Siapa dia?

14 7 0
                                    

"Itu Thalia!" Arya menunjuk salah satu perempuan yang berjalan ke tengah lapangan aula.

Aku mengangguk. Aku sudah melihatnya. Thalia tampak cantik walau rambutnya dikuncir. Wajahnya tersenyum lebar penuh percaya diri. Ah, dia sangat cantik.

Suara peluit akhirnya terdengar, tanda pertandingan akan dimulai.

Tim Thalia yang kedapatan memukul bola terlebih dahulu. Thalia melangkah kebelakang garis lapangan, memegang bola dan bersiap melakukan pukulan servis. Tepat setelah terdengar suara peluit dari wasit, Thalia langsung memukul bola dengan kencang.

Tim lawan yang merupakan pihak dari sekolahku langsung siap siaga menerima bola dari Thalia. Seseorang memukul bola tak kalah kencang dengan Thalia hingga bola berbalik pada tim Thalia. Dengan cekatan, seseorang dari tim Thalia memukul balik bola.

Selama sepuluh menit kedepan, jual beli pukulan bola terjadi. Belum ada yang mencetak poin entah itu dari tim Thalia atau dari tim voli sekolahku.

Suara teriakan menyemangati semakin pekak. Terlebih saat Thalia mencoba membuat pukulan smash. Namun sayang, tim voli sekolahku dapat menahannya.

"Arghhhh.." Arya menggeram. Tangannya mengepal dengan posisi duduk yang condong ke depan dengan sikut yang bertumpu pada lutut.

"Pukulan smash Thalia tadi harusnya masuk," aku berdecak sebal.

Arya mengangguk mengiyakan. Tatapannya terus mengawasi pertandingan. Tangannya masih mengepal dengan kuat. Arya juga tidak terima kalau pukulan smash Thalia gagal.

Sepuluh menit lagi berjalan. Masih belum ada yang mencetak poin dari kedua tim. Pertandingan semakin menenggangkan menilik dari kedua tim yang sudah bermain dengan serius. Kali ini, bukan hanya jual beli pukulan servis seperti sepuluh menit sebelumnya, tetapi jual beli pukulan smash. Hingga akhirnya, tim voli sekolah kami berhasil mencetak poin untuk yang pertama kali sejak pertandingan di mulai.

Sorak sorai penonton terdengar riuh. Ada yang senang, ada yang sedih, tidak suka.

"Harusnya wanita yang berambut pendek itu berjaga di belakang dengan benar!" Arya berseru, wajahnya terlihat tidak suka.

"Hei, kalian." Seseorang yang duduk disampingku menegur.

Aku menoleh, juga Arya. Rupanya dia teman sekelasku.

"Apa?" Arya bertanya ketus.

"Harusnya kalian mendukung tim dari sekolah, bukan malah mendukung tim dari sekolah lain," katanya disertai anggukan oleh teman yang duduk di depannya, yang ikut menatap kami.

Rupanya sejak tadi gerak-gerik kami diawasi. Memang, sih, sejak tadi kami terus mendukung tim Thalia. Tapi memangnya itu salah, ya?

"Terserah padaku." Jawab Arya masih dengan nada yang ketus.

Setengah jam kemudian, pertandingan berbalik. Tim Thalia berhasil mendapatkan poin yang lebih banyak dari tim voli dari sekolah kami. Hingga waktu pertandingan habis, tim sekolah kalah oleh tim Thalia.

Siswa sekolahku memenuhi langit aula dengan sorakan mengeluh, berbeda dengan siswa dari sekolah Thalia. Mereka bersorak riang. Itu artinya tim sekolah mereka masih akan bertanding dibabak selanjutnya besok.

Melihat tim voli Thalia berjalan meninggalkan lapangan, aku segera berlari menuju kantin, membeli botol mineral. Arya menyusulku dibelakang.

"Rey, apa yang sedang kamu lakukan?" Arya bertanya, napasnya tersengal setelah mengejarku. Ia masih berusaha menyejajari langkahku yang berjalan sedikit terburu-buru.

"Mencari Thalia." Jawabku.

Aku terus berjalan cepat di koridor sekolah, bahkan sempat hampir menabrak seseorang dari sekolah lain. Untung saja orang itu tidak mempermasalahkannya setelah aku meminta maaf. Hingga langkah kakiku hampir sampai di ujung koridor. Aku melihat Thalia berbelok kanan di ujung koridor sekolah. Itu artinya dia menuju ruang ganti.

Langkah kakiku kini sudah berlari. Mataku gesit mencari-cari sosok Thalia diantara banyaknya orang di koridor ini.

Hingga aku berbelok mengikuti Thalia, langkah kakiku melambat hingga Arya tidak sengaja menabrak tubuhku. Bagaimana tidak? Lihatlah, di depanku sekitar lima puluh meter dari tempatku berdiri. Orang yang aku cari sedang beridiri di depan pintu toilet wanita. Disebelah pintu toilet wanita itu terdapat toilet untuk laki-laki. Dan dari sanalah munculnya laki-laki itu. Laki-laki yang sedang mengelap keringat Thalia di dahi dengan sapu tangan.

Dan, Thalia tersenyum menatap laki-laki di hadapannya? Laki-laki dengan perawakan tinggi besar dengan tubuh yang tegap. Sangat atletis.

Arya berdeham, membuat dua orang dihadapanku kini menatap aku dan Arya.

"Oh.. Hai, Rey," Thalia menyapa, seperti biasa, dengan riang. Walaupun dari gelagatnya dia terlihat kaget.

Aku hanya mengangguk. Thalia berjalan mendekatiku, diikuti laki-laki itu di belakangnya. Dia memasukan sapu tangan yang tadi dia pakai mengelap keringat Thalia ke dalam saku celananya.

"Sedang apa?" Tanya Thalia.

Aku mengangkat sebelah lenganku, memberikannya pada Thalia. "Hanya ingin membawakan ini."

Thalia menerimanya dengan tersenyum. "Terimakasih."

Aku hanya mengangguk pelan, membalikkan badan dan melangkah meninggalkan mereka yang masih menatap punggungku di depan pintu toilet.

Arya masih setia mengikutiku. Tatapannya sangat tajam ketika melihat Thalia dan pria itu.

*****

Arya menghela napas, duduk dilantai disebelahku sambil meluruskan kakinya.

"Permainanmu tadi sangat kasar," ujar Arya, napasnya masih terdengar terengah-engah.

Lima menit yang lalu, kami baru saja menyelesaikan pertandingan bulu tangkis di babak pertama. Aku memukul habis-habisan shuttlechock, bahkan di awal pertandingan aku sudah melakukan pukulan smash. Dan itulah sebabnya kami bisa menang dan harus mengikuti pertandingan final besok.

"Kamu marah?" Arya bertanya.

Aku hanya mendengus, perasaanku sedang kesal.

Arya justru terkekeh, "kalau begitu memang benar kamu menyukai Thalia."

Aku hanya diam, malas menanggapi Arya. Yang sedang aku pikirkan sejak tadi hanya pria itu. Siapa dia? Kenapa mereka begitu dekat? Apakah dia pria yang sama yang membonceng Thalia dengan motor sport berwarna merah itu?

==========

Feelnya dapet gak nih? Aku gak tau sih, semoga aja feel emosi dan penuh tanda tanyanya dapet yaaa...

Quote menyusul, kepalaku belom dapet buat bikin quote:(

Sekali lg mohon memberikan vote dan komen, karna itu yang buat author semangat update

Just a DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang