Thalia gadis yang ramah

17 7 1
                                    

"Sebutkan namamu." Thalia berkata pelan.

Aku menyebut namaku dan Arya.

"Rumah kalian dimana?" Thalia bertanya, sambil tangannya memainkan jaketku.

Arya yang menjawab, "komplek dekat sini dijalan mawar. Rumah Rey di jalan melati, hanya beda satu gang."

Kami lumayan menunggu lama sampai taxi online datang. Memastikan Thalia masuk ke dalam mobil hingga mobil taxi online itu melaju dijalan, baru aku dan Arya melanjutkan perjalanan kerumahku.

Tiba dirumah, mama ternyata sudah pulang dan berganti pakaian dengan piyama birunya. Mama menyambut kami sedang senyum hangat dari sofa, ia sedang duduk santai sambil menonton acara tivi kesukaannya.

"Mama pulang jam berapa?" Aku duduk disamping mama, mencium tangannya juga Arya yang melakukan hal sama denganku.

"Kamu tadi pergi bareng Arya, mama pulang," kata mama sambil memperbaiki posisi duduknya. "Mama tadi melihat kamu dan Arya pergi. Tapi kenapa pulangnya selama ini? Kamu pergi kemana dulu?"

Aku menggeleng, mengingat kejadian di halte bus tadi. "Aku sama Arya nolongin gadis di halte, ma. Gadis itu diganggu pria berandal disana."

Arya ikut mengangguk. "Iya, Tante. Tapi salah gadis itu juga karena dia memakai rok yang sangat pendek. Jadilah para lelaki hidung belang mengganggunya."

Mama memasang wajah prihatin dan menanyakan kabar gadis itu, aku menjawab sejujurnya kalau gadis itu mungkin sudah dirumahnya dengan aman.

"Ini bekas luka perkelahian tadi?" Mama meraba pipiku yang terkena pukulan tadi.

"Gak kenapa-kenapa, ma. Ini luka kecil, besok-besok juga sembuh," aku menarik tangan mama dari wajahku, karena mama terus menekan-nekannya. Nanti yang ada makin luka. "Kita makan saja ma, aku sudah lapar. Sejak tadi siang aku belum makan karena mama lebih sibuk dengan teman mama."

Mama terkekeh pelan.

Aku membuka bungkusan makanan, sementara Arya mengambil beberapa piring dari dapur. Dalam hitungan menit, kami bertiga dengan lahap menyantap makanan hingga habis tak bersisa. Arya bahkan mengeluarkan suara tahak, kekenyangan.

"Om Daniel kapan pulang, Tan?" Tanya Arya mencari topik sembarang.

"Katanya om bakalan pulang dua minggu lagi. Pekerjaannya di Pekan Baru semakin banyak, jadinya om terlambat pulang." Mama menjelaskan. Ayah memang bekerja diluar kota. Selalu saja berpindah-pindah kota. Menetap disana berbulan-bulan baru kembali. Bahkan pernah sampai menahun.

Arya mengangguk-angguk pelan.

"Arya pulang, ya, Tante." Kata Arya setelah membantu mama membersihkan piring bekas makan. Sebenarnya mama menolak permintaan Arya, tapi Arya dengan aktingnya berpura-pura tidak enak jika hanya sekedar menumpang makan malam disini.

Tepat jam sepuluh malam, aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. Merebahkan diri diatas kasur, berusaha memejamkan mata tetapi aku belum mengantuk. Entah mengapa, banyangan wajah Thalia yang menunduk sambil menangis terngiang dikepalaku. Saat itu aku dan Arya menghiburnya, menunggu dia selesai menangis, memberikan jaketku dan menuggunya sampai taxi online datang.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Apa aku baru saja memberikan jaketku pada gadis itu? Jaket kesukaanku yang dibelikan Ayah saat ulang tahunku. Sementara gadis itu tidak tahu rumahku, bagaimana dia akan mengembalikannya? Aku mengacak rambut frustasi, mengusap wajahku yang terasa kebas. Mengapa aku begitu ceroboh hanya karena simpati pada seorang gadis yang bahkan tadi siang sudah bersikap tidak baik padaku? Aku memaksakan mataku terpejam, berusaha untuk tertidur

Just a DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang