20

701 165 17
                                    

Penyesalan adalah hal yang dirasakan Akaashi saat ini.

Bila saja dia lebih teliti dan tanggap mengenai permasalahan penggemar rahasia (Name) itu, apa keadaannya tidak akan seperti ini? Jika mereka langsung melaporkannya kepada pihak kepolisian, apakah kasusnya akan selesai?

Akaashi menghela nafasnya kasar sambil mengusap wajahnya lemas. Kantung hitam di bawah matanya terlihat jelas akibat kurang tidur. Berhari-hari dia menunggu kabar mengenai sahabatnya yang menghilang namun hingga saat ini belum ada informasi apapun.

Setelah berita hilangnya (Last Name) (Name), Akaashi langsung ditanyai oleh pihak penyidik dan tentunya Akaashi memberitahu semua informasi tersebut. Mulai dari hadiah kecil dari penggemar tanpa nama dan seseorang yang mencurigakan sering lewat tiap malam. Akaashi berasumsi stalker itu adalah orang yang sama dengan penggemar rahasia (Name).

Hal yang membuat menghambatnya kemajuan kasus ini adalah, surat-surat yang sering dikirim dari penggemar rahasia itu menghilang dan Akaashi tidak tahu sama sekali mengenai isi bahkan tulisan tangannyapun tidak pernah dia lihat.

Akaashi melirik ke jam yang menempel di dinding kamarnya menunjukkan pukul sepuluh malam. Dia harus tidur karena besok akan ada upacara perpisahan kakak kelasnya.

Mengingat hal-hal yang terjadi selama minggu ini membuat dirinya sakit kepala. Rasa sedih yang bercampur aduk dengan hilangnya sahabat serta kakak kelasnya yang akan lulus.

Memutuskan untuk mendinginkan kepala, Akaashi berhenti berpikir lalu tidur.

"Selamat pagi, (Name)-chan!"

Suara ceria Bokuto membuat (Name) menggerutu dalam tidurnya ditambah dengan sinar matahari yang memaksa masuk ke penglihatannya. Membuka perlahan kedua matanya, dia melihat Bokuto yang membuka lebar gorden dengan senyuman cerahnya itu hampir menyerupai sinar matahari pagi.

Jika saja dia tidak menculik (Name), Bokuto pasti akan mendapatkan pujian darinya.

"Hari ini aku akan pergi ke sekolah untuk mengikuti upacara perpisahan, jadi akan lama bagiku untuk pulang kemari. Mungkin larut malam? Jadi aku sudah menyiapkan bahan makanan, alat tulis, buku dan mainan lainnya jika (Name)-chan bosan," ingat Bokuto sambil mendekati ranjang yang (Name) tiduri.

Ah, iya. Bokuto membelikan beberapa barang baru untuk menghilangkan rasa bosan (Name) jika dia pergi keluar. Seperti membeli buku dan alat tulis, buku dan novel baru serta mainan yang menurut Bokuto akan disukai (Name).

"Baik," jawab (Name) singkat karena dia tidak lama-lama berbicara dengan Bokuto.

Bokuto tersenyum mendengar responnya lalu dia mengusap sebelah pipi (Name) dengan lembut meski tangannya agak kasar dari latihan keras olahraganya.

"Aku mandi duluan, ya?"

Tanpa menunggu jawaban dari (Name), Bokuto mengambil pakaiannya lalu turun ke bawah untuk pergi ke kamar mandi. (Name) yang merasa Bokuto sudah jauh dari pandangannya itu kembali berbaring di atas kasur.

Berapa lama dia harus tetap di sini? Sampai polisi menemukannya? (Name) hampir menyerah dengan semua rencana pelarian dirinya ini karena Bokuto benar-benar sudah menyiapkan semuanya jika (Name) mencoba untuk pergi dari sini. Takjubnya, dia pintar dalam hal seperti ini.

(Name) memeluk lututnya hingga bertemu dengan dadanya. Menutup kedua matanya lalu bernafas pelan dan tenang. Dia ingin pulang dan bertemu dengan keluarganya. Dia kesepian di sini. Dia tidak ingin Bokuto ada di sampingnya lagi. Dia ingin kembali menjalankan harinya seperti biasa. Saat-saat dimana sebelum bertemu dengan Bokuto.

Kedua mata (Name) membelak ketika menyadari sesuatu. Jika saja dia tidak bertemu Bokuto, apa hidupnya akan tetap normal?

Rasanya hal itu tidak akan terjadi jika ini adalah takdir untuk (Name).

Jantung (Name) tiba-tiba berdetak kencang karena telinganya dengan jelas mendengar suara dering telepon dari ponsel milik Bokuto. Mencari sumber suaranya, ponsel milik Bokuto tergeletak di atas meja dekat ranjang.

"Keiji-kun..." nama yang sedang mencoba menelpon Bokuto.

―――――――

bersambung


𝐒𝐢𝐠𝐧 | B. KOUTAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang