat Syallief terkejut. Ia menunjukan cengiran canggung ke Kakaknya. Dari tadi ia sibuk melamun tentang Zita, sampai ia tidak sadar kalo Kakaknya sudah duduk di sebelahnya.

"Biasalah Ka, main. Kenapa emangnya Ka?" jawab Syallief sekaligus bertanya.

"Gak papa sih, Kakak cuman nanya aja. Oh ya, kamu udah makan belum?"

"Udah Ka, Kakak sendiri udah makan belum?"

"Belum nih, Kakak boleh minta tolong gak? Beliin Kakak Bakso yang ada di depan sekolah kamu, Kakak pengin makan Bakso itu. Kamu mau gak?" pinta Syaila dengan tatapan memohon.

"Kamu belinya pakai mobil Kakak aja, nanti Kakak yang bilang sama Ayah," lanjutnya.

"Ya udah, Syal beliin." Syaila tersenyum, kemudian memberikan uang serta kunci mobilnya kepada Syallief.

Ketika Syallief pergi membeli Bakso tersebut, Syaila lalu pergi menuju kamarnya. Baru saja Syaila ingin membaringkan tubuhnya, tetapi Daiflan malah memanggil dirinya. Alhasil ia  tidak jadi membaringkan tubuhnya, lalu membuka pintu kamarnya.

"Kenapa Yah?" tanya Syaila.

"Kamu belum makan kan? Makan dulu sana, nanti baru tidur. Ayah gak mau kamu telat makan, nanti sakit lagi," suruh Daiflan.

"Nanti Syaila makan, soalnya nunggu Syallief beli Bakso dulu."

"Ya udah, yang penting nanti kamu makan." Daiflan mengusap kepala Syaila, sebelum pergi meninggalkan Syaila.

Setelah Ayahnya pergi, Syaila masuk ke dalam kamarnya lagi. Ia membaringkan tubuhnya di ranjang kasur, kemudian memainkan handphonenya sambil menunggu Syallief datang, lebih tepatnya menunggu Bakso yang ia inginkan.

15 menit kemudian, Syallief sudah kembali sambil membawa kantong plastik berisi Bakso tersebut. Ia meletakkan Bakso tersebut di meja makan, lalu mengambil mangkok di dapur.

"Yah, lihat Ka Syaila gak?" tanya Syallief ketika melihat Ayahnya sedang mengambil minum di dapur.

"Ada di kamar, kamu panggil sana," suruh Daiflan yang diangguki oleh Syallief.

Setelah mengambil mangkok dan menuangkan Bakso tersebut. Syallief baru pergi ke kamar Kakak untuk memanggil Kakaknya, memakan Bakso tersebut.

Syallief mengetuk pintu kamar Kakaknya, tak lama kemudian Kakaknya keluar dari kamarnya.

"Itu Baksonya udah dibeli, dimakan dulu ntar keburu dingin Ka," suruh Syallief.

"Makasih ya," ucap Syaila yang diangguki oleh Syallief.

Syaila lalu pergi ke ruang makan, sedangkan Syallief memutuskan untuk mandi.

"Duh makan sendiri, mending sambil nonton televisi." Syaila memutuskan membawa Bakso tersebut ke ruang keluarga.

"Aduh panas banget lagi," keluh Syaila.

Saking terburu-buru menaruh Bakso tersebut di meja. Syaila sampai menjatuhkan, karena tidak kuat dengan panasnya. Syaila langsung panik ketika kuah Baksonya mengenai berkas yang ada di meja tersebut. Sudah jelas pasti berkas-berkas tersebut milik Ayahnya.

"Ya ampun, gimana nih? Aduh bisa kena marah sama Ayah," ucap Syaila panik sambil berusaha membersihkan berkas tersebut dari kuah Baksonya.

"Aduh, Syallief kemana lagi? Gue gak mau dimarahi sama Ayah, duh ya ampun." Syaila terlihat sangat frustasi, ia lalu berlari menuju kamar Syallief.

Syallief amat sangat terkejut, ketika Kakaknya mendobrak pintu kamarnya. Untung saja ia sudah berpakaian, coba kalo belum? Bisa berabe kan.

"Kenapa sih Ka? Ada Demit? Sampai masuk kamar bikin kaget orang, untung Syal gak punya riwayat jantung. Cuman punya riwayat kaget aja."

"Aduh Syal, jangan bercanda deh! Kakak lagi panik ini," ucap Syaila terlihat sangat panik.

Syallief menyengitkan alisnya, kenapa lagi Kakaknya ini?

Tiba-tiba mereka mendengar teriakan Daiflan, teriakannya membuat Syaila tambah panik. Ia sampai meremas tangan Syallief.

"Ka, Ayah manggil kita. Tapi ko Ayah kayak lagi marah?"

"Udah kita samperin Ayah aja, Kakak takut Ayah tambah marah." Syaila serta Syallief lalu menghampiri Daiflan, Syaila terus saja menggenggam tangan Adiknya untuk mengurangi rasa paniknya.

"Ayah tanya sama kalian, siapa yang numpahin kuah Bakso ke berkas penting Ayah?" tanya Daiflan sambil menahan emosinya.

"Apa ini ulah Ka Syaila? Makannya Ka Syaila panik," batin Syallief.

"Jawab Ayah! Kenapa kalian berdua diam aja? Kalian punya mulut kan?" bentak Daiflan.

Syallief maupun Syaila sama-sama terkejut ketika mendengar bentakan Daiflan.

"Ayah butuh tanggung jawab, siapa yang tumpahin kuah Baksonya?"

"Syaila minta maaf, soalnya Syaila yang bawa Syallief pergi. Syallief gak sengaja numpahin kuah Baksonya, Syaila gak mau Ayah marah makannya kita pergi," lirih Syaila.

"Maafin Kakak Syal, Kakak terpaksa," batin Syaila.

Syallief tentu saja terkejut, kenapa Kakaknya malah memfitnahnya? Padahal ia tidak tau apa-apa. Tetapi melihat wajah ketakutan Kakaknya membuat ia tidak tega, ia juga merasakan tatapan memohon dari Kakaknya.

"Jadi kamu, yang udah ceroboh numpahin kuah Bakso ke berkas penting Ayah?" tanya Daiflan sambil menatap tajam Syallief.

"Maafin Syal. Yah," lirih Syallief sambil menundukkan kepalanya.

"Maaf? Ya Allah Syallief! Hukuman dari Ayah kemaren aja belum kelar, sekarang kamu udah bikin masalah lagi, kamu gak kapok sama hukuman Ayah?" Syallief hanya menundukkan kepalanya, ia tidak berani membalas ucapan Ayahnya. Jangankan membalas, menatap Ayahnya saja ia merasa takut. Walaupun ia tidak melakukan kesalahan, tetapi saat ini ia yang menanggung kesalahan Kakaknya.

Syaila berjalan ke arah Ayahnya, memohon kepada Ayahnya supaya memaafkan Syallief.

"Ayah, please maafin Syal. Syal tadi gak sengaja," ucap Syaila dengan nada memohon. Ia bahkan sudah ingin menangis, takut nantinya Ayahnya kelewat batas. Dilihat dari wajah Ayahnya memang terlihat sangat menakutkan, bahkan lebih menakutkan ketika Syallief melakukan kesalahan kemarin.

"Mau sengaja atau gak, Adek mu ini tetep cereboh."

"Tapi Yah, tolong maafin Syal." Syaila terus saja memohon kepada Ayahnya, supaya Adiknya terbebas dari hukuman. Karena memang Adiknya tidak pantas mendapatkan hukuman tersebut, ia yang melakukan kesalahan, tetapi ia juga tidak berani untuk memberitahukan kebenarannya.

"Syaila. Kenapa kamu yang mohon-mohon sama Ayah? Yang salah itu Adik kamu, bukan kamu. Udah sekarang kamu masuk kamar," suruh Daiflan.

"Tapi, Yah___"

"Masuk kamar, Syaila!" ucap Daiflan meninggikan suaranya.

Syallief memberikan isyarat kepada Kakaknya, supaya Kakaknya menuruti perintah Ayahnya. Syaila yang melihat itu hanya menatap sendu Adiknya, lalu berlari menuju kamarnya.

"Sekarang kamu ikut Ayah, Ayah bakalan hukum kamu yang berat biar kamu kapok, terus gak bikin masalah lagi." Syallief hanya pasrah ketika Ayahnya menarik paksa tangannya, entah hukuman apa yang Ayahnya beri? Yang jelas ia berharap Ayahnya tidak kelewat batas.

Izinkan Aku Menggapai Dunia Ku [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang