Di sebuah kamar yang dingin itu, seorang gadis gembul terbaring di tempat tidurnya yang dingin dengan ribuan pikiran negatif yang selalu mengelilinginya tiap malam. Well, bukan tiap malam saja sih... tapi ia bisa memiliki pikiran-pikiran sialan itu kapan saja. Namun, ia pandai saja menyembunyikannya.
Itulah hebatnya dia.
Sangat pandai berakting.
"Nak ... ayo bangun. Sekarang udah pagi. Masih mau sekolah kan kamu?" tanya Ibunya lembut. Gadis itupun kembali memperlihatkan bakatnya kepada orang tua kesayangannya itu. Sangat disayangkan bahwa bakat yang ia punya, hanya bisa ia pendam sendiri. Karena salah satu hal yang paling ia benci adalah ketika orang lain tahu akan kelemahannya.
"Iya Ma ... aku udah bangun kok ... makasih udah bangunin ... tau aja emak kalau aku belum bangun pasti udah telat ke sekolah. Makasih emakkk ... love u!" ujarnya dengan nada yang sangat riang. Ia berusaha menyembunyikan kepedihan yang tercetak di matanya dengan menutup mata sembabnya saat ia tersenyum lebar.
"Udah senyum aja kamu pagi-pagi. Kenapa kamu senyum-senyum pagi-pagi ... jangan-jangan kamu udah punya pacar lagi ya ... mama kasihtau bapak loh nanti kalau kamu macem-macem ...." ancam mamanya sembari ia tertawa menggoda anaknya sendiri.
Oh... betapa pintarnya gadis itu memakai topeng bahagianya, padahal di pikirannya... ia berkata ke dirinya sendiri, "Mana ada yang mau sama orang yang gendut dan jelek kayak aku gini mah? Bisa-bisanya mama pikir aku bakal punya pacar."
Namun, coba kalian tebak apa yang dia bilang ke mamanya?
Oh tentu.
Pasti dia dengan pintarnya menyembunyikan itu dan malah bisa bercanda dengan mamanya.
"Hush ... mama mah ada-ada aja. Udah ah sana. Aku mau siap-siap." ujar gadis itu dengan senyuman palsu yang merekah di bibir pucatnya sekarang. Mamanya yang melihatnya tersenyum hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sebentar karena ia juga pernah muda, bukan? Andaikan mamanya tahu apa yang ada di pikiran anaknya sekarang.
"Ya udah ya udah ... nanti mama yang anter kamu ke sekolah. Tadi bapak kamu udah pergi kerja karena sekarang bapak kamu ada presentasi di tempat kerjanya. Jadi jangan lama-lama ya. Kamu tahu sendiri mama benci sama orang yang telat." jelas mamanya dengan pikiran yang mungkin melayang ke pengalamannya pada saat harus menunggu karyawannya yang telat 1 jam. Saat itu, mamanya marah-marah besar ke karyawannya yang terlambat. Jadilah, dia yang harus menenangkan mamanya dengan beribu cara yang pada akhirnya berhasil.
"Iya Ma. Santai aja. Mama kan tahu aku bukan orang yang kayak begitu." ucap gadis gembul itu dengan tersenyum bangga kepada dirinya sendiri karena sikap disiplin yang tertanam dalam dirinya.
"Ya udah sana siap-siap. Mama tunggu di meja makan." ucap mamanya lembut. Kaki jenjangnya melangkah keluar dari kamar anaknya dengan anggun dan meninggalkan anaknya agar ia bisa mempersiapkan dirinya untuk sekolah nanti.
"Siap bos." jawab anaknya dengan posisi tangan di atas alisnya, alias dia memperagakan posisi hormat kepada mamanya.
.·:*¨༺ ༻¨*:·.
"Dadah Ma!" jerit Clairine riang kepada mamanya yang sudah mengantar dia ke sekolah. Ibunya yang sedang terburu-buru pun hanya bisa membalas jeritan anaknya dengan sebuah senyuman dan lambaian tangan, sembari ia menancap gas mobil untuk mengejar waktu, karena garis pendek di jamnya bergerak semakin cepat untuk menuju ke angka 7.
Clairine yang sudah terbiasa dengan perlakuan mamanya hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia juga tak kuasa untuk menahan sebuah senyuman geli yang berhasil untuk menghangatkan hatinya, setelah beberapa jam dia membiarkan hatinya menerima sakit dari pikiran-pikiran negatif yang menghantuinya.
"Aish ... otak ... please dong jangan berulah dulu pagi ini. Gua lagi capek." keluhnya dengan suara pelan. Untung saja sekolah saat ini masih agak sepi, jadi tidak ada yang mendengarkan apa yang barusan ia katakan. Setelahnya, ia langsung melenggangkan kakinya ke dalam sekolah dan seperti biasa... di pagi hari, ia biasanya suka untuk mendengarkan lagu-lagu dari earphone kesayangannya, namun apalah dayanya saat ia mendengarkan suara toa yang selalu menyambutnya di pagi hari.
"Niatnya mau tenang ... eh malah si biang kerok Ginny mengeluarkan suara toanya. Astaga ... gua yakin di hidupnya tuh kagak ada istilah ngumpulin nyawa pas pagi. Lihat aja tuh dia lari-lari sambil neriakin nama gua." ucap Clairine ke dirinya sendiri.
"CLAIRINEEEE!!!!!!!" teriak seseorang dengan sangat keras dari arah depannya. Sang empunya nama pun menggelengkan kepalanya untuk kedua kalinya pada pagi ini.
"Nape lu manggil nama gua? Mana keras banget lagi suara lu. Kayaknya sampai ruang guru pun suara lu bakal kedengeran. Urat malu lo udah putus beneran kali ya?" tanya Clairine ke sahabatnya yang lagi terengah-engah karena aksi lari paginya itu. Kasian... mana masih muda.
"Ya gak apa-apa. Gua lagi mau manggil lu aja. Oh, untuk pertanyaan kedua lu jawabannya adalah ... mungkin aja iya. Urat malu gua udah putus makanya gua gak peduli apa kata orang ke gua, sekalipun itu guru." ucapnya dengan percaya diri.
"Hah ... andaikan gua bisa juga gak peduli dengan perkataan orang-orang, pasti gua gak akan benci dengan apa yang gua lihat di cermin." ucap Clairine ke dirinya sendiri. Sempat beberapa detik dia terbawa suasana hatinya dan jadilah ia murung untuk beberapa detik. Tapi dengan cepat, ia segera memasang topeng bahagianya di depan salah satu orang yang paling ia sayangi. Untungnya, Ginny tidak sadar dengan perubahan ekspresi sahabatnya. Hal ini pastinya membuat Clairine bisa bernafas lega. Ia pun sekarang berniat untuk menggoda sahabatnya itu untuk mencairkan suasana yang sempat hening selama beberapa detik yang lalu.
"Udah lu jujur aja ... lu tadi manggil gua karena lu kangen sama gua kan? Lu juga pasti keluar nungguin gua karena bosen. Bener kan?" goda Clairine dengan senyum jahilnya, karena ia tahu memang itu adalah fakta yang tidak bisa disangkal oleh Ginny. Lihat saja ekspresi mukanya sekarang yang tengah senyam-senyum malu.
"Tuh kan bener gua kata. Ya sudah ayo kita ke kelas!" teriak Clairine sembari ia mendorong pundak sahabatnya ke arah kelas mereka. Ginny yang sudah terdorong pun hanya bisa pasrah karena mau bagaimana pun tenaga Clairine lebih besar dari Ginny, jadi tidak ada gunanya juga dia memberontak. Toh, Ginny juga tidak komplain dengan sisi kekanakannya Clairine. Karena itu adalah salah satu hal yang selalu berhasil membawa senyum ke bibir seorang Ginny.
Maafkan saya yang nulisnya di bagian ini aja gak nyampe 1.000 kata... Hah..... :-)
Cuman tenang..kan hari ini double upeate... ehe..
Gak sanggup lagi aku kalau 2.000 kata di setiap chapter seriusan...
maapkan saya :-)
KAMU SEDANG MEMBACA
✓house with no mirrors✓
Teen Fiction"Lo pasti ngelakuin itu kan?" "Ngelakuin a - apa mak- maksud lu?" "Self harm." _______________ Semua ini berawal dari Erland yang mengetahui bahwa Clairine melakukan self harm. _______________ "Mungkin gua bakal lebih percaya diri kalau gak ada cerm...