Tanda tanya(?)

16 7 2
                                    

Hello🤗

Kangen ga nii sama cerita nya?? Atau ada yang kangen author😎

Aku kira-kira hiatus berapa bulan yaa??

Happy reading!

==========

Aku beranjak dari duduk, menyingkap tirai jendela. Di luar sana sudah tidak lagi turun hujan setelah hujan turun mengguyur kota dari pagi sampai siang ini. Jalanan sudah tampak sepi dan karena hujan turun hampir seharian ini, suhu udara yang biasanya panas terik kini terasa sejuk.

Tujuh tahun yang lalu, memang membingungkan sekaligus indah tapi menyakitkan. Aku berharap tidak pernah mengetahuinya, dari Arya, dari bibir manis Thalia, atau dari siapapun. Aku tidak membenci kenyataan, tapi aku menyangkalnya dengan berharap bahwa aku tidak tahu saja kejadian yang sebenarnya~atau mungkin berharap bahwa kenangan itu tidak pernah terjadi padaku.

Aku menghembuskan napas, mengakibatkan kaca jendela berembun. Aku ingat, sehari setelah Thalia menceritakan masalahnya padaku, aku mengucapkan sebuah kalimat. Aku sendiri tidak tahu bagaimana otak kecilku bisa membuat kalimat yang seperti itu.

Malam itu aku yang menelponnya, sekedar berbasa-basi menanyakan kabar dan kondisinya.

*****

"Aku baik, Rey. Kamu tidak perlu cemas." Kata suara dari seberang.

Aku menelpon memang karena khawatir, melihat dia menangis kemarin membuat kondisinya terlihat buruk. Gadis cantik yang aku kenal sangat tangguh itu, hatiku rasanya seperti teriris, dan aku tidak mau melihat dia menangis lagi.

"Kamu sedang sibuk?" Aku bertanya, menyandarkan bahu di dinding kamar sambil memainkan selimut.

Suara di seberang terdengar berdeham. Kuanggap sebagai 'iya'. Yeah, seharusnya aku tahu diri untuk segera mengakhirinya. Tapi lidahku terasa gatal ingin mengatakan sesuatu padanya. Namun disaat bibirku mulai bergerak, hendak mengucap, aku mendengar suara seseorang memanggilnya. Tidak ada yang salah sebenarnya, hanya saja suara itu suara pria.

"Rey, sepertinya kita harus menyudahinya," suara Thalia terdengar kembali dari telpon.

Buru-buru aku menghentikannya, sebelum Thalia mematikan telpon, "tunggu, beri aku waktu satu menit."

Terdengar suara helaan napas pelan dari seberang, "baiklah, Rey."

Aku menghela napas pelan, "Dengar, Tha. Aku hanya mau bilang; Jangan takut untuk menceritakan semua masalah kamu padaku. Karena aku tahu terkadang masalah yang bagimu begitu rumit, membuat sakit kepala saat memikirkannya, membuat kita begitu frustasi saat menghadapinya, tapi ketika kita menceritakan pada orang lain terasa seperti masalah sepele, dan orang yang mendengar mungkin tidak tertarik atau bahkan tidak mendengarkan."

Aku terdiam selama bebarapa detik, mengambil napas pelan-pelan. "Tapi aku tidak akan seperti orang-orang itu, aku akan menjadi pendengar yang baik dan berusaha untuk memahami situasi yang terjadi. Dan mungkin jika bisa, aku akan memberikan saran yang terbaik setelah menimbang baik dan buruknya. Jadi kamu tidak perlu khawatir lagi, aku akan selalu ada jika kamu butuh seseorang, jika kamu butuh teman cerita. Dan kamu bisa datang padaku kapan saja. Aku selalu menerima kamu, bahkan saat kamu menggedor pintu rumah aku ditengah malam di penuhi badai, aku akan membukanya, Tha."

Just a DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang