16

949 228 21
                                    

Akaashi memandang ke bawah lantai dengan ekspresi kesal serta kecewa. Kepalan kedua tangannya mengeras memperlihatkan bagaimana susahnya dia menahan emosi yang semakin lama menumpuk, memberatkan hatinya nanti.

Berita hilangnya (Name) sudah menyebar dan waktu sudah berlalu lebih dari delapan jam setelah ibu dari (Name) melaporkan putrinya yang tak kunjung pulang. Ponsel (Name) juga tidak aktif ditambah ibunya tidak mengetahui kemana sang putri itu pergi tadi.

Akaashi mengangkat kepalanya dan dia mengalihkan pandangannya ke arah orangtua (Name) yang masih bersedih itu.

Bokuto menutup kembali pintu menggunakan kakinya dan menaruh persediaan makanan yang sudah dia beli itu di atas meja. Dia pergi meninggalkan dapur untuk melihat keadaan (Name).

Dia bernafas lega melihat (Name) yang masih ada di dalam kamar yang sudah dia siapkan berbulan-bulan sebelumnya. Namun, melihat wajah sedihnya itu membuat Bokuto menggerakkan kakinya untuk mendekati (Name).

"(Name)-chan? Apa tidurmu nyenyak?"

Hening.

Bokuto mengerutkan alisnya karena tidak mendapat respon secara verbal dari (Name). Wajah yang biasa dia lihat selalu tersenyum itu kini memandang kosong.

"(Name)-chan nanti juga terbiasa dengan semua ini, jadi jangan bersedih lagi, ya?"

Tangan Bokuto berusaha mencoba mengusap helaian rambut yang menghalangi wajah (Name) namun suara tamparan penolakan keras terdengar menggema di kamar itu.

(Name) menampar tangan Bokuto yang mencoba menyentuhnya lalu memegang erat selimut yang menutupi hampir seluruh badannya. Tatapan kagum kepada Bokuto itu sudah hilang di manik (eye color) (Name).

"Jangan sentuh aku, tinggalkan aku sendiri," ucap (Name) pelan lalu memunggungi Bokuto.

Dia tidak terbiasa mendapatkan perlakuan kasar seperti ini, apalagi dari seseorang yang Bokuto sukai. Bokuto berdiri dari tempat duduknya lalu menarik selimut yang menutupi (Name).

"Apa yang kau laku―"

Bokuto membungkam mulut (Name) dengan tangannya lalu memposisikan dirinya di atas (Name). Membuat pandangan (Name) kini hanya bisa melihat ekspresi Bokuto yang marah dan badan besarnya itu malah menambah buruk suasana. (Name) merasa dia sangat kecil di depan Bokuto.

"Aku hanya ingin memberi (Name)-chan kasih sayangku tapi kenapa menolaknya?"

Karena bibirnya dibungkam, (Name) memberanikan diri menatap tajam ke arah Bokuto dan tangannya mencoba melepaskan tangan Bokuto dari bibirnya.

"Belakangan ini (Name)-chan sering melawanku, iya 'kan?" Bokuto melepaskan tangannya yang ada di bibir (Name) lalu rambut gradasi hitam putihnya itu menutupi setengah wajahnya.

"Tentu saja, aku harus melawan orang aneh sepertimu!" jawab (Name).

Dada Bokuto naik turun dengan skala cepat mendengar kalimat yang mengiris hatinya itu. Dia sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. (Name) harus tahu siapa yang berkuasa di sini.

"Kalau begitu.." Bokuto menarik tangan (Name) dengan satu tangannya lalu menaruhnya di atas kepala (Name), satu tangan Bokuto terletak di area pinggang (Name) lalu mengusapnya lembut. Namun, kalimat yang akan dia ucapkan sangat berkebalikan dengan usapannya.

"Akan kubuat kau menyukainya," bisik Bokuto dengan suara serak lalu menjilat sensual telinga (Name).

―――――

bersambung

𝐒𝐢𝐠𝐧 | B. KOUTAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang