Gadis di halte

49 7 1
                                    

Pagi itu sama gelapnya seperti pagi ini. Aku dan Arya berlarian menuju halte bus menunggu datangnya bus menuju sekolah kami. Disana, sudah banyak orang yang menunggu bus atau sekedar menumpang berteduh bagi para pengendara motor walaupun ada beberapa pengendara motor yang nekat menerobos hujan tanpa mengenakan mantel.

Walaupun hujan, jalanan tampak ramai dengan lalu lalang kendaraan. Apalagi kendaraan mobil, penumpangnya tidak perlu risau masalah hujan.

"Kamu kebahasan?" Arya bertanya sambil menepuk-nepuk seragamnya yang basah.

"Sedikit," jawabku sambil melakukan hal yang sama.

Aku melirik arloji di tangan, sudah jam segini biasanya bus sudah datang. Bahkan biasanya aku dan Arya hampir ketinggalan bus yang hendak melaju. Apa mungkin dijalan sedang macet? Aku melirik Arya yang masih sibuk menepuk seragamnya, melayangkan pandangan ke sekeliling halte. Disamping Arya ada seorang gadis mengenakan seragam dan jaket, dia sedang asyik membaca buku sambil menggunakan earphone. Aku juga melihat wajah-wajah tertekuk yang sedang menunggu bus datang. Aku tahu mereka pasti kesal dengan hujan yang turun pagi hari. Memperlambat aktifitas mereka. Ada beberapa orang yang sedang asyik mengobrol, juga beberapa yang sibuk memainkan handphone. Padahal sejak tadi terdengar gemuruh juga petir yang saling menyambar.

Aku kembali menatap jalanan. Dari jauh, aku melihat seorang pengendara mobil yang melaju sangat kencang. Dengan cepat aku menarik tangan Arya menjauh dari pinggir halte agar tidak terkena cipratan genangan air di depan halte. Tapi lain cerita dengan gadis disebelah Arya. Tampaknya dia sedang sial pagi ini.

"HEI!! DASAR SOMBONG! MEMANGNYA BAWA MOBIL GA BISA PELAN YA!?" Gadis itu terus berteriak sambil mengumpat pada mobil yang barusan lewat. Kini tampilannya sangat berantakan. Seragamnya kotor dan lusuh, wajahnya apalagi.

Aku dan Arya refleks tersenyum menahan tawa. Tapi segera urung saat gadis itu menatap kami galak sambil berkacak pinggang. Arya justru membuka tasnya dan mengeluarkan sapu tangan miliknya, kemudian mendekati gadis itu.

"Ini, untuk bersihkan muka sama seragamnya kalau sudah sampai disekolah." Arya dengan baik hati menawarkan sapu tangan.

Gadis itu tidak langsung mengambil sapu tangan Arya, dia justru menatap Arya dengan menyelidik. Tatapannya tajam sekali sampai-sampai bola matanya seperti hendak keluar.

"Ambil saja, saputangannya ga di pake bekas ngelap ingus, kok." Aku menceletuk, gadis itu balas menatapku jijik.

"Rey cuma becanda. Sapu tangannya bersih, masih wangi." Arya masih berbaik hati menawarkan.

Gadis itu mengambil sapu tangan dengan kasar setelah beberapa detik diam. Bergumam terimakasih yang hampir tidak terdengar. Sampai terdengar suara klakson yang dirindukan seluruh penunggu di halte ini, kami semua menatap bus yang sedang merapat ke halte. Orang-orang langsung berebutan masuk paling dulu agar tidak kehabisan tempat duduk. Aku dan Arya pun sama. Kami ikut berebut masuk ke dalam bus. Tapi lagi-lagi gadis menyebalkan itu merusuh.

"Ngalah sama perempuan, dong." Dia berseru pada kami.

Mau bagaimana lagi, daripada kami harus berurusan dengan gadis itu lebih baik kami biarkan dia masuk. Aku dan Arya pun tidak kebagian tempat duduk, terpaksa berdiri ditengah jalan bus.

Gadis itu berpaling saat beradu pandang dengan kami. Wajah nya begitu angkuh. Entah seperti apa orang tuanya mendidik gadis ini.

Sepuluh menit dalam bus, kami berhenti di depan gerbang. Hampir saja kami telat. Satpam sudah mulai menutup gerbang sekolah. Aku dan Arya segera berlari kecil menuju kelas, sama halnya dengan murid-murid lain yang hampir telat berlari sambil menutupi kepalanya dengan tas, ada yang jalan santai karna membawa patung.

Just a DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang