08

1K 254 13
                                    

Bokuto menyuruh Akaashi untuk bertemu dengannya di depan gerbang sekolah jika bel pulang tiba. Dia ingin mencegah Akaashi dan (Name) bertemu, demi kebaikannya dan (Name). Dia tidak bisa ikut mengawasi (Name) pulang ke rumahnya.

"Ada perlu apa, Bokuto-san?"

Mendengar suara Akaashi yang tenang itu. Bokuto menunjukkan senyuman biasanya yang selalu dia pasang. "Antar aku ke kedai makanan! Kali ini aku akan mentraktirmu juga!" ajak Bokuto.

Akaashi mengangkat sebelah alisnya bingung. Tidak biasanya Bokuto mengajaknya makan di luar apalagi hanya mereka berdua.

"Kenapa tiba-tiba?"

"Kita sudah jarang ke sana, ditambah juga aku lapar sekarang," jawab Bokuto sambil memegang perutnya dan alaminya keluar suara dari dalam perutnya.

Sepertinya keberuntungan berada dipihak Bokuto.

Akaashi menghela nafasnya dan karena dia juga tidak ingin menolak tawaran yang jarang dia dapatkan ini Akaashi mengiyakan. "Baiklah, terima kasih sudah mau mengajakku."

"Sama-sama!" jawab Bokuto senang.

Perlahan, semuanya berjalan lancar.

(Name) tidak punya kesempatan untuk bertemu dengan Akaashi di sekolah. Saat (Name) mencoba mencarinya dibantu dengan Mina meski dia kebanyakan protes, hasil kerja keras mereka tidak membuahkan hasil.

Ketika (Name) coba kirim pesan tidak dibalas dan ditelpon tidak diangkat. (Name) jadi khawatir jika terjadi sesuatu pada teman kecilnya itu. Dia ingin sekali lari ke rumahnya dan melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Akaashi baik-baik saja.

Sayangnya, sekarang sudah terlalu malam untuk keluar. Apalagi, orangtuanya pasti tidak mengizinkan putri mereka megunjungi kediaman Akashi, karena takutnya menganggu mereka dijam malam seperti ini. Maka dari itu, (Name) harus menambah kesabarannya hingga esok hari.

(Name) naik ke atas ranjang lalu menarik selimutnya hingga menutupi dadanya, melirik sekali lagi ke jam yang menunjukkan pukul sepuluh malam. (Name) menghela nafasnya lalu menutup kedua matanya hingga tidur membawa kesadarannya.

Miris sekali (Name) tidak menyadari manik emas terang yang menatap intens ke arah jendela kamarnya.

Bokuto rela keluar diam-diam dari rumah agar membawa surat-surat yang telah dia berikan kepada (Name). Dia tidak bisa membiarkan Akaashi melihatnya. Dia memakai masker hitam dan hoodie abu-abunya.

Rumah (Name) cukup sederhana dan tidak bertingkat dua, memudahkan dirinya untuk mendekati kamar (Name). Dia bersembunyi di balik pohon taman rumahnya. Mengecek kembali ke arah lampu yang masih menyala, itu adalah kamar kedua orangtua (Name). Mereka masih belum tidur, Bokuto harus menunggu hingga penghuni rumahnya tertidur.

Selama lima belas menit menunggu, akhirnya dia bisa mendekati jendela kamar (Name). Jarinya mencoba membuka ujung jendela yang sedikit terbuka dan menarik perlahan, dia harus mengingatkan (Name) untuk mengunci jendelanya. Setelah berhasil, Bokuto masuk ke dalam dan tidak lupa dia lepas sandal yang dia pakai. Agar tidak meninggalkan jejak.

Kala kakinya memasuki kamar (Name), harum parfum yang sering dipakai (Name) memasuki indera penciumannya. Memberikan sensasi senang pada tubuh Bokuto karena dia berada di kamar (Name).

Maniknya teralih ke figur (Name) yang sudah tidur lelap, mendekatinya perlahan untuk melihat secara lebih detail wajahnya. Mulutnya sedikit terbuka, beberapa helai rambutnya menghalangi wajah tenangnya.

Bokuto menahan dirinya untuk memegang (Name) karena ditakutkan dia akan membangunkannya. Kembali ke rencana awalnya, Bokuto mendekati meja belajar (Name) dan menemukan surat-surat yang di simpan. Bokuto senang karena (Name) menyimpannya tetapi kesenangan itu sirna mengetahui suratnya hanya akan dijadikan sebagai bahan petunjuk untuk menemukan dirinya. Padahal, Bokuto hanya ingin menunjukkan perasaannya dengan caranya sendiri.

Tangannya yang sudah terbalut sarung tangan itu mengambil semua surat lalu memasukkannya ke dalam saku hoodienya. Bokuto sekali lagi menoleh ke arah (Name) untuk melihat wajahnya lagi.

Bokuto menurunkan maskernya hingga dagu lalu mendekatkan wajahnya ke arah (Name). Bibirnya bersentuhan dengan kening (Name). Wajah Bokuto memerah senang karena dia bisa merasakan kulit (Name) berada di bibirnya.

Menjauhkan lagi wajahnya untuk memeriksa apakah (Name) terbangun. Dia tersenyum karena (Name) masih tertidur lelap seperti bayi.

"Hmm, imut."

Bokuto keluar dari kamar (Name) dan menutup jendelanya pelan. Setelah pergi dari pekarangan rumah (Last Name), dia segera berlari ke rumahnya supaya tidak ada yang melihat dirinya.

―――――

bersambung

𝐒𝐢𝐠𝐧 | B. KOUTAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang