Sekarang, Clairine harus dihadapi dengan kenyataan bahwa seseorang di dunia ini sudah tahu apa itu rahasia terbesarnya. Bahkan, orang yang dia kasihi pun tak tahu tentang hal ini. Bagaimana bisa seorang Erland yang baru saja bertatap muka dengan Clairine mengetahui apa yang disembunyikan gadis gembul itu dengan sangat baik, hah?
“Lo ….” ucap Clairine menggantung seraya tatapan nanar miliknya tertuju kepada Erland yang sudah tidak sanggup untuk sekedar menahan pandangannya di kedua mata Clairine. Cowo dingin itu dilingkupi dengan rasa gugup yang bersarang di hatinya, di pikirannya ia bertanya ke dirinya sendiri, “Dia bakal baik-baik saja kan? Jangan sampai orang yang ada di depan gua sekarang berakhir dengan tragis seperti dia ….”
Namun, pria tampan ini berhasil untuk tidak menampakkan perasaannya, berbanding terbalik dengan Clairine. Rasanya, Clairine sudah tidak berani berada di depan Erland karena rasa malu dan takut yang menggerogoti hatinya sekarang.
“Dia pasti ngira gua anaknya lebay. Udah pasti. Nanti juga dia bakal nyebarin ini ke seluruh penjuru sekolah, mungkin lewat medsosnya, yang akan ngebuat kedua orang tua gua nanti bakal tahu kebodohan anaknya melalui cara yang sangat tragis.”
Kemungkinan-kemungkinan negatif yang melayang-layang di otak Clairine berhasil membuat matanya berair karena emosi yang mengelabui akal sehatnya, alhasil ia menangis tepat di hadapan pria nan tampan itu tanpa ia sadari. Erland, sebagai sesosok manusia yang sebetulnya sangat lembut hatinya, mengambil selembar tisu yang tergeletak di meja Clairine dan mengusap wajah gembul itu yang sudah dibanjiri air mata. Saat selembar tisu itu berkontak dengan wajah Clairine yang basah, Clairine tersadar dengan apa yang barusan terjadi.
Jantungnya sudah berdegup dengan tidak karuan dan kedua perasaan yang bernama malu dan takut itu kian memporak-porandakan pertahanan Clairine yang berusaha untuk tetap tenang. Pada akhirnya, ia tidak kuasa untuk menahan sepasang kaki gemuknya untuk lari dari hadapan seseorang yang sudah sangat ia takuti, Erland.
.·:*¨༺ ༻¨*:·.
“Clair … tenangin diri lu … lu masih di sekolah. Jangan ngebuat kehebohan yang nanti ujung-ujungnya ngerepotin diri lu sendiri. Tenang … tenang … tarik nafas … tahan … buang ….” kalimat yang bagaikan mantra itu sudah Clairine ulang terus menerus selama 5 menit. Sekarang sudah waktunya dimulai pelajaran yang seharusnya sudah diikuti oleh semua siswa dan siswi, tak terkecuali Clairine yang tengah sibuk menenangkan dirinya sendiri.
Selama 5 menit pula ia telah memikirkan tentang kejadian mengerikan yang baru saja menimpanya. Clairine tak habis pikir. Ia sudah benar-benar tidak tahu langkah apa yang harus dia ambil. Semua tindakan pasti ada konsekuensinya. Tapi, gadis yang tengah duduk bersilang di lantai toilet yang kering itu mau mengambil tindakan yang akan membuahkan konsekuensi yang tidak terlalu besar.
Sayangnya, ia bahkan tidak terpikirkan satu solusi pun agar dia bisa keluar dari situasi yang sangat tidak mengenakkan ini. Apalagi dengan seorang cowo yang baru saja dia temui hari ini. HARI INI. Bayangkan. Mereka bahkan tidak pernah bertatap muka atau sekedar menyapa sebelum hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
✓house with no mirrors✓
Teen Fiction"Lo pasti ngelakuin itu kan?" "Ngelakuin a - apa mak- maksud lu?" "Self harm." _______________ Semua ini berawal dari Erland yang mengetahui bahwa Clairine melakukan self harm. _______________ "Mungkin gua bakal lebih percaya diri kalau gak ada cerm...