[3] Hidup itu keras!

133 90 177
                                    

Hidup itu keras!
Kalo gak berjuang, ya berusaha.

Syallief Daiflan

Syallief tersenyum setelah Bundanya memberi kabar, kalo mereka sedang perjalanan pulang. Akhirnya pekerjaan orang tuanya kelar juga. Masalahnya kasian Adiknya yang masih kecil, kalo mereka pergi terlalu lama. Untungnya cuman tiga hari saja.

"Syal, tugas Kakak udah selesai?" tanya Syaila yang berjalan menghampiri Adiknya, wajahnya terlihat masih mengantuk. Namun ia sempat terbangun, ketika tidak melihat Adiknya di kamar.

"Udah Ka," jawab Syallief tanpa menatap ke arah Syaila. Matanya tetap fokus ke arah handphonenya.

Syaila duduk di sebelah Syallief, ia menatap Adiknya yang sedang senyam-senyum sambil memainkan handphonenya. Ia jadi merasa penasaran, apa Adiknya ini sudah mempunyai kekasih?

"Kamu udah makan Syal?" Syaila mencoba bertanya lagi.

"Udah Ka, barusan." Entah kenapa Syaila merasa kesal, ketika Adiknya menjawab pertanyaannya, namun tidak menatap ke arahnya. Menurut Syaila itu sama saja tidak sopan, karena dirinya jauh lebih tua dari Syallief.

"Chatan sama siapa sih? Sampai senyam-senyum mulu," ucap Syaila dengan nada kurang suka.

Syallief berdehem pelan, gara-gara chatan dengan Zita membuat dirinya tidak waras kayak gini? Mana sampai ditanya lagi, terus ia harus jawab apa?

"Syallief! Kakak nanya loh." Syallief menunjukkan cengirannya, mimik wajahnya terlihat canggung untuk menjawab.

"Chat sama orang spesial Ka," jawab Syallief sambil terkekeh canggung. Ia juga menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Siapa? Bunda bukan?" tanya Syaila sekaligus menebak.

"Iya, Bunda juga spesial sih. Tapi, eh anu. Oh ya lupa, tadi Bunda kasih tau kalo mereka lagi perjalanan pulang."

"Beneran? Aduh gak sabar dapat ole-ole dari Ayah," ucap Syaila dengan antusias. Syallief hanya mencibir melihat kelakuan Kakaknya, pikirannya ole-ole mulu.

Tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi, sudah jelas siapa yang menangis? Pasti Adiknya si Kaila bangun. Syallief serta Syaila pergi menuju kamar Syaila, mereka berdua mencoba menenangkan Kaila.

"Kaila imut udah jangan nangis ya, Abang sama Ka Syaila gak ninggalin Kaila ko," ucap Syallief sambil menenangkan Kaila. Syaila yang melihat hal itu tersenyum kecil, ia bersyukur mempunyai Adik seperti Syallief.

"Kamu udah cocok jadi Ayah, Syal," ucap Syaila sambil terkekeh. Syallief juga ikut terkekeh, lalu menciumi pipi milik Kaila.

"Eh, itu kayaknya Ayah sama Bunda udah pulang. Ayo samperin," ajak Syaila antusias. Syaila keluar terlebih dahulu dari kamar, Syallief menggelengkan kepalanya melihat tingkah Kakaknya. Menurut dirinya, Syaila itu lebih pantas dijadikan Adik. Tapi sayangnya ia yang ditakdirkan sebagai Adik. Setelah itu, Syallief ikut keluar untuk menemui kedua orang tuanya.

Syallief tersenyum ketika melihat Kakaknya yang sudah bermanja-manja dengan Ayahnya, bukan hanya itu Syaila juga sangat gembira ketika menerima ole-ole pemberian Ayahnya.

"Lihat tuh Dek, kelakuan Ka Syaila," bisik Syallief sambil terkekeh.

Amara tersenyum saat mendengar bisikan putranya itu, ia lalu mengusap kepala putranya serta mengambil ahli Kaila dari gendongan Syallief.

"Kaila gak terlalu rewel sama nyusahin kalian kan?" tanya Amara sambil mencium pipi putri kecilnya.

"Enggak ko Bun," jawab Syallief. Sebenarnya ia sendiri agak kerepotan saat mengurus Kaila, tapi masa iya harus mengadu kepada Bundanya?

Izinkan Aku Menggapai Dunia Ku [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang