22

636 176 12
                                    

"Selamat atas kelulusannya, Bokuto-san."

"Terima kasih, Akaashi! Ayo kita berfoto lagi!"

Bokuto mengait lengan Akaashi lalu Konoha memotret mereka yang belum siap untuk difoto. Meskipun begitu, hasilnya tetap bagus.

Akaashi sedih melihat kakak-kakak kelas yang sudah lama dia kenal itu kini sudah lulus dan akan melanjutkan perjalanan mereka ke arah yang berbeda-beda. Ditambah lagi, Akaashi tidak berhenti memikirkan keadaan (Name). Apa yang (Name) lakukan saat ini ketika dirinya tengah bergembira bersama temannya namun gadis yang dia sayangi itu tengah kesepian?

Acara perpisahan kelas tiga itu tidak berlangsung lama. Akaashi bisa melanjutkan pencariannya. Dia akan kembali mencoba menanyakan kepada polisi bagaimana kasus (Name) ini. Apakah ada kemajuan dan petunjuk?

"Akaashi-kun!"

Teriakan Mina membuat Akaashi menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan melihat Mina yang sepertinya ingin menyampaikan sesuatu kepadanya.

"Ada apa, Mina-chan?"

"Begini, aku minta maaf sebelumnya kalau aku terlambat memberikan ini. Aku tidak tahu kalau surat ini ternyata terbawa olehku," jelas Mina lalu mengeluarkan sebuah amplop yang sudah dibuka itu. "Ini surat dari penggemar rahasia (Name). Sepertinya tanpa sengaja suratnya terbawa olehku. Aku baru menemukannya pagi ini saat membereskan kamar."

Ini dia! Petunjuk kuat yang bisa membawa (Name) pulang. Akaashi menerima amplop itu. "Terima kasih, Mina-chan. Aku akan melihat tulisan tangannya."

"Akaashi-kun tidak akan menyerahkannya kepada polisi?" tanya Mina penasaran. Dia kira jika memberikannya pada Akaashi bisa mengantarkan bukti ini ke polisi. Dia terlalu takut untuk ditanyai lagi oleh polisi itu.

"Aku ingin melihat isi amplop ini dan suratnya."

Akaashi membuka amplop dan suratnya lalu manik biru gelapnya perlahan membaca tulisan yang manis itu.

Mina melihat ekspresi Akaashi yang tidak berubah sama sekali. Tidak ada kerutan bingung, ragu atau takut. Akaashi memang agak susah dibaca meskipun dia tipe orang yang sopan dan terbuka kepada orang-orang.

"Mina-chan. Aku akan pergi ke rumah duluan. Ada hal yang harus ku urusi."

"O-oh begitu, ya.. bagaimana dengan suratnya?"

"Aku tidak tahu tulisan... siapa ini," jawab Akaashi lalu tangannya mengepal kuat kertas itu.


(Name) terkunci di kamar seharian tanpa makanan maupun minuman. Ini adalah hukuman dari Bokuto akibat dirinya yang mencoba berteriak tadi. Bahkan saat Bokuto mengganti pakaiannya di kamar yang mereka tempati itu. Dia tidak melirik atau memberikan kecupan kepada (Name). Agak aneh melihatnya namun, itulah yang membuat (Name) semakin takut karena dia mengetahui soal hal-hal kecil dan penting dari sikap Bokuto yang susah diprediksi.

Suara mesin mobil yang mendekati rumah terpencil itu, membuat (Name) terbangun lemas lalu berjalan pelan ke arah jendela. Mobil yang sama. Bokuto pulang dari acara perpisahan.

(Name) harus menyiapkan dirinya untuk menerima hukuman selanjutnya. Dia sangat yakin kalau Bokuto pasti akan menyiksanya dan mengingatkannya soal peraturan yang dia buat saat Bokuto memaksa (Name) untuk tinggal bersama.

"(Name)-chan! Aku belikan makanan favoritmu!" Bokuto membuka pintu kamar yang dikunci itu dengan kunci yang selalu dia bawa.

(Name) melihat Bokuto yang membawa dua kantong yang bisa dia tebak dari aromanya adalah makanan yang masih hangat. Apakah Bokuto membawa kendaraannya dalam keadaan cepat untuk menjaga makanannya tetap hangat?

"Ini juga minuman dinginnya. Maaf sudah mengunci (Name)-chan seharian. Aku kehilangan kendali tadi pagi. Maaf, ya, (Name)-chan."

(Name) ingin mendecakkan lidahnya karena dia kesal dengan Bokuto yang mudahnya berpikir jika (Name) akan memaafkan semua hal itu dengan cepat. Tanpa banyak bicara, (Name) mendekati Bokuto yang sudah menaruh makanannya di atas meja yang tengah dia siapkan lalu (Name) duduk di atas ranjang. Dia ingin masih hidup, jadi tidak ada gunanya juga membuat diri sendiri kelaparan.

"Hati-hati saat memakannya. Masih agak panas dan oh ya! Mau lihat nilai akhirku? Tidak terlalu bagus, sih. Tapi aku bangga dengan hasil yang ada!" ucap Bokuto lalu menunjukkan (Name) nilai-nilai hasil belajarnya selama belajar di Fukurodani.

"Itu cukup bagus," komentar (Name) lalu memakan makanannya pelan.

"Ha.. senang mendengar pujian darimu, (Name)-chan." Bokuto tersenyum lega.

Gerakan tak terduga membuat (Name) hampir menjatuhkan makanannya karena Bokuto memeluk kaki kirinya dan pipinya mengelus-elus pahanya. Seperti tingkah kucing yang ingin menarik perhatian majikannya.

"Bersama dengan (Name)-chan seharian saja aku sudah senang. Aku tidak ingin kehilangan (Name)-chan dari apapun itu," ucap Bokuto yang kagetnya dengan nada lemah lembut.

Hati (Name) hampir goyah dengan perkataan Bokuto. Sebenarnya, (Name) tidak terlalu tahu mengenai kehidupan Bokuto seperti apa di luar sekolah. Dia kira memiliki banyak teman dan prestasi besar itu sudah cukup membuat Bokuto bahagia.

Saat (Name) tengah termenung itu, dia tidak sadar dengan tatapan kagum ke arah (Name). Memandangnya seperti seorang dewi yang harus dia puja setiap hari. Satu-satunya jalan keluar dari semua masalah kehidupannya.

"Ah... aku sangat mencintaimu, (Name)-chan."

Sayangnya, kalimat itu malah terdengar oleh (Name) sehingga keyakinan (Name) dipertanyakan dua kali dalam batin.

―――――――

bersambung

𝐒𝐢𝐠𝐧 | B. KOUTAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang