Masalahnya

14 6 0
                                    

Sudah sebulan sejak kejadian itu. Dimana aku melihat Thalia memeluk erat pria yang tidak lain adalah Alvin. Tapi aku selalu yakin, hari itu Thalia memeluknya karena Alvin yang mengendarai motor dengan kencang, bukan karena Thalia memang menginginkannya.

Hari ini hari minggu, sekolah libur dan besok sudah mulai ujian sekolah. Ujian akhir sebelum aku mendapat surat kelulusan. Sebelumnya, selama tiga bulan terakhir aku sibuk belajar untuk bisa masuk ke universitas impianku tanpa tes. Tapi hasilnya aku gagal. Mama menyuruhku untuk mencoba alternatif lainnya.

Aku menghela napas, bosan. Tidak ada orang dirumah selain aku. Sudah hampir dua minggu lebih ini, mama selalu menghabiskan harinya dirumah Thalia. Mama juga terkadang meminta aku untuk menjemputnya. Yah, hanya menjemput, menunggu mama diluar gerbang. Aku belum berani untuk bertemu orang tua Thalia, terlebih saat mama bilang kalau keluarga mereka sedang ada masalah dan mama sering ke sana untuk menemani Mama Thalia.

"Keluarga Thalia sedang ada masalah, Mama tidak berani bertanya pada ibu Thalia." Kata mama hari itu yang tengah sibuk memotong sayuran di meja makan.

Aku mengangguk pelan, "bagaimana dengan Thalia?"

Mama lanjut mengupas bawang merah setelah memotong sayuran yang aku tidak tahu apa namanya. "Entah, Thalia selalu pulang malam. Walaupun tidak terlalu larut."

Benarkah? Apa yang Thalia lakukan selama itu? Meninggalkan ibunya dirumah yang sedang dalam masalah? Apa yang ada dipikirkannya?

"Tapi Thalia pulang malam sudah hampir tiga bulan ini," mama kembali melanjutkan. "Dan teman sekelasnya selalu mengantar Thalia pulang."

"Perempuan atau laki-laki, Ma?" Aku bertanya, walaupun aku tahu siapa yang mama maksud. Tapi hatiku berharap agar mama menyebutkan perempuan.

Mama menggeleng, "mama tidak tahu, Rey. Mama, kan, hanya menemani di dalam. Yang mama tahu, setiap Thalia pulang pasti ada suara motor sport."

Aku tersenyum kecut mengingat itu. Sejak saat itu aku tahu alasan Thalia tidak pernah terlihat di halte selama beberapa bulan adalah karena Alvin yang mengantar jemputnya hingga Thalia datang ke rumah saat aku sedang sendiri dirumah, baru ke esokannya dia terlihat lagi di halte. Tapi hanya pagi itu, siangnya aku melihat Alvin membonceng Thalia (bahkan hampir menabrakku) hingga sampai sekarang aku belum bertemu kembali dengan Thalia.

Selama sebulan inipun, aku berusaha untuk menelpon Thalia hanya untuk sekedar bertanya keadaannya. Khawatir? Ya, itu sudah pasti. Penuturan mama bilang, kalau keluarga Thalia sedang ada masalah dan mama hampir setiap hari menghabiskan waktunya menemani ibu Thalia. Sementara Thalia sendiri? Kenapa dia malah pulang malam bersama Alvin? Apa yang dia lakukan?

Baiklah, aku tidak boleh berpikir buruk kepadanya. Mungkin Alvin mencoba menghibur Thalia ditengah masalahnya, hal yang tidak mungkin untuk akulakukan sekarang.

Aku merutiki diriku sendiri. Kenapa aku terlalu pengecut untuk mendekati Thalia? Menemaninya ditengah masalahnya seperti ini, kenapa harus Alvin yang berada di posisi itu?

Aku beranjak dari kasur, menuju meja belajar. Sudah duduk di depan meja belajar, aku bingung mau melakukan apa. Belajar? Sejam yang lalu aku baru saja selesai belajar untuk ujian besok.

Sudut mataku menangkap sesuatu dari kolong meja belajar, saat aku memeriksanya, begitu banyak tumpukkan kertas berserakan. Baiklah, sepertinya aku akan membereskan isi kamar untuk membunuh kebosanan ini.

Lima belas menit, seluruh kotoran dari kamarku sudah berhasil aku kumpulkan. Lantai sudah aku sapu termasuk ke kolong-kolong meja dan ranjang dan menghasilkan begitu banyak tumpukan debu yang aku kumpulkan di dekat pintu kamar beserta gumpalan kertas-kertas bekas yang berserakan.

Just a DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang