IYA!

10 7 1
                                    

Happy reading guys!

=====

Pagi ini ramai, karena aku sedang berada di taman bersama orang-orang yang sedang berolahraga pagi. Ya, akhir-akhir ini aku memang membiasakan diri untuk berolahraga, aku ingin membentuk otot tubuhku dengan baik. Aku duduk di bangku, fasilitas yang disediakan di taman ini, meluruskan kaki. Arya sedang membeli minum di warung.

Pikiranku saat ini sedang meracau, memikirkan perkataan Ayah dua bulan lalu saat menjemputnya dari stasiun. Kira-kira apa maksud perkataan Ayah? Mungkinkah Ayah tahu aku pernah beberapa kali mencium Thalia? Sepertinya Ayah tidak tahu soal itu. Darimana sumber informasi yang Ayah dapatkan? Aku kan tidak bilang-bilang ke siapa pun tentang mencium pipi Thalia. Atau mungkin Thalia bercerita pada Mamanya, lalu Mama Thalia bercerita pada Mama, dan Mama menyampaikannya ke Ayah? Tapi itu juga sepertinya tidak mungkin. Kalau Mama tahu, sudah pasti Mama meledekku habis-habisan atau mungkin memarahiku yang lancang pada Thalia.

"Minuman kamu," Arya duduk di sampingku, memberikan botol mineral. "Lain kali jangan manja. Masak cuma jalan sedikit ke warung sudah tidak kuat?" Arya masih saja bersungut-sungut meski sedang minum, dan untuk seketika aku berharap dia tersedak air minumnya.

Kakiku memang kebas, rasanya sudah tidak kuat lagi walaupun hanya berjalan ke warung. Bagaimana tidak, Arya mengajakku jogging sejak pagi buta. Bahkan mataharipun belum terlihat ingin menampakkan diri di langit. Tiga jam berlari mengelilingi komplek tanpa istirahat. Bagi Arya itu mungkin hal biasa, karena dia memang senang melakukan hal-hal seperti jogging dan pergi ke gym. Tapi anehnya dia payah dalam cabang olahraga seperti bulu tangkis saja selalu kalah dalam pekan olahraga semasa SMA dulu.

"Jadi kamu tidak ikhlas membelikan minum, ya? Padahal kamu sendiri yang ajak jogging pagi ini," aku membalas dengan mencibir, menutup kembali botol yang isinya sudah hampir habis. Ya, aku sangat haus.

Arya menoleh, dahinya tampak terlipat. "Waktu itu bukannya kamu sendiri bilang mau membentuk otot? Hari itu kamu juga yang merengek ikut aku setiap pergi ke gym dan 5." Dengan botol mineralnya dia menunjuk wajahku.

Aku hanya mampu nyengir lebar. Memang aku yang merengek padanya minta di ajak ke gym dan jogging.

"Jangan bilang, kamu mau membentuk tubuh berotot karena Thalia, ya?" Tampang Arya berubah menjadi menyelidik menatapku.

Sebagai jawaban, aku hanya mengangkat bahu. Berbohong pada Arya juga percuma, tidak ada untung atau ruginya. Lagipula banyak teman-teman seumuranku yang membentuk tubuh mereka dengan sedikit otot di lengan dan perut, dan aku rasa tidak ada salahnya mengikuti gaya mereka. Siapa tahu Thalia jadi lebih tertarik padaku dengan perubahan pada tubuhku yang berotot. Tubuh Alvin juga tampak atletis dari sejak awal aku bertemu dengannya, aku tidak mau kalah saing.

Mengingat Alvin membuatku mengingat percakapan kami dua hari lalu. Aku tidak sengaja bertemu dengan Alvin di parkiran kampus saat sedang menunggu kelas Thalia selesai. Saat itu kami beradu tatapan, dan seringai muncul di wajahnya saat dia sedang memakai helm sementara aku berdiri bersandar di samping mobil.

"Reyhan." Suara beratnya menyebut namaku dengan nada mengejek, dan aku berusaha mati-matian menunjukkan tampang datar padanya. "Apa kabar? Terakhir kali bertemu bukan kesan yang baik, ya?"

Aku hanya tersenyum tipis, melipat kedua tangan di depan dada. "Biar aku ingat.. ah, ya! Kamu yang mengatakan Thalia sakit karenaku, tapi kamulah yang tidak mau memberikan waktu istirahat untuk orang yang sedang sakit, bukan?"

Di motornya Alvin terkekeh. "Jangan besar kepala, bocah! Kamu hanya memenangkan perasaannya, bukan yang lainnya." Kemudian dia pergi, meninggalkan tanda tanya besar di kepalaku. Apa maksud kalimat terakhirnya?

Just a DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang