17

915 220 13
                                    

"J-jangan! Menjauh dariku, Bokuto!" teriak (Name) dan kedua maniknya mengeluarkan air mata, tangannya yang dipegang erat oleh Bokuto itu bergetar ketakutan.

Mendengar nada bicara (Name) yang berbeda di telinganya itu, membuat Bokuto menghentikan aksinya lalu memandang ke bawah. Ekspresi wajah gadis di depannya ini terlihat memohon bercampur takut dan yang mengejutkan bagi dirinya, Bokuto suka melihat ekspresi itu.

Melepas pelan tangan yang dikunci itu, Bokuto mengusap ujung mata (Name) yang mengeluarkan kristal air, sentuhannya sangat lembut membuat (Name) hampir lupa apa yang terjadi sebelumnya.

"Mau makan malam?" tanya Bokuto yang kini bisa mengendalikan emosinya.

(Name) meneguk ludahnya kasar lalu pandangannya menjelajah kamar yang dia tempati karena tidak ingin melihat Bokuto. Dia akui, dia lapar dan (Name) tidak akan menyerah untuk keluar dari penjara ini.

Menganggukkan kepalanya pelan, Bokuto tersenyum lebar melihatnya. Dia membantu (Name) berdiri lalu membawanya turun ke dapur sambil menggandeng tangan (Name).

Bokuto terlihat bersemangat untuk memasak makan malam ini. (Name) bingung dengan sifat Bokuto yang cepat berubah itu, mungkin ini ada hubungannya dengan mode emo yang sering dibicarakan Akaashi? Bisa saja. (Name) duduk kaku sambil memperhatikan Bokuto yang sedang menyeduh mie instan. Sepertinya, memasak bukan keahlian Bokuto.

(Name) kembali mengingat bagaimana Bokuto memaksanya untuk datang kemari. Dia memukul (Name) hingga pingsan lalu menyeretnya ke rumah yang katanya sudah dia siapkan. Ditambah, ponselnya juga tidak ada di saku jaketnya. Pasti Bokuto menyembunyikan alat komunikasi itu.

Jika dipikir-pikir lagi, Bokuto itu memang menyeramkan. Dia yang mengirimi (Name) semua hadiah dan surat itu, dia menyiapkan semua ini selama berbulan-bulan dan yang terakhir.. Bokuto pandai dalam bersembunyi dan mengunci rahasianya rapat-rapat. Bahkan, Akaashi yang tipikalnya seseorang yang dekat dengan Bokuto. Tidak mencurigai tindakannya sehari-hari.

Ah, benar. Akaashi dan orangtuanya... bagaimana keadaan mereka sekarang? Apa mereka mulai mencarinya? (Name) harap begitu karena dia tidak yakin bisa keluar dari sini sendiri, namun dia harus percaya dengan dirinya kalau dia akan kabur dari sini.

"Ini (Name)-chan! Aku sudah belanja bahannya tadi, tapi aku tidak pandai memasak jadi (Name)-chan bisa memasak sendiri kalau mau!" ucap Bokuto lalu menaruh dua cup mie instan di atas meja.

"T-terima kasih.." jawab (Name) lalu mengambil sumpit dan membelahnya menjadi dua.

"Sama-sama! Jangan sungkan untuk bertanya, (Name)-chan!" Bokuto menunjukkan senyumannya ke arah (Name).

Sumpit yang dipegang (Name) mengerat melihat senyum itu, jika saja Bokuto lebih sadar dengan perasaannya atau (Name) mengetahui semua ini dari awal, mungkin saja mereka bisa hidup secara normal.

"Hmm? (Namwe)-cwhan? Adwa masalawh apwah?" tanya Bokuto dengan mulut penuh dan alisnya mengkerut bingung.

(Name) menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum kecil secara terpaksa. (Name) mulai memakan mie instannya dan makan malam itu mereka tidak terlalu banyak bicara, hanya Bokuto yang berusaha mencari topik.

Jika Bokuto bisa menyembunyikan sisi gelapnya itu, maka (Name) akan berakting kalau dia 'nyaman' dengannya.

―――――

bersambung

𝐒𝐢𝐠𝐧 | B. KOUTAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang